Sidang Buruh PT Huadi Bantaeng: Saksi Ungkap Upah Dipangkas Rp20 Ribu

- Sidang offline terakhir menguatkan posisi serikat buruh dalam memperjuangkan hak-hak anggotanya
- Pengawas ketenagakerjaan tidak diberikan akses terhadap data penting oleh perusahaan
- Insentif kerja perusahaan jauh lebih rendah dari ketentuan PP Nomor 35, dengan selisih upah lebih dari Rp20.000
Makassar, IDN Times - Sidang lanjutan kasus perselisihan antara 20 buruh dan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI) kembali digelar di ruang Prof. Bagir Manan, Pengadilan Negeri Makassar, Selasa (14/10/2025).
Agenda kali ini adalah pemeriksaan saksi dari pihak tergugat, yakni Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi Kawasan Industri Bantaeng (SBIPE KIBA).
1. Sidang terakhir yang digelar secara offline

Pengacara SBIPE KIBA dari LBH YLBHI Makassar, Hasbi As-Sidiq, menjelaskan pandangan hukumnya terhadap keterangan para saksi yang dihadirkan hari ini. Ia menilai, sejumlah poin penting dalam sidang justru semakin menguatkan posisi serikat buruh dalam memperjuangkan hak-hak para anggotanya.
“Hari ini ada tiga saksi yang kami hadirkan dari pihak buruh. Sidang ini juga merupakan sidang terakhir yang diselenggarakan secara langsung, karena selanjutnya akan dilakukan secara daring,” ujar Hasbi.
2. Pengawas ketenagakerjaan tidak diberikan akses terhadap data dan informasi penting

Ia menuturkan, ketiga saksi tersebut berasal dari unsur pengawas ketenagakerjaan, mediator hubungan industrial, dan perwakilan serikat buruh yang melakukan perhitungan terhadap hak upah buruh.
Dari keterangan saksi pengawas ketenagakerjaan, terungkap bahwa pihak pengawas tidak diberikan akses terhadap data dan informasi penting oleh perusahaan.
“Padahal, pengawas sudah beberapa kali berupaya meminta data tersebut, namun tidak pernah diserahkan oleh perusahaan,” jelas Hasbi.
3. Insentif kerja yang diberikan perusahaan jauh lebih rendah dari ketentuan PP Nomor 35

Sementara itu, saksi dari mediator hubungan industrial menegaskan bahwa perkara yang diajukan oleh pihak penggugat hanya terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tidak mencakup perselisihan hak lainnya.
Adapun saksi dari serikat buruh mengungkapkan bahwa insentif kerja yang diberikan perusahaan jauh lebih rendah dari ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 35 (PP 35).
"Berdasarkan perhitungan, upah kerja yang seharusnya Rp32.000 per unit hanya dibayar Rp12.000, sehingga terdapat selisih lebih dari Rp20.000 yang tidak dibayarkan kepada buruh," ujar Hasbi.
Ia menegaskan sidang hari ini membuka fakta penting terkait kekurangan pembayaran upah yang seharusnya diterima buruh.
"Keterangan para saksi ini sangat jelas dan terang, dan semestinya menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan perkara secara adil, dengan memenuhi hak-hak para buruh,” pungkas Hasbi.