Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kuasa Hukum Irman YL Ungkap Fakta Kuitansi Terkait Bahar Ngitung

-
Muhammad Nursalam (Kiri), Kuasa hukum Irman Yasin Limpo dan Andi Pahlevi. (Dok. IDN Times)
Intinya sih...
  • Sidang praperadilan IYL - Pahlevi kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar.
  • Kuasa hukum mengungkap fakta bahwa kuitansi pembiayaan Rp50 miliar tidak ditujukan kepada Bahar Ngitung.
  • Sorotan terhadap SPDP dan penetapan tersangka yang hanya ditujukan kepada Kejaksaan Tinggi, bukan secara langsung kepada tersangka.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Makassar, IDN Times - Sidang praperadilan yang diajukan Irman Yasin Limpo (IYL) alias None dan anggota DPRD Makassar A. Pahlevi, dalam kasus dugaan penipuan Rp50 miliar terhadap pengusaha Bahar Ngitung, kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Senin (12/22/2025).

Sidang berlangsung di Ruang Harifin Tumpa dengan agenda pembuktian para pihak serta pemeriksaan saksi ahli. Dalam sidang tersebut, total terdapat enam saksi yang hadir, terdiri dari dua saksi ahli dari pemohon, satu saksi ahli dari termohon, serta dua penyidik Polda Sulsel yang mengantarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan penetapan tersangka.

1. Saksi ahli perdata dan pidana dihadirkan.

-
Prof Dr. Hasbir selaku ahli perdata dan Dr. Hardianto Janggi sebagai ahli pidana, Senin (12/22/2025) (Dok. PN Makassar).

Dari pihak termohon, Polda Sulawesi Selatan menghadirkan satu saksi ahli, yakni Prof Dr. Said Karim. Sementara dari pihak pemohon, dihadirkan dua saksi ahli, masing-masing Prof Dr. Hasbir selaku ahli perdata dan Dr. Hardianto Janggi sebagai ahli pidana.

Kuasa hukum pemohon, Muhammad Nursalam, menjelaskan bahwa dalam persidangan tersebut masing-masing pihak menghadirkan alat bukti surat dan saksi.

“Agenda sidang hari ini adalah pembuktian para pihak dan pemeriksaan saksi, baik dari pemohon maupun termohon,” ujar Nursalam kepada IDN Times.

Nursalam mengungkapkan, berdasarkan fakta persidangan, terungkap bahwa kuitansi pembiayaan sebesar Rp50 miliar yang diajukan oleh termohon ternyata ditandatangani oleh Melati Sombe dan diterima oleh almarhum Andi Baso.

“Berdasarkan bukti dari termohon, kalau melihat kuitansi yang dijadikan bukti oleh penyidik maka yang menyerahkan uang adalah MS (Melati Sombe) dan yang menerima adalah pemilik yayasan lama yaitu Andi Baso jadi di kuitansi tidak ada nama BN (Bahar Ngitung),” jelasnya.

2. Klaim tidak ada bukti menunjukkan uang tersebut merupakan milik Bahar Ngitung

-
Suasana ruang sidang utama Harifin Tumpa PN Makassar, Selasa (8/10/2024) / (IDN Times : Darsil Yahya Mustari)

Ia menambahkan, Melati Sombe diketahui merupakan pegawai Bank BNI. Namun, menurutnya, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa uang tersebut merupakan milik Bahar Ngitung pengusaha yang menjadi pelapor dalam perkara dugaan penipuan Rp50 miliar ini.

“Yang ada hanya informasi bahwa Bahar Ngitung memiliki uang. Tapi di kuitansi itu jelas Melati yang menyerahkan dan Andi Baso yang menerima. Tidak ada penerimaan uang oleh Pahlevi maupun Irman Yasin Limpo,” tegas Nursalam.

Terkait lokasi penyerahan uang, Nursalam menyebut peristiwa tersebut terjadi di Bank BNI, saat Melati masih berstatus pegawai bank tersebut. Sementara Andi Baso, kata dia, saat itu sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan karena terjerat kasus korupsi.

3. Soroti SPDP dan penetapan tersangka

-
Irman Yasin Limpo. IDN Times/Aan Pranata

Selain itu, Nursalam juga menyoroti keterangan para saksi ahli pidana yang menegaskan bahwa penetapan tersangka dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) wajib diberitahukan secara langsung kepada tersangka.

“Baik saksi ahli dari termohon maupun pemohon menjelaskan bahwa SPDP dan penetapan tersangka wajib disampaikan kepada tersangka,” katanya.

Namun, berdasarkan bukti yang terungkap di persidangan, SPDP dan penetapan tersangka tersebut hanya ditujukan kepada Kejaksaan Tinggi, sementara tersangka hanya menerima tembusan.

“Padahal berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, SPDP wajib diberitahukan kepada kejaksaan, terlapor, pelapor, dan korban paling lambat tujuh hari sejak diterbitkan. Klien kami tidak pernah menerima surat secara langsung, hanya tembusan,” ungkapnya.

Nursalam menyebut, agenda sidang selanjutnya akan memasuki tahapan kesimpulan para pihak.

“Besok sidang dilanjutkan dengan penyampaian kesimpulan,” tutupnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us

Latest News Sulawesi Selatan

See More

Tilep Rp840 Juta dari Kasus Baznas, Eks Kajari Enrekang Jadi Tersangka

23 Des 2025, 23:06 WIBNews