Aksi Lilin Keadilan, Buruh KIBA Menuntut Hak Lembur yang Belum Dibayar

Makassar, IDN Times - Puluhan buruh Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) menggelar aksi Lilin Keadilan untuk Buruh KIBA di Monumen Mandala, Senin (29/9/2025) malam. Aksi ini diikuti anggota Serikat Pekerja Industri Pertambangan dan Energi (SPIBE) KIBA, mahasiswa, serta komunitas solidaritas buruh lainnya.
Malam itu, para peserta menyalakan 16 lilin yang berdiri rapi sebagai simbol perjuangan buruh. Suasana semakin hidup ketika para buruh bergantian menyampaikan orasi yang menyuarakan tuntutan dan hak-hak mereka.
"Apa yang buruh kita perjuangkan adalah kebenaran. Kita buruh tidak pernah meminta lebih. Kita adanya meminta apa yang menjadi tataran hak2 kita sbg pekerja. Hanya ingin sejahtera karena konstitusi yang berbicara," kata salah satu buruh yang berorasi.
1. Tuntut hak lembur buruh PT Huadi

Ketua SPIBE KIBA, Junaid Judda, menjelaskan aksi ini sekaligus mengawal jalannya persidangan antara buruh dan PT Huadi. Persidangan yang telah berlangsung lima kali tersebut akan memasuki agenda pemeriksaan saksi dan bukti dari kedua belah pihak, Selasa (30/9/2025).
"Kami bersama dengan SBIPE dan bersama kawan-kawan solidaritas buruh KIBA melakukan aksi terkait mengawal hak-hak buruh yang selama ini dirampas oleh PT Huadi terutama soal hak atas lembur yang bertahun-tahun tidak dibayarkan," kata Junaid.
2. Buruh terkena sistem kerja paksa

Perjuangan ini menjangkau seluruh buruh PT Huadi, yang berjumlah sekitar 1.200 orang, bukan hanya anggota serikat. Mereka harus menghadapi sistem kerja paksa, dengan jam kerja 12 jam sehari, tujuh hari seminggu, tanpa pembayaran lembur sesuai PP 35 turunan UU Cipta Kerja.
"Karena mereka juga mengalami hal yang sama, apa yang dirasakan oleh kawan-kawan buruh yang tergabung dalam SBIPE. Karena ini bukan hanya soal nominal tapi bagaimana sistem kerja yang sedang berlangsung di PT Huadi sejak mereka berdiri," kata Junaid.
3. SPIBE minta hak buruh dipenuhi dan kerja paksa dihentikan

Mereka menyimpulkan bahwa sistem kerja yang diterapkan di perusahaan tergolong kerja paksa. Buruh dipaksa bekerja 12 jam sehari, tujuh hari seminggu, tanpa waktu istirahat yang memadai.
Upah lembur para buruh tidak dibayarkan secara penuh sesuai ketentuan yang berlaku. Pembayaran ini seharusnya mengikuti PP 35 turunan UU Cipta Kerja dan aturan ketenagakerjaan lainnya.
"Nah, tentunya kami juga berharap bagi majelis hakim yang menangani pengadilan hubungan industrial terkait perselisihan hak antara huadi dengan buruh, itu bisa berpihak ke kawan-kawan buruh," kata Junaid.