BEM Unhas Sebut Kapolda Sulsel Provokasi Mahasiswa Turun Aksi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Diskresi Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Selatan Irjen Mas Guntur Laupe yang melarang aksi demonstrasi di daerahnya hingga pelantikan presiden, menuai beragam tanggapan negatif. Teranyar, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Hasanuddin menyebut kebijakan tersebut sebagai kesalahan fatal.
Presiden BEM Unhas Abdul Fatir Kasim mengatakan, salah satu kesalahan Kapolda adalah mengeluarkan diskresi di waktu yang tidak tepat. Saat ini masyarakat tengah ramai menyuarakan kritik terhadap pemerintah dan DPR. Sehingga larangan berdemonstrasi menuai kecaman di mana-mana.
"Timing-nya tidak tepat. Hasil yang diharapkan hadir adalah mahasiswa tidak turun aksi, tapi justru memprovokasi mahasiswa untuk turun aksi dengan larangannya itu," kata Fatir kepada IDN Times di Makassar, Rabu (16/10).
Baca Juga: Berjualan di Tengah Aksi Demo Mahasiswa Makassar, "Odol Dek, Odool"
1. Diskresi bertentangan dengan UUD 1945
Kesalahan fatal Kapolda Sulsel, kata Fatir, adalah melanggar Undang-undang Dasar Tahun 1945. Diskresi melarang demonstrasi disebut bertentangan dengan kebebasan berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat secara lisan dan tertulis.
Larangan berdemonstrasi berlaku di seluruh wilayah Sulsel, sejak 16 hingga 20 Oktober 2019. Diskresi, menurut Fatir, mengesankan bahwa Kapolda punya hak memerintahkan untuk melarang penyampaian pendapat.
2. Kapolda disebut mengabaikan hasil dialog dengan mahasiswa
Fatir menambahkan, larangan yang dikeluarkan Kapolda bertentangan dengan itikad baik yang pernah disampaikan. Dia mengutip pernyataan Kapolda saat berdialog dengan mahasiswa dan pimpinan perguruan tinggi se-Makassar, di Gedung Rektorat Unhas, 1 Oktober 2019 lalu.
"Kapolda hanya menyampaikan akan mendampingi aksi mahasiswa agar tidak disusupi oleh oknum tertentu, bukan melarang," kata Fatir.
3. Demonstrasi jelang pelantikan dianggap ilegal
Diberitakan sebelumnya, Kapolda Sulsel mengeluarkan diskresi jelang pelantikan presiden dan wakil presiden, pada 20 Oktober 2019. Hingga pelantikan, dia melarang aktivitas demonstrasi atau unjuk rasa di seluruh wilayah Sulsel.
Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Dicky Sondani mengatakan, larangan berdemonstrasi berlaku lima hari, sejak Rabu (16/10). Semua kegiatan demonstrasi yang digelar pada masa tersebut dianggap ilegal. Demonstrasi baru dibolehkan kembali setelah 20 Oktober.
"Dengan demikian jika masih ada unjuk rasa maka dipastikan ilegal. Maka TNI POLRI akan bertindak tegas," kata Dicky.
Baca Juga: Sampai Pelantikan Presiden, Polisi Larang Demonstrasi di Sulsel