Pasar Halal Dunia Rp21.000 Triliun, Indonesia Baru Sumbang 3,5 Persen

- Sejarah sertifikasi halal di Indonesia dimulai pada 1974 dan diperkuat dengan UU Nomor 33 Tahun 2014 serta PP Nomor 42 Tahun 2024.
- Pemerintah Indonesia menargetkan wajib sertifikasi halal untuk semua produk mulai Oktober 2026, termasuk makanan, minuman, kosmetik, dan tekstil.
- Sertifikasi halal bertujuan meningkatkan daya saing produk di pasar global dan memberikan jaminan kualitas bagi konsumen.
Makassar, IDN Times - Transaksi produk halal di dunia terus menunjukkan pertumbuhan signifikan, dengan nilai mencapai Rp21.000 triliun. Namun, kontribusi Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar, masih terbilang kecil.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Ahmad Haikal Hasan dalam Opening Ceremony Bulan Ekonomi dan Keuangan Syariah Provinsi Sulawesi Selatan 2025 di Baruga Phinisi KPwBI Sulsel, Rabu (1/10/2025).
Haikal menyoroti posisi Indonesia dalam pasar halal dunia. Dia menilai angka kontribusi yang masih 3,5 persen itu menunjukkan potensi besar negara untuk memperluas peran di sektor ini.
"Indonesia berapa? Rp6.200 triliun atau 3 - 3,5 persen dari total pasar global. Indonesia, negara dengan populasi umat Islam sedunia, kontribusi halal dunianya cuma 3,5 persen. Enggak jalan ini barang, Pak," kata Haikal di depan hadirin.
1. Sejarah sertifikasi halal di Indonesia

Haikal menjelaskan sertifikasi halal tercatat pada 1974. Saat itu, pemerintah memasukkan konsep halal dalam nomenklatur kesehatan di era Presiden Soeharto.
Selanjutnya, pada 2014 era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah menerbitkan UU Nonor 33 Tahun 2014 yang mewajibkan semua makanan, minuman, kosmetik, tekstil, dan barang konsumsi di Indonesia bersertifikat halal. Meski demikian, implementasi awal masih bersifat voluntary sehingga kepatuhan produsen belum maksimal.
Percepatan mulai terlihat pada era Presiden Joko Widodo, di mana pemerintah mengeluarkan PP Nomor 42 Tahun 2024. Pemerintah juga membentuk BPJPH setingkat kementerian, memperkuat pelaksanaan sertifikasi halal di seluruh Indonesia.
"Regulasi ini memberi payung hukum yang lebih kuat, sekaligus mempermudah pelaksanaan wajib sertifikasi halal secara bertahap," kata Haikal.
2. Pemerintah targetkan wajib sertifikasi halal 2026

Haikal mengatakan angka kontribusi Indonesia saat ini memang masih kecil. Namun, upaya percepatan sertifikasi halal dan penguatan ekosistem ekonomi halal terus dijalankan.
Pemerintah menargetkan implementasi wajib sertifikasi halal untuk semua produk. Produk tersebut termasuk makanan, minuman, kosmetik, dan tekstil, mulai Oktober 2026.
"Oktober 2026 itu bukan cuma makanan dan minuman saja tapi kosmetik juga ikut. Tekstil juga ikut. Bahkan dari sampo sabun odol itu ikut semua 2026," kata Haikal.
3. Sertifikasi halal tingkatkan daya saing dan jaminan kualitas produk

Menurut Haikal, langkah ini bertujuan memastikan seluruh produk Indonesia mematuhi regulasi halal yang berlaku. Selain itu, upaya ini juga meningkatkan daya saing produk di pasar global sekaligus memberikan jaminan kualitas, kesehatan, dan kebersihan bagi konsumen.
"Kolaborasi kita kuatkan, sosialisasi kita benarkan caranya, dan digitalisasi kita kuatkan untuk menuntut celah-celah fungsi, celah-celah orang penjahat yang mengambil keuntungan dari proses halal," kata Haikal.