Serikat Buruh Tuntut UMP Naik 10 Persen, APINDO Sulsel: Kami Maklumi

Makassar, IDN Times - Persiapan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulawesi Selatan (Sulsel) 2026 masih menjadi perdebatan antara serikat pekerja dan pengusaha. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel menuntut kenaikan UMP sebesar 10 persen, dari Rp 3.657.527 menjadi Rp 4.023.279, sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel menekankan perlu kepastian regulasi dari pemerintah sebelum menentukan sikap.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulawesi Selatan, Suhardi, menyatakan memaklumi tuntutan KSPSI Sulsel agar UMP 2026 naik sebesar 10 persen. Namun, Apind menekankan masih menunggu formulasi resmi dari pemerintah serta dasar perhitungan sebelum menyatakan sikap final.
"Ini kalau tuntutan buruh ya kita maklumi sajalah, setiap tahun pasti begitu. Dasar dari perhitungan mereka katanya dari kelayakan hidup. Tapi kalau kita sih masih menunggu formulasi yang masih digodok pemerintah. Jadi belum bisa kita tentukan," kata, Suhardi, via telepon, Sabtu (1/11/2025).
1. APINDO lebih berharap penghitungan UMP pakai PP 51

Menurut Suhardi, persentase kenaikan yang diminta buruh bervariasi. KSPSI Sulsel mengusulkan 10 persen, sementara KSPSI pusat perhitungannya 7,77 persen. Kondisi ini membuat Apindo menekankan perlunya kepastian regulasi.
"KSPSI malah 7,77 persen kalau sudah berdasarkan hitungan mereka. Jadi mereka sendiri masih bervariasi. Kalau kami belum bisa tentukan, karena kita tunggu dulu tahun ini dasar penghitungannya itu dari mana," kata Suhardi.
APINDO sendiri lebih senang menghitung UMP berdasarkan ketentuan dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Perhitungan ini dianggap mencakup inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indikator kebutuhan hidup layak pekerja.
"Waktu penerapan di tahun 2024 kan yang ada penghitungan inflasi, pertumbuhan ekonomi. Jadi itu dasar penghitungannya. Tapi kalau tahun 2025 kemarin itu langsung dipatok 6,5 persen persen oleh Presiden dan itu kita ikuti semua," kata Suhardi.
2. APINDO nilai penetapan UMP seragam secara nasional tidak cocok

Menurut APINDO, penentuan UMP sebaiknya memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, kebutuhan hidup layak, produktivitas kerja, dan indeks tertentu. Pasalnya, setiap daerah memiliki kondisi ekonomi berbeda, sehingga penetapan UMP seragam nasional seperti tahun lalu dianggap tidak tepat.
"Kalau kami menilai itu tidak cocok karena kita harus menyesuaikan. Kadang ada satu daerah yang pada satu saat tingkat pertumbuhan ekonominya memang melompat, melonjak," jelasnya.
Kondisi ekonomi Sulsel pada triwulan III 2025 diperkirakan tumbuh sekitar 4–5 persen, setelah pada triwulan II tercatat sebesar 4,94 persen. Suhardi menjelaskan bahwa penetapan UMP harus menyesuaikan kondisi lokal agar mencerminkan realitas ekonomi masing-masing wilayah.
"Ketika ekonomi daerah satu yang naik dan inflasinya bisa ditekan, UMP dengan otomatis naiknya bisa tinggi. Mungkin di atas 10 persen bisa. Kalau ekonominya bagus, inflasinya bisa ditekan, kemudian produktivitas kerja per orang," kata Suhardi.
3. KSPSI Sulsel tuntut kenaikan UMP 2026 sebesar 10 persen

Sebelumnya, pembahasan UMP digelar dalam rapat LKS Tripartit pada Jumat, 24 Oktober 2025, yang melibatkan pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Ketua KSPSI Sulsel, Basri Abbas, mengatakan proses penetapan UMP belum final. Pihaknya masih menunggu kepastian hukum dari pemerintah pusat melalui surat edaran Kementerian Ketenagakerjaan.
"Belum ada legil standing untuk itu sehingga kesimpulan rapat menunggu kepastian hukum dari pusat, apakah dia yang menetapkan seperti dulu (tahun lalu) atau menyerahkan ke daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tentang KHL (kebutuhan hidup layak). Dengan Dewan Pengupahan itu penentuannya," kata Basri Abbas, Selasa (28/10/2025).
Tahun lalu, pemerintah pusat menetapkan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen secara nasional. Menurut Basri, angka tersebut tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak pekerja.
Berdasarkan survei konsumsi masyarakat, kebutuhan hidup buruh di Sulsel terus meningkat. Hasil survei menunjukkan bahwa kenaikan UMP minimal 10 persen diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
"Kalau pemerintah hanya menetapkan 6,5 persen tanpa kajian, ya seperti itulah. Kita jadi korban, sementara bahan-bahan naik, dipaksa hanya harus ikuti 6,5 persen. Pendapat kita minimal 10 persen kalau berdasarkan KHL. Jadi kalau memang naik bareng, ya harus di atas 10 persen," katanya.

















