Reklamasi Pantai Losari Biang Keladi Kerusakan Parah Daerah Pesisir 

Sekaligus memperburuk kondisi kehidupan masyarakat pesisir

Makassar, IDN Times - Proyek reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) di kawasan Pantai Losari Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) hingga kini masih menuai kritik dari berbagai pihak. Pasalnya proyek ini telah mengakibatkan kerusakan parah di pesisir pantai sekaligus memperburuk kondisi kehidupan masyarakat pesisir.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel adalah satu dari sekian banyak pihak yang kerap melontarkan kritik terhadap pembangunan mega proyek itu. Walhi menilai sudah banyak kerusakan yang ditimbulkan. 

1 Abrasi di Pantai Galesong dan sulitnya nelayan menangkap ikan

Reklamasi Pantai Losari Biang Keladi Kerusakan Parah Daerah Pesisir Wilayah terdampak abrasi di Desa Sampulungan, Kecamatan, Galesong Utara, Kabupaten Takalar / Sekdes Sampulungan

Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, mengatakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari proyek reklamasi CPI ialah terjadinya abrasi parah di Pantai Galesong, Kabupaten Takalar akibat aktivitas penambangan pasir laut. Pasir dari daerah tersebut digunakan pada proyek reklamasi. Dia menyebutkan ada beberapa titik abrasi di 7 desa di Kecamatan Galesong.

Terjadinya abrasi yang bermula dari 2018 lalu ini disebut Amin kian masif dan begitu terasa. Bahkan abrasi telah memberikan efek yang sangat buruk bagi pemukiman masyarakat pesisir di sana. Parahnya lagi, bencana abrasi ini masih terjadi hingga awal 2020 lalu dan warga setempat terancam kehilangan tempat tinggal.

"Jadi ini proyek yang sudah lama tetapi efeknya masih ada sampai sekarang. Dalam catatan kita memang dari 201 rumah yang mengalami kerusakan akibat abrasi di 2019 itu, sampai sekarang juga belum mengalami perbaikan dari pihak pemerintah sebagaimana pernyataan warga setempat," katanya.

Selain di Galesong, Amin mengatakan, dampak parah reklamasi juga terjadi di sepanjang Kanal Jongaya yang menghubungkan Kampung Nelayan di Kecamatan Mariso ke Pantai Losari. Dari pantauan Walhi, saat ini sirkulasi air di Kanal Jongaya sudah tidak berfungsi sebagaimana sebelum adanya aktivitas reklamasi di Makassar. 

Lebih jauh, jelas Amin, kondisi buruk semakin diperparah dengan adanya pembangunan jembatan yang juga menambah perubahan dan hilangnya sirkulasi air di sepanjang kanal tersebut. Dampaknya adalah aktivitas nelayan menjadi terhambat akibat tidak berfungsinya sirkulasi air Kanal Jongaya. Nelayan pun jadi sulit mengakses laut untuk mencari ikan.

"Selain itu juga ada sedimentasi yang semakin banyak di Kanal Jongaya. Itu akibat kegiatan reklamasi waktu tahun 2018 dan diperparah dengan pembangunan jembatan yang diinisiasi oleh pengembang dalam hal ini PT Ciputra," kata Amin lagi.

2. Proyek reklamasi dinilai mengabaikan kaidah lingkungan

Reklamasi Pantai Losari Biang Keladi Kerusakan Parah Daerah Pesisir Kawasan reklamasi CPI di Makassar. Dok. IDN Times/Google earth

Walhi sangat menyayangkan sikap Gubernur Sulsel, yang kala itu masih dijabat oleh Syahrul Yasin Limpo, karena telah memberikan izin kepada Ciputra untuk melakukan reklamasi di kawasan Pantai Losari Makassar.

Walhi menuding mereka sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kondisi kerusakan pesisir, terutama di daerah Pantai Galesong dan Pantai Losari. Selain itu juga, kata Amin, tidak bisa dinafikan bahwa ada praktik pembangunan yang tidak mengikuti kaidah lingkungan hidup. 

