Ancaman Jadi Peluang, Unhas Latih Warga Olah Ikan Sapu-Sapu Jadi Pakan Ternak

- Penyelesaian masalah lingkungan dan ekonomi
- Inovasi pengolahan ikan sapu-sapu menjadi pakan ternak mampu mengendalikan populasi ikan dan memangkas biaya produksi hingga 70-80 persen.
- Pendekatan interaktif dan ilmiah
- Pelatihan tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga menciptakan peluang usaha baru yang berbasis potensi lokal.
- Sinergi lapangan dan komunitas
- Dukungan dari Laboratorium Lapangan Program Studi Agribisnis Peternakan Fakultas Vokasi Unhas menjadi kunci keberhasilan kegiatan dalam mendorong kemandirian ekonomi masyarakat desa.
Makassar, IDN Times - Universitas Hasanuddin menghadirkan solusi inovatif bagi persoalan lingkungan dan ekonomi warga Kelurahan Limpomajang, Kabupaten Soppeng. Melalui program pengabdian masyarakat bertajuk PPMU-PPUPIK Pellet Pakan Ternak Berbasis Ikan Sapu-Sapu, Unhas melatih warga mengolah ikan sapu-sapu—yang selama ini dianggap hama—menjadi bahan baku pakan ternak bernilai ekonomis.
Program ini merupakan bagian dari skema Pengembangan Usaha Produk Intelektual Kampus (PPMU-PPUPIK) yang diinisiasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unhas. Kegiatan pelatihan berlangsung pada Sabtu, 19 Juli 2025, dan dibuka secara resmi oleh Kepala Kelurahan Limpomajang, Hasanuddin.
“Selama ini kami tidak tahu bagaimana mengolahnya agar bernilai jual, bahkan untuk dijadikan pakan pun kami tidak punya peralatan yang memadai,” ujar Hasanuddin dalam siaran persnya, Kamis (24/7/2025).
1. Solusi dua masalah sekaligus

Keberadaan ikan sapu-sapu di perairan sekitar Danau Soppeng selama ini menjadi keluhan utama nelayan. Ikan ini merusak alat tangkap, bersaing dengan ikan budidaya, dan mencemari lingkungan. Ironisnya, ikan ini juga tak diminati sebagai konsumsi karena rasanya yang kurang digemari. Di sisi lain, para peternak di wilayah tersebut harus menghadapi mahalnya harga pakan komersial, yang membebani biaya produksi mereka.
Melalui pendekatan Unhas, dua masalah tersebut dijawab sekaligus. Pelatihan pengolahan ikan sapu-sapu menjadi pelet pakan ternak tak hanya membantu mengendalikan populasinya, tetapi juga menyediakan alternatif pakan yang jauh lebih murah.
Inovasi ini, menurut hasil simulasi tim pengabdian, mampu memangkas biaya produksi ternak hingga 70–80 persen. Warga pun menyambut antusias kegiatan ini, yang memadukan ilmu praktis dan pendekatan pemberdayaan berbasis potensi lokal.
2. Pendekatan interaktif dan ilmiah

Ketua Tim Pengabdian, Agustina Abdullah, menekankan bahwa pelatihan tidak sekadar mengajarkan keterampilan teknis. Melainkan juga membangun kapasitas sosial dan ekonomi masyarakat.
“Kami ingin memberdayakan masyarakat tidak hanya secara teknis, tetapi juga menciptakan peluang usaha baru yang berbasis potensi lokal,” ujar Agustina.
Pelatihan mencakup penyusunan ransum pakan, teknik izinedar, hingga proses pengemasan produk. Kegiatan diawali dengan pre-test untuk mengukur pengetahuan awal peserta. Suasana pelatihan berlangsung semarak dan interaktif. Masyarakat terlihat aktif mengikuti sesi diskusi maupun praktik langsung.
Pendekatan ini mengubah cara pandang warga terhadap ikan sapu-sapu yang selama ini dicap “musuh dan predator” menjadi sumber daya potensial dengan nilai tambah ekonomi.
3. Sinergi lapangan dan komunitas

Program ini turut mendapat dukungan dari Laboratorium Lapangan Program Studi Agribisnis Peternakan Fakultas Vokasi Unhas yang berlokasi di Kampus Soppeng. Kolaborasi antara tim pengabdian, laboratorium, dan komunitas lokal disebut menjadi kunci keberhasilan kegiatan.
Universitas Hasanuddin melalui LPPM menegaskan komitmennya dalam mendorong kemandirian ekonomi masyarakat desa melalui sinergi antara perguruan tinggi dan warga. Inisiatif ini diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola potensi lokal secara berkelanjutan.
Selain mendorong lahirnya usaha mikro berbasis pakan ternak alternatif, program ini sekaligus memperlihatkan peran strategis kampus dalam menyelesaikan persoalan riil masyarakat secara ilmiah, praktis, dan aplikatif.