Pelapor Dua Guru Luwu Utara Buka Suara: Bermula dari Aduan Siswa

Makassar, IDN Times - Pelapor kasus dua guru SMA di Luwu Utara, Faisal Tanjung, membeberkan kronologi awal pengaduan yang kemudian berujung pada proses hukum terhadap Abdul Muis dan Rasnal. Dia mengaku laporan yang dilayangkan ke kepolisian bermula dari aduan langsung seorang siswa.
Faisal menceritakan seorang siswa datang melapor karena rapor disebut tidak akan diberikan sebelum uang komite dibayar. Dari keterangan siswa tersebut, muncul dugaan adanya tekanan dalam proses penagihan iuran komite.
"Jadi pada saat itu, ada siswa yang datang ke saya, mengadu terkait komite, komite di sekolahnya pungutan. Jadi dengan alasannya bahwa ketika belum membayar uang komite, maka rapor-rapor itu tidak diserahkan," kata Faisal dalam wawancara IDN Times via telepon, Sabtu (15/11/2025).
1. Sempat klarifikasi ke pihak sekolah sebelum melapor

Sebelum membuat laporan, Faisal mengaku sudah menindaklanjuti klarifikasi terlebih dahulu. Dia mendatangi rumah Abdul Muis yang saat itu tercatat sebagai pengurus komite sekolah. Di sana, dia mempertanyakan dasar pungutan komite yang diberlakukan kepada orangtua siswa.
Menurut Faisal, Abdul Muis menjelaskan bahwa dana tersebut merupakan sumbangan untuk kebutuhan sekolah dan guru honorer. Namun dia menilai penyebutan sumbangan tidak tepat karena nominal iuran ditetapkan secara baku.
"Saya tanya lagi, kenapa bisa sumbangan Pak? Kalau saya tahu sumbangan itu tidak dipatok. Kenapa ini dipatok? Karena di sekolah yang saya dapat itu ada yang bayar Rp30.000 dari kelas 1 sampai kelas 2 itu Rp30.000, kelas 3 itu Rp20.000," terang Faisal.
2. Laporan dugaan pungli dilayangkan setelah berujung perdebatan

Dari situ, Faisal menilai praktik tersebut tidak sesuai dengan prinsip sumbangan sukarela yang semestinya tidak memiliki batasan nominal maupun kewajiban membayar. Perdebatan saat klarifikasi itu kemudian menjadi salah satu pemicu dia melanjutkan persoalan ke ranah hukum.
Faisal menyampaikan laporan terkait dugaan pungutan itu diajukan ke Polres Luwu Utara pada awal 2022. Saat itu, dia masih menjabat sebagai Ketua Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia (BAIN HAM RI) Kabupaten Luwu Utara periode 2020-2022. Saat ini, dia tak lagi menjadi pengurus di lembaga tersebut.
Dia menegaskan laporan ke kepolisian tidak dibuat atas nama pribadi, melainkan membawa mandat lembaga advokasi yang dipimpinnya. Menurut dia, langkah tersebut diambil setelah mengumpulkan keterangan awal dan bahan yang dinilai cukup untuk diteruskan sebagai laporan resmi.
"Saya klarifikasi dulu ke komitenya itu, ke gurunya. Begitu saya sempat konfirmasi, saya sampaikan bahwa kita ini melanggar, Pak, melanggar regulasi. Seakan-akan tidak terima pelanggaran itu, jadi dia tantang saya. Kalau memang saya melanggar, silakan ke polisi melapor," kata Faisal.
3. Mencari bukti sebelum memutuskan melapor

Laporan tersebut kemudian masuk ke ranah penegakan hukum dan diproses oleh aparat terkait. Proses itu menjadi awal perkara yang menjerat Abdul Muis dan Rasnal hingga mencapai putusan Mahkamah Agung, sebelum keduanya akhirnya memperoleh rehabilitasi dari Presiden.
Menurut Faisal, proses sejak laporan dibuat hingga tahap pengumpulan informasi berlangsung sekitar tiga bulan. Selama periode itu, dia menelusuri berbagai keterangan untuk melengkapi bukti dugaan pungutan liar.
"Kan tidak mungkin juga saya melapor kalau tidak ada barang bukti yang saya bawa, termasuk screenshot, yang saya sebut itu bahwa ancaman salah satu guru itu, seakan-akan tidak akan memberikan raportnya kalau belum membayar ruang komite," kata Faisal.
















