APINDO Sulsel Nilai Struktur Skala Upah Sulit Diterapkan di Level Staf

Makassar, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sulawesi Selatan(Sulsel) menilai penerapan Struktur dan Skala Upah (SUSU) tidak mudah diterapkan secara merata, terutama bagi pekerja di level staf. Penilaian tersebut disampaikan Sekretaris APINDO Sulsel, Andi Darwis, merespons kebijakan pengupahan yang menyertai penetapan UMP Sulsel 2026.
Menurut Andi Darwis, struktur dan skala upah tidak bisa dilepaskan dari tingkat produktivitas pekerja. Kondisi tersebut dinilai menantang karena komposisi tenaga kerja di Sulsel masih didominasi pekerja dengan tingkat pendidikan relatif rendah.
"Struktur skala upah itu warantty-nya (garansi) produktivitas. Komposisi pekerja di Sulsel, 64 persen tidak tamat SMA. Bagaimana kita mau atur skill-nya?" kata Andi Darwis, Rabu (24/12/2025).
1. Pengusaha bersedia bayar tinggi dengan syarat produktivitas naik

Andi Darwis menyampaikan pengusaha membuka ruang pemberian upah lebih tinggi bagi pekerja. Namun, kenaikan tersebut dipandang sejalan dengan tuntutan peningkatan produktivitas di tempat kerja.
"Saya tawarkan, saya bayar tinggi, tapi produktivitasmu tingkatkan. Mau enggak? Saya bayar. Kalau tidak tercapai, saya pecat. Yang mana kau mau?" ucapnya.
Dia menilai penerapan SUSU lebih memungkinkan pada level manajerial. Menurutnya, perbedaan kemampuan dan tanggung jawab di level staf membuat skema tersebut tidak mudah diterapkan secara merata.
"Di level manajer gampang kita terapkan SUSU. Kenapa? Karena mereka ini orang-orang skill. Tapi yang staf, itu bisa beda atau enggak kemampuan-kemampuannya," katanya.
2. Masa kerja tidak selalu sejalan dengan peningkatan kualitas

Andi Darwis menyebut masa kerja tetap menjadi salah satu pertimbangan dalam SUSU. Namun, lamanya bekerja tidak selalu mencerminkan peningkatan kemampuan atau kualitas kinerja pekerja.
"Seyogianya semakin lama bekerja orang semakin pintar. Tapi coba lihat di pabrik, dua puluh tahun bekerja, begitu-begitu saja modelnya," katanya.
Dia memandang kenaikan UMP Sulsel 2026 sebesar 7,21 persen memberi tekanan bagi kalangan pengusaha. Kenaikan tersebut dinilai menambah beban biaya operasional perusahaan.
"Berat. Tahun lalu UMP naik 6,5 persen, ditambah upah sektoral paling tinggi 3 persen. Artinya hampir 9,5 persen. Kalau terus naik, tiga tahun ke depan perusahaan bisa kolaps," tuturnya.
3. UMP tetap wajib diterapkan mulai 1 Januari 2026

Meski begitu, Andi Darwis menegaskan ketentuan UMP tetap menjadi kewajiban yang harus dipatuhi perusahaan. Aturan tersebut berlaku sebagai batas terendah pembayaran upah bagi pekerja.
"Harus diterapkan. Kalau tidak, ada sanksi. Terhitung 1 Januari, tidak boleh membayar di bawah UMP," ucapnya.
Dia menilai kenaikan upah perlu diikuti perubahan sikap kerja pekerja. Peningkatan kinerja dan tanggung jawab dipandang sebagai bagian yang menyertai penyesuaian upah.
"Apa yang saya tuntut dari Anda? Pasti produktivitas. Kalau gaji naik, harusnya integritas naik, pengabdian naik. Itu yang dituntut pengusaha, produktivitas," kata Andi Darwis.


















