Makassar Targetkan Adipura Lewat Pengelolaan Sampah Terintegrasi

Makassar, IDN Times - Pemerintah Kota Makassar memperkuat sistem kebersihan kota dan tata kelola lingkungan secara menyeluruh, dari hulu ke hilir. Komitmen ini ditegaskan langsung oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, dalam Rapat Koordinasi Teknis bersama jajaran SKPD dan Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi-Maluku (Pusdal LH SUMA) Azri Rasul, di Kantor Balai Kota Makassar, Jumat (1/8/2025).
Dalam arahannya, Wali Kota Munafri menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam pengelolaan kebersihan kota secara sistematis dan berkelanjutan. Ia menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan tidak dapat hanya dibebankan kepada satu instansi.
“Kita tidak bisa lagi berjalan dengan ego sektoral. Adipura bukan lagi sekadar seremoni atau dokumentasi formalitas. Ini soal pembuktian nyata bahwa Kota Makassar benar-benar bersih, sehat, dan tertata,” tegas Wali Kota.
Munafri juga menyebut bahwa Makassar telah masuk dalam radar pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai salah satu kandidat kota penerima penghargaan Adipura. Maka, dibutuhkan upaya ekstra dan terukur dari seluruh lapisan pemerintahan dan masyarakat.
1. Upaya hadirkan 100 ribu biopori dan sistem maggot untuk kurangi sampah organik

Salah satu program prioritas yang dipaparkan Munafri dalam rapat adalah “Ada 100.000 Biopori untuk Makassar”, yang bertujuan meningkatkan daya resap air sekaligus mengurangi limbah organik langsung dari sumbernya. Program ini diwajibkan menyasar seluruh RT di Kota Makassar.
“Setiap RT wajib membuat biopori. Selain itu, mereka juga harus memiliki Eco Enzyme, unit proses, serta budidaya maggot sebagai solusi pengolahan sampah organik,” ujarnya.
Langkah ini, menurutnya, merupakan bagian dari pembangunan ekosistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Ia juga menargetkan pertumbuhan bank sampah dan TPS3R di semua kecamatan sebagai tulang punggung sistem pengelolaan sampah.
Jalur-jalur utama kota akan menjadi prioritas pembuatan biopori, dengan melibatkan petugas penyapu jalan sebagai penjaga dan pengelola lubang resapan tersebut.
2. Tata ulang taman kota dan prioritaskan hak pejalan kaki

Di luar isu pengelolaan sampah, Munafri juga menyampaikan agenda pembenahan tata kota, terutama pada sektor taman dan ruang publik. Ia menyebutkan bahwa sejumlah taman kota saat ini sedang ditata ulang melalui kerja sama dengan pihak ketiga.
“Taman kota tidak boleh lagi saling lempar tanggung jawab. Pengelolaannya harus dikerjasamakan agar punya sistem pengawasan yang baik,” ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan pedestrian akan diubah secara fundamental. Ke depan, bukan lagi trotoar yang menyesuaikan kendaraan, melainkan kendaraan yang menyesuaikan hak pejalan kaki.
“Kebersihan bukan cuma urusan DLH atau Wali Kota. Ini tanggung jawab semua, dari SKPD, camat, lurah, RT, RW hingga masyarakat. Kalau kita kompak dan punya komitmen, insya Allah Makassar bisa lebih bersih dan berdaya,” ucap Munafri.
3. KLHK tekankan pengelolaan mandiri di hulu sampah

Kepala Pusdal LH SUMA, Dr. Azri Rasul, dalam kesempatan tersebut memaparkan skema penilaian kebersihan dalam program Adipura. Ia menjelaskan bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan secara sistematis, mencakup hulu (sumber sampah), tengah (pengumpulan), dan hilir (pemrosesan akhir).
“Kalau hotel, rumah sakit, sekolah atau kawasan industri bisa mengelola sampahnya sendiri, maka tidak lagi menjadi beban bagi pemerintah daerah. Semua selesai di tempat. Inilah yang menjadi fokus pembinaan kami,” ujar Azri.
Ia menekankan bahwa pengelolaan di tingkat sumber harus mencakup metode seperti pemanfaatan eco enzyme, budidaya maggot, dan pengembangan bank sampah. Pihaknya saat ini tengah melakukan pembinaan intensif di sejumlah kawasan industri di Makassar, termasuk yang mengikuti program Proper dari KLHK.
Sebagai langkah konkret, Pusdal LH SUMA telah membentuk tim identifikasi di setiap kecamatan untuk menginventarisasi praktik pengelolaan sampah di tingkat kelurahan. Data tersebut akan dijadikan dasar penilaian dalam evaluasi Adipura.
“Kami akan mencatat secara faktual jumlah dan jenis pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga, pelaku usaha, sekolah, hingga kantor-kantor. Ini penting untuk menentukan seberapa besar sampah bisa diselesaikan di sumber,” jelasnya.
Target nasional, kata Azri, menetapkan bahwa minimal 51,2 persen sampah harus dikelola secara mandiri di hulu. Angka ini menjadi indikator penting dalam menentukan kelayakan kota untuk meraih Adipura.
“Bank sampah, pengolahan eco enzyme, maggot farming, hingga sistem e-Proses di kantor atau sekolah harus tercatat dan dikalkulasi secara terukur. Karena ini akan menentukan posisi kita dalam evaluasi nasional,” tutup Azri.
Langkah konsolidatif yang dilakukan Pemkot Makassar bersama Pusdal LH SUMA ini menandai babak baru dalam pengelolaan lingkungan perkotaan. Tidak semata demi penghargaan, tetapi membentuk budaya bersih dan sistem berkelanjutan yang bisa diwariskan lintas generasi.