Suket Bebas Corona Masuk Makassar Berpotensi Jadi Lahan Bisnis Baru

LBH menilai kebijakan itu tidak masuk akal

Makassar, IDN Times - Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan merespons rencana kebijakan baru Pemerintah Kota Makassar dalam penanganan COVID-19. Yaitu kewajiban surat keterangan bebas COVID-19 bagi semua orang yang ingin masuk ke Kota Makassar.

Kebijakan itu masih sementara digodok dan belum jelas kapan akan mulai diberlakukan.

"Kalau ini (kebijakan) harus diberlakukan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kegaduhan baru," kata Kepala Ombudsman RI Sulsel Subhan Djoer kepada IDN Times saat dihubungi IDN Times, Selasa (30/6).

Baca Juga: Masyarakat Keberatan Masuk Makassar Wajib Pakai Surat Bebas COVID-19

1. Kebijakan suket bebas COVID-19 berpotensi dimanfaatkan jadi lahan bisnis

Suket Bebas Corona Masuk Makassar Berpotensi Jadi Lahan Bisnis BaruPertemuan jajaran Pemkot Makassar bersama unsur Forkopimda. IDN Times/Pemkot Makassar

Subhan mengatakan, kegaduhan yang dimaksud antara lain maraknya penolakan dari masyarakat. Terutama bagi masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah.

Rencana kebijakan itu dianggap tidak populer. Sebab setiap hari ribuan orang dari luar daerah masuk untuk beraktivitas di Makassar. Mulai dari pedagang di sektor informal hingga pekerja formal atau pegawai swasta.

Menurut Subhan, kebijakan itu bakal membebani masyarakat. Bahkan tidak menutup kemungkinan rencana itu dijadikan oleh oknum tertentu sebagai peluang bisnis.

"Bisa jadi tujuannya pemerintah wali kota dan gubernur itu, misalnya untuk penerapan kebijakan ini bagus. Tapi di belakang jangan-jangan ternyata ada orang yang memanfaatkan ini (kebijakan) sebagai lahan bisnis," Subhan menerangkan.

2. Jika tidak jelas, kebijakan suket bebas COVID-19 bisa menyebabkan krisis kepercayaan

Suket Bebas Corona Masuk Makassar Berpotensi Jadi Lahan Bisnis BaruPj Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin. Humas Pemkot Makassar

Pemkot Makassar berencana menerapkan kebijakan suket bebas COVID-19 untuk menekan laju penyebaran COVID-19. Alasannya, karena Makassar merupakan episentrum sekaligus zona merah penyebaran kasus di Sulsel.

Subhan berharap kebijakan tersebut dikaji dan dipertimbangkan secara matang sebelum diterapkan. Pemerintah diminta melibatkan orang berkompeten dalam bidan keilmuan yang berhubungan dengan kondisi pandemik saat ini. Kebijakan yang tidak didahului sosialisasi dan edukasi juga akan memancing persepsi buruk masyarakat terhadap pemerintah.

"Kecuali kalau semua orang yang rutin keluar masuk itu terdata di dalam sistem. Seperti data base. Kemudian di-rapid test gratis oleh pemerintah," ucap Subhan.

3. Masyarakat akan menolak jika suket dikenakan biaya

Suket Bebas Corona Masuk Makassar Berpotensi Jadi Lahan Bisnis BaruAlat Rapid Test COVID-19 (Istimewa/Dok IDNTimes)

Menurut Subhan, suket bebas COVID-19 akan ditentang jika masyarakat mesti mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Misalnya, untuk mendapatkan surat itu harus disertai dengan rapid test yang harganya ratusan ribu rupiah.

Subhan khawatir banyak sektor yang lumpuh karena kebijakan diambil secara tergesa-gesa. Sebab jika diberlakukan, orang dari luar akan berpikir untuk masuk ke Makassar.

"Jangan karena di luar daerah terapkan ini, kita juga ikut terapkan kebijakan. Harus ada pertimbangan matang," katanya.

4. LBH menilai kebijakan suket bebas COVID-19 tidak masuk akal

Suket Bebas Corona Masuk Makassar Berpotensi Jadi Lahan Bisnis BaruPJ Wali Kota Makassar Prof Rudy Djamaluddin usai memimpin apel bersama di pelataran Pelabuhan Paotere, Makassar. IDN Times/Pemkot Makassar

Terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Haswandy Andy Mas mengatakan, rencana kewajiban suket bebas COVID-19 cenderung tidak jelas dan tidak masuk akal. Dia menyebut rencana itu tidak sesuai dan tidak tepat konteks dalam pencegahan COVID-19.

"Kita lihat dulu tujuannya, apakah untuk mencegah agar virus menyebar. Sementara episentrum virus ini kalau di Sulsel di Makassar. Nah, logika idelanya, seharusnya yang menerapkan itu adalah daerah-daerah lain bukan Kota Makassar. Karena disini itu episentrum," Haswandy menerangkan.

Selain itu, Haswandy menilai prosedur atau mekanisme mendapatkan suket bebas COVID-19 juga belum jelas. Termasuk, misalnya, siapa yang terlibat dan pihak mana yang bertanggung jawab jika program itu tidak sesuai target. Di sisi lain, potensi manipulasi data dan menjadikannya lahan bisnis baru juga cukup besar.

"Mau melindungi warganya, tapi di sisi lain warga lainnya terbebani. Jadi memang tidak nyambung. Tidak ada gunanya itu barang (kebijakan), tidak ilmiah, tidak berbasis pengetahuan. Apalagi kalau ini berbayar, seharusnya pemerintah menanggung semua beban warga," katanya.

Baca Juga: Surat Bebas COVID-19 Tidak Melarang Mobilitas Masyarakat di Makassar

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya