Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

LBH Makassar Catat 46 Kasus Kekerasan Perempuan, Anak, dan Disabilitas di 2025

-
Koordinator Bidang Hak Perempuan, Anak dan Disabilitas, LBH Makassar Ambara Dewita Purnama didampingi Hutomo Mandala Putra, Koordinator Bidang Hak Sipil dan Politik saat konferensi pers catatan akhir tahun (Catahu) 2025 LBH Makassar di Jalan Nikel, Rabu (24/12/2025) IDN Times / Darsil Yahya

Makassar, IDN Times - Sepanjang tahun 2025, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mencatat pendampingan terhadap 202 kasus. Sebanyak 46 di antaranya merupakan kasus pada bidang perempuan, anak, dan disabilitas, yang menjadi korban kekerasan.

Koordinator Bidang Hak Perempuan, Anak dan Disabilitas, LBH Makassar Ambara Dewita Purnama menjelaskan kasus tersebut didominasi oleh kekerasan terhadap perempuan yakni 25 kasus dengan jumlah 44 korban. Kemudian kekerasan terhadap anak delapan kasus dengan 12 korban anak-anak, dan kekerasan berbasis gender dua kasus dengan tiga korban ragam gender.

"Dari 46 kasus kekerasan tersebut, kami mencatat ada kejahatan integritas tubuh, sebanyak 11 kasus kekerasan seksual dengan tiga korban anak usia empat, 13 dan 14 tahun," kata Ambara saat konferensi pers catatan akhir tahun (Catahu) 2025 LBH Makassar di Sekretariat LBH Makassar, Rabu (24/12/2025).

1. Pelaku kekerasan seksual dari orang-orang terdekat

-
ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Ambara mengungkapkan, sebelas kasus kekerasan seksual tersebut meliputi pemerkosaan, persetubuhan yang mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan, pemaksaan pengguguran kandungan, pencabulan terhadap anak, pelecehan seksual fisik. "Dan kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) yang berujung pada pemerasan terhadap korban," ucapnya.

Modus yang digunakan pelaku pun beragam, mulai dari pemanfaatan kedudukan yang menimbulkan relasi timpang antara pelaku dan korban, bujuk rayu, iming-iming, penyesatan, intimidasi, penguntitan, penyerangan terhadap identitas dan ekspresi gender korban. Adapula, kata Ambara, ancaman-ancaman kekerasan yang berlanjut jika korban berani menolak permintaan atau melawan pelaku.

"Pelaku kekerasan seksual merupakan orang-orang terdekat korban, terdiri dari rekan kerja, dosen Pembimbing Akademik, termasuk oknum penyidik BNN hingga yang paling parah kakak kandung sendiri," jelasnya.

Selain itu, terdapat 12 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam bentuk kekerasan fisik berupa penganiayaan menggunakan senjata tajam, penelantaran anak dan istri dengan modus tidak memberi nafkah, menguasai penghasilan istri, melarang istri bekerja tapi tidak juga memenuhi kebutuhannya.

"Atau membatasi korban bekerja agar ekonominya bergantung dan terkendali, yang semuanya menciptakan ketergantungan ekonomi hingga akhirnya korban tidak mampu mengambil keputusan terbaik bagi dirinya sendiri dan anaknya agar memperoleh ruang aman dan rasa aman," tuturnya.

2. Kekerasan pada anak juga terjadi pasca aksi Agustus 2025

-
Sekretariat LBH Makassar di Jalan Nikel I Blok A22 No. 18, Kelurahan Ballaparang, Kecamatan Rappocini, Rabu (24/12/2025). IDN Times / Darsil Yahya

Kekerasan negara juga masih berlangsung terhadap anak. Ambara menyatakan pasca-aksi Agustus 2025, aparat kepolisian melakukan tindakan represif terhadap Anak Berhadapan Hukum (ABH). Pola penangkapan acak, pengerahan kekuatan aparat yang tidak proporsional pada saat melakukan penangkapan, penganiayaan fisik dalam pemeriksaan, pemaksaan pengakuan,

"Serta penunjukan penasihat hukum yang tidak diketahui latar belakangnya telah mencederai prinsip keadilan," kata Ambara.

Menurutnya, kekerasan aparat terhadap ABH ini berdampak pada terlanggarnya hak atas perlindungan anak, hak atas bantuan hukum yang layak, hak bebas dari kekerasan fisik/penyiksaan, dan hak atas pendidikan yang terputus akibat proses hukum yang dipaksakan. 

Tak hanya itu, ia juga menyebut ruang sipil bagi perempuan di dunia maya juga mengalami penyempitan. Upaya doxing terhadap perempuan seperti Chiki dan Zara menjadi alat baru untuk membungkam kritik. Chiki melalui unggahan video terkait aksi demonstrasi yang terjadi pada Agustus 2025, dan Zara melalui opini pribadi terhadap konten influencer.

"Pelaku melakukan penelusuran identitas, penyebaran data pribadi, serta pengaitan antara identitas digital dan keberadaan fisik. Dalam kasus Chiki, penjangkauan dilakukan melalui lingkar sosialnya untuk menanyakan lokasi terkini," ucapnya.

Sementara dalam kasus Zara, data pribadi digunakan secara langsung sebagai alat ancaman. Perbuatan tersebut telah melanggar hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta hak atas privasi dan keamanan data pribadi.

"Akibatnya, kedua korban mengalami tekanan psikologis yang signifikan, termasuk stres akut, ketakutan, dan perasaan terisolasi," tandasnya.

3. Terjadi juga di Takalar dan Bantaeng

-
Wakil Kepala Divisi Advokasi LBH Makassar, Mirayati Amin saat konferensi pers catatan akhir tahun (Catahu) 2025 di Sekret Jalan Nikel I Blok A22 No. 18, Kelurahan Ballaparang, Kecamatan Rappocini, Rabu (24/12/2025). IDN Times / Darsil Yahya

Ambara mengatakan, alih-alih mendapatkan perlindungan cepat, korban justru dipaksa melakukan langkah-langkah perlindungan mandiri, seperti menonaktifkan akun media sosial atau mencari ruang aman secara informal.

"Pola ini menunjukkan bahwa beban perlindungan masih diletakkan pada korban, bukan pada sistem atau pelaku kekerasan," ujarnya.

Ancaman lain terhadap Perempuan terjadi di Garis Depan Konflik Sumber Daya Alam. Perempuan di Tamalanrea, Takalar, dan Torobulu memimpin perlawanan terhadap proyek PLTSa, ekspansi perkebunan, dan tambang demi lingkungan yang sehat untuk keberlangsungan hidup.

Namun, mereka justru dibalas dengan intimidasi, kekerasan aparat dan kriminalisasi seperti yang dialami Haslilin melalui tuduhan menghalangi kegiatan pertambangan. Ancaman-ancaman yang dihadapi perempuan menimbulkan trauma serta mempersempit ruang aman perempuan dalam menyuarakan haknya.

Selain itu, terdapat pula perjuangan buruh perempuan di Kabupaten Bantaeng, ia menghadapi kondisi kerja yang dialami oleh di pabrik PT Huadi Nickel Alloy Indonesia, diterapkannya jam kerja mencapai 12 jam per hari tanpa persetujuan buruh yang akhirnya berkontribusi pada tiga kali keguguran yang dialami selama bekerja. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us

Latest News Sulawesi Selatan

See More

35 KK dari Jawa Transmigrasi ke Sidrap, Permukiman Baru Siap Huni

27 Des 2025, 21:18 WIBNews