Tak Semua Tersangka Kerusuhan Makassar Bisa Dapat Restorative Justice

- 53 orang ditangkap, dari mahasiswa hingga pekerja informal
- Restorative justice hanya berlaku untuk kasus ringan
- Anak di bawah umur berpeluang dapat opsi RJ
Makassar, IDN Times - Polisi masih mempertimbangkan pemberian opsi restorative justice kepada para tersangka kerusuhan yang berujung pembakaran dua gedung DPRD di Makassar, Sulawesi Selatan.
Tercatat, polisi sudah menangkap 53 orang tersangka, 42 diantaranya orang dewasa dan 11 anak di bawah umur. Para tersangka yang ditangkap ini, memiliki profesi berbeda-beda.
1. 53 orang ditangkap, dari mahasiswa hingga pekerja informal

Para tersangka tersebut merupakan mahasiswa, pelajar, juru parkir, buruh bangunan, petugas cleaning service, pedagang, driver ojol, pengangguran atau tidak bekerja, hingga penadah barang jarahan.
Direktur Reskrimum Polda Sulsel, Kombes Setiadi Sulaksono, mengatakan syarat pemberian opsi restorative justice yaitu ancaman hukumannya di bawah 5 tahun.
"Jadi tidak semuanya di RJ (restorative justice) karena udah menyangkut nyawa orang kan dan melakukan perusakan. Jadi ada kriteria ancaman di bawah 5 tahun (masuk opsi pemberian RJ)," kata Setiadi di Aula Polrestabes Makassar, Selasa (16/9/2025).
2. Restorative justice hanya berlaku untuk kasus ringan

Setiadi menegaskan bahwa ada pasal-pasal tertentu yang mengatakan bahwa penerapan restorative justice itu dapat dilakukan. Seperti tindak pidana ringan (Tipiring).
Penerapan restorative justice juga diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 dan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.
"Ada pasal-pasal juga yang bisa RJ, juga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat, itu (jadi) pertimbangan kita," ujarnya.
Termasuk, kata Setiadi, mahasiswa yang ditahan di Polda Sulsel, mereka belum ada opsi pemberian restorative justice karena memang melakukan perusakan dan pembakaran gedung DPRD Sulsel.
"Belum (ada opsi RJ) karena rata-rata mereka sama, melakukan pembakaran dan perusakan," tegasnya.
3. Anak di bawah umur berpeluang dapat opsi RJ

Setiadi mengaku hanya tersangka yang di bawah umur yang mungkin bisa mendapatkan opsi restorative justice. Mereka diprioritaskan mendapatkan Restorative Justice (RJ) karena ada landasan hukum dan pertimbangannya yaitu Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) UU No. 11 Tahun 2012.
"Mungkin di bawah umur, ada (tersangka) yang 12 tahun, terus juga ada yang hanya sifatnya melempar, itu nanti mungkin kita lihat (pertimbangkan) juga," tuturnya.
Menurut Setiadi, dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), memang ada syarat-syarat khusus sesuai UU SPPA, dan melibatkan beberapa lembaga.
"Jadi ada dilakukan di BAPAS.(Balai Pemasyarakatan) terus juga Mensos (Kementerian Sosial)," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah mendorong penyelesaian perkara melalui jalur restorative justice selama masih memenuhi syarat.
Menurutnya, meski belum ada undang-undang khusus, mekanisme ini telah diatur melalui Peraturan Kapolri, Jaksa Agung, hingga Mahkamah Agung.
"Kita sedapat mungkin menyelesaikan perkara lewat restorative justice. Tapi kalau tidak memenuhi syarat, maka proses hukum tetap kita lanjutkan. Apalagi jika perkaranya berat, seperti penjarahan, pembakaran, atau menimbulkan korban jiwa," kata Yusril saat mengunjungi rumah tahanan Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) Polda Sulawesi Selatan, Rabu (10/9/2025).