"Misal dalam perencanaan itu mereka tidak menyusun dokumen lingkungan di mana mereka harus membangun kanal baru sebelum membangun reklamasi. Ada banyak dokumen perencanaan yang dibuat di dalam dokumen AMDAL yang tidak ditaati dan dipatuhi oleh pihak pengembang," Amin menerangkan.

Pembangunan proyek reklamasi ini disebut Amin sudah keliru sejak awal. Walhi sendiri telah beberapa kali memperingatkan bahwa ada risiko yang sangat besar dari pembangunan proyek yang disebut prestisius ini. Namun faktanya, pemerintah bersama pengembang kelas kakap tetap kukuh melakukan reklamasi.

Salah satu hal yang menurut Walhi salah ialah, perusahaan pengembang tidak menjalankan kaidah lingkungan hidup dalam proses pembangunan proyek itu. Makanya bukan Walhi saja, namun banyak pihak lain yang juga menginginkan agar reklamasi ini dihentikan sementara. Misalnya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, hingga Ketua DPRD Sulsel.

"Namun perusahaan dan waktu itu pemerintah tidak menjalankan rekomendasi yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga terkait. Ini yang membuat akhirnya reklamasi itu menimbulkan masalah yang tidak ada akhirnya," ujar Amin.

Baca Juga: Nurdin Abdullah Persilakan GMTD Ajukan Izin Reklamasi Tanjung Bunga

3. Di jaman Gubernur Nurdin Abdullah mencuat wacana reklamasi pesisir Tanjung Bunga

Reklamasi Pantai Losari Biang Keladi Kerusakan Parah Daerah Pesisir Kawasan Tanjung Bunga Makassar. Dok. IDN Times/Google Earth

Pada akhir 2019 lalu, PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) juga dikabarkan akan mengajukan izin untuk melakukan reklamasi di pesisir Tanjung Bunga Makassar. Namun, kata Amin, pihaknya belum menemukan tindak lanjut baik dari pihak perusahaan maupun pemerintah. Artinya, hal ini masih sebatas wacana.

Meski begitu, Amin menyarankan bahwa sebaiknya pemerintah belajar dari pengalaman sebelumnya. Pemerintah juga sebaiknya lebih mengutamakan penyelesaian masalah yang disebabkan oleh kegiatan tambang pasir dan reklamasi tahun 2017 terkait dengan proyek CPI dibanding dengan memulai proyek reklamasi baru.

"Jadi saya berharap bahwa pemerintah bisa bersikap bijaksana untuk lebih mengutamakan penyelesaian masalah akibat proyek CPI ketimbang harus melakukan aktivitas reklamasi ke pihak yang lain," kata Amin.

Tidak bisa dipungkiri bahwa proyek reklamasi CPI sudah terlanjur berjalan dan telah menghasilkan sejumlah kerusakan lingkungan. Jika masih berlanjut, kata Amin, maka dikhawatirkan akan menimbulkan masalah berkepanjangan serta daya rusak yang lebih besar. Sebab menurut Amin, proyek reklamasi tidak akan pernah selesai jika tidak ada upaya perbaikan lingkungan.

Karenanya, Walhi Sulsel, kata Amin, berharap pemerintah bersedia mendesak perusahaan pengembang untuk bertanggung jawab secara total terhadap seluruh kerugian dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan proyek reklamasi ini. 

"Kalau pun tidak mampu, jalan yang paling adil menurut saya adalah dengan mengambil alih seluruh aset atau seluruh daratan yang telah direklamasi tadi lalu kemudian dikembangkan menjadi daerah publik yang bisa dinikmati dan bisa diakses oleh semua pihak termasuk kelompok nelayan yang menjadi korban dari proyek reklamasi tersebut."

Baca Juga: Menginap di Makassar, Wapres Soroti Bau Busuk di Pantai Losari

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya