WALHI Sebut Aparat Negara Diduga Bekingi Tambang Ilegal di Sulsel

- Laporan masyarakat tersebar di lebih dari 10 daerah
- Walhi akan bentuk tim verifikasi dan jalur hukum
- Walhi akan koordinasi dengan penegak hukum
Makassar, IDN Times – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan mengungkapkan bahwa sejumlah kegiatan tambang ilegal di berbagai daerah di Sulsel diduga mendapat perlindungan dari oknum aparat negara.
Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, mengatakan pihaknya telah menerima laporan masyarakat terkait aktivitas tambang ilegal di lebih dari 10 daerah hingga tahun 2025.
Laporan tersebut datang secara bertahap dari berbagai wilayah, seperti Maros, Bulukumba, dan Takalar, dengan pola yang sama: masyarakat mengeluhkan kerusakan lingkungan dan intimidasi terhadap pelapor.
“Sejauh ini temuan kami di lapangan, banyak kegiatan bisnis ilegal terutama pertambangan yang dilindungi oleh oknum polisi,” ungkap Al Amin saat konferensi pers di Kantor PBHI Sulsel, Ruko Topas Raya, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Rabu, (15/10/2025).
1. Laporan masyarakat tersebar di lebih dari 10 daerah

Menurutnya, situasi tersebut menjadi tantangan besar bagi WALHI dan masyarakat yang berupaya menegakkan hukum lingkungan. Ia menilai sulit melaporkan praktik tambang ilegal ke aparat penegak hukum bila sebagian di antara mereka justru terlibat dalam perlindungan terhadap aktivitas itu.
“Pertanyaannya, mungkinkah kami melaporkan praktek ilegal yang dilindungi oknum polisi ke polisi? Tapi, kalau tidak dilaporkan, oknum-oknum ini akan terus bekerja melindungi tambang-tambang ilegal,” ujarnya.
WALHI Sulsel mencatat laporan datang dari berbagai daerah, termasuk Dusun Balang Tiang di Kabupaten Bulukumba dan Galesong, Takalar, yang melaporkan aktivitas tambang tanah urug pada 2023. Namun, wilayah Maros khususnya Kecamatan Moncong Loe menjadi daerah dengan laporan paling banyak.
“Setiap bulan selalu saja ada laporan baru. Misalnya bulan ini datang satu orang melapor soal tambang di daerahnya. Begitu terus. Artinya kemampuan kami menangani satu per satu juga terbatas,” kata Al Amin.
2. Walhi akan bentuk tim berifikasi dan jalur hukum

Karena itu, WALHI Sulsel mendirikan posko pengaduan masyarakat di berbagai daerah sebagai langkah cepat dan efisien untuk menampung laporan warga.
Al Amin menjelaskan, data yang terkumpul dari posko-posko tersebut akan diverifikasi oleh tim khusus untuk menentukan langkah hukum yang tepat. “Kami akan bentuk tim verifikasi untuk menentukan mana laporan yang kuat untuk dibawa ke ranah pidana, dan mana yang bisa digugat secara perdata,” terangnya.
Apabila jalur pidana ditempuh, WALHI akan melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum. Namun, jika diputuskan lewat gugatan perdata, masyarakat akan diajak berdiskusi untuk menyiapkan kebutuhan logistik dan dokumen pendukung.
3. Walhi akan koordinasi dengan penegak hukum

Hingga kini WALHI Sulsel masih mengkaji lembaga mana yang paling tepat untuk menindaklanjuti laporan-laporan tersebut. “Kami masih menimbang apakah akan dilaporkan ke kepolisian atau kejaksaan. Dalam waktu dekat kami akan menjajaki komunikasi dengan keduanya,” kata Al Amin.
Ia menegaskan, koordinasi dengan kepolisian nantinya juga akan menjadi ujian bagi pimpinan institusi tersebut. “Konteks diskusinya nanti adalah apakah Kapolda berani mendisiplinkan bawahannya yang membekingi tambang ilegal. Kalau terbukti Kapolres melindungi, apakah Kapolda berani mencopotnya,” ucapnya.
Selain persoalan hukum, WALHI Sulsel juga menyoroti potensi intimidasi terhadap masyarakat pelapor dan aktivis lingkungan. Menurut Al Amin, budaya patron-klien di Sulsel kerap membuat pelapor justru diintimidasi melalui keluarganya yang bekerja sebagai ASN, PPPK, atau tenaga kontrak di daerah.
“Mitigasi yang kami lakukan sejauh ini adalah menjaga kerahasiaan identitas pelapor. Namun untuk keselamatan aktivis, belum ada langkah konkret karena masih dalam tahap perencanaan,” ujarnya.