Kriminolog UIN: Polisi Jangan Berhenti Hanya pada Empat Pelaku Kasus Bilqis

- Polisi harus telusuri jejak media sosial. Sindikat perdagangan anak berkomunikasi lewat Facebook dan TikTok untuk memperdagangkan anak-anak secara ilegal.
- Kasus Bilqis hanyalah satu dari sekian banyak kasus perdagangan anak yang mungkin tidak terungkap. Motif ekonomi kuat menjadi pemicu kejahatan ini.
- Peringatan untuk orang tua. Orang tua harus memperhatikan betul aspek keamanan anak dan waspada terhadap praktik adopsi anak ilegal yang dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan anak.
Makassar, IDN Times - Pakar hukum pidana sekaligus kriminolog Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Dr. Rahman Syamsuddin, menilai kasus penculikan dan penjualan anak berusia 4 tahun, Bilqis, masih menyimpan banyak misteri. Ia mendesak polisi untuk tidak berhenti pada empat tersangka yang sudah diamankan.
“Saya tidak yakin kalau sindikat ini cuma empat orang. Masih banyak jaringan-jaringan lain yang harus dibongkar. Kalau polisi mau memperbaiki citra dan nama baiknya, ya harus diungkap semua,” kata Rahman kepada IDN Times, Selasa (11/11/2025).
1. Polisi harus telusuri jejak media sosial

Rahman juga menyoroti pentingnya penelusuran akun media sosial para pelaku. Berdasarkan hasil penyelidikan, sindikat ini diketahui berkomunikasi lewat media sosial untuk memperdagangkan anak-anak.
“Ya, itu harus ditelusuri. Kalau penyidik mau kembangkan lebih lanjut, bisa juga dikenakan pasal tambahan dari Undang-Undang ITE, selain pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” jelasnya.
Menurutnya, pengembangan digital forensik menjadi kunci untuk menelusuri lebih jauh jaringan pelaku yang kemungkinan masih aktif di berbagai platform media sosial.
2. Kasus yang tak berdiri sendiri.

Rahman menilai, kasus Bilqis hanyalah satu dari sekian banyak kasus perdagangan anak yang mungkin tidak terungkap. Ia mengapresiasi langkah cepat kepolisian yang berhasil menyelamatkan Bilqis di Jambi, namun menekankan agar penyidikan tak berhenti di permukaan.
“Dalam teori kriminologi, kejahatan seperti ini muncul karena adanya faktor eksternal dan internal. Ada iming-iming uang. Dari informasi yang saya baca, pelaku dijanjikan sekitar Rp30 juta, tapi yang diakui hanya Rp3 juta. Ini jelas ada motif ekonomi yang kuat,” ujarnya.
3. Peringatan untuk orangtua

Sebagai kriminolog sekaligus orangtua, Rahman juga menyampaikan pesan penting bagi keluarga agar lebih waspada terhadap keselamatan anak-anak mereka.
“Dalam ilmu victimologi, korban kadang muncul karena kelalaian kita. Maka orangtua harus memerhatikan betul aspek keamanan anak. Kalau pengawasan melekat, penculikan seperti ini sulit terjadi,” ujarnya.
Ia juga menyinggung soal maraknya praktik adopsi anak secara ilegal yang kerap dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan anak.
“Banyak keluarga ingin mengadopsi anak tapi tidak paham prosedurnya. Di situ pelaku memanfaatkan celah, menawarkan anak lewat cara-cara ilegal. Orang tua harus berhati-hati,” pesan Rahman.
Kasus Bilqis bermula dari hilangnya seorang bocah perempuan berusia empat tahun di Taman Pakui Sayang, Makassar, pada 2 November 2025. Setelah sepekan pencarian, Bilqis ditemukan selamat di kawasan permukiman Suku Anak Dalam (SAD), Jambi, pada 8 November 2025.
Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk perempuan yang disebut sebagai pembeli anak tersebut. Mereka adalah Sri Yuliana (30) warga Makassar, wanita asal Sukoharjo, Jawa Tengah, bernama Nadia Hutri (29). Meriana (42) dan Adit Prayitno Saputro (36), warga Kelurahan Pematang Kadis Bangko, Kecamatan Merangin, Jambi.













