Menteri BKKBN: Turunkan Stunting, Jangan Terlalu Banyak Seremonial!

- Wihaji sebut keluarga sebagai institusi negara paling dasar Menurut Wihaji, keluarga merupakan institusi dasar negara yang selama ini sering kali dipandang bukan sebagai isu menarik.
- Stunting kondisi yang sulit dipulihkan apabila sudah terjadi Wihaji menegaskan bahwa stunting merupakan kondisi yang sulit dipulihkan apabila sudah terjadi.
- Wihaji apresiasi penurunan angka prevalensi stunting di Sulsel Wihaji menyebutkan bahwa angka prevalensi stunting di Sulsel mengalami penurunan signifikan, dari 27 persen menjadi 23 persen.
Makassar, IDN Times - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, menegaskan penanganan stunting dan pengentasan kemiskinan di Indonesia harus dimulai dari akar persoalan, bukan sekedar seremonial. Hal ini disampaikan dalam sambutannya saat menghadiri puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-32 di Lapangan Karebosi, Makassar, Senin (27/7/2025).
Wihaji menekankan pentingnya mengubah pola pendekatan penanganan masalah keluarga dari yang bersifat seremonial menjadi aksi nyata di lapangan. Dia menyampaikan arahan Presiden adalah agar kegiatan seperti Harganas menjadi ajang untuk melihat langsung persoalan keluarga, bukan sekadar peringatan simbolis.
"Perintah Pak Presiden, kita dibikin diminta untuk sederhana yang penting jangan terlalu banyak seremonial, turun ke lapangan selesaikan masalah," katanya.
1. Wihaji sebut keluarga sebagai institusi negara paling dasar

Menurut Wihaji, keluarga merupakan institusi dasar negara yang selama ini sering kali dipandang bukan sebagai isu menarik, padahal justru menjadi fondasi utama dalam pembangunan sumber daya manusia.
"Keluarga, tema yang barangkali tidak seksi. Tapi kalau keluarga tidak kita urus, ini bisa jadi masalah negara. Institusi paling dasar adalah keluarga. Selama keluarga ini baik-baik saja, maka negara juga akan baik-baik saja," ucap Wihaji.
Wihaji menyebut, Presiden Prabowo Subiando telah menugaskan BKKBN untuk fokus pada dua poin utama dalam Asta Cita yakni pengembangan sumber daya manusia dan pengentasan kemiskinan. Kedua tugas tersebut menurutnya tidak bisa diselesaikan tanpa memperhatikan kondisi keluarga sebagai hulu dari seluruh persoalan sosial.
"Untuk memulai supaya sumber daya manusia ini meningkat, untuk memulai bagaimana kemiskinan ini berkurang, maka kita perbaiki dari hulunya. Di mana hulunya? Kita mulai dari 1.000 hari pertama kehidupan," kata Wihaji.
2. Stunting kondisi yang sulit dipulihkan apabila sudah terjadi
Wihaji menegaskan bahwa stunting merupakan kondisi yang sulit dipulihkan apabila sudah terjadi. Menurut data medis yang dia sampaikan, kemungkinan pemulihan anak yang sudah mengalami stunting hanya berkisar 20 persen.
Karena itu, BKKBN dan pemerintah daerah mendorong intervensi sejak dini sebelum stunting terjadi, khususnya pada keluarga yang masuk dalam kategori berisiko. Masa 1.000 hari pertama kehidupan menjadi titik paling krusial yang menentukan apakah seorang anak akan mengalami stunting atau tidak.
"Maka kita akan treatment sebelum terjadi kita di mana ada keluarga resiko stunting, itu yang kita tangani. Supaya apa? Supaya 1.000 hari pertama kehidupan ini kita tangani," kata Wihaji.
3. Wihaji apresiasi penurunan angka prevalensi stunting di Sulsel

Wihaji menyebutkan bahwa angka prevalensi stunting di Sulsel mengalami penurunan signifikan, dari 27 persen menjadi 23 persen. Penurunan 4,1 persen ini menjadikan Sulsel sebagai provinsi dengan penurunan stunting tertinggi kedua di Indonesia setelah Jawa Barat.
"Ini pasti dikeroyok dan insyaallah dengan gerakan baru Pak Gubernur Sulawesi Selatan, sama bupati dan wakil bupati, saya meyakini bahwa akan turun lagi prevalensinya," katanya.