Masyarakat Adat Pamona di Luwu Timur Tergusur Kebun Sawit PTPN

PTPN XIV Luwu Timur diminta bertanggungjawab

Makassar, IDN Times - Masyarakat adat Pamona di Desa Panca Karsa, Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menuntut dan mendesak agar PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV segera menghentikan perampasan lahan untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit.

Hal tersebut diungkapkan Koordinator Masyarakat Adat Pamona, Evi, kepada jurnalis dalam konferensi pers bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulsel di Makassar, Senin (23/11/2020).

"Kami juga menuntut ganti rugi atas lahan kami yang sudah diserobot," kata Evi.

1. Tanah masyarakat adat diklaim masuk dalam lahan HGU

Masyarakat Adat Pamona di Luwu Timur Tergusur Kebun Sawit PTPNMasyarakat adat Pamona, Desa Pancakarsa, Kecamatan Mangkutana, Luwu Timur, didampingi WALHI Sulsel dalam ekpos dugaan penyerobotan lahan. IDN Times/Sahrul Ramadan

Evi menuturkan kronologis awal dugaan penyerobotan lahan untuk perkebunan kelapa sawit oleh PTPN XIV Luwu Timur. Kata Evi, tanah masyarakat adat di Desa Panca Karsa seluas 938 hektare. Pada tahun 1986, PTPN berupaya masuk kemudian mengklaim bahwa tanah seluas 814 hektare adalah milik perusahaan.

Klaim tersebut, kata Evi, dituangkan dalam surat hak guna usaha (HGU) perusahaan. Setahun kemudian, pihak perusahaan mulai menanam kelapa sawit. "Kami sudah memperjuangkan lahan kami itu lebih dari 30 tahun. Tanah kami itu sudah kami kelola secara turun temurun jauh sebelum PTPN masuk," ungkap Evi.

Dalam upaya dugaan penyerobotan tersebut, kata Evi, sama sekali tidak ada sosialisasi dan pemberitahuan kepada masyarakat bahwa perusahaan bakal masuk mengambilalih lahan untuk kebutuhan perusahaan. "Tanah kami adalah tanah yang masuk dalam kategori hak ulayat," jelas Evi.

2. Lahan pertanian dan perkebunan produktif rusak karena upaya penyerobotan lahan

Masyarakat Adat Pamona di Luwu Timur Tergusur Kebun Sawit PTPNKondisi lahan masyarakat adat Pamona dan warga Desa Pancakarsa, lahannya diduga diserobot perusahaan. IDN Times/Istimewa

Evi mengungkapkan, upaya penyerobotan yang dilakukan perusahaan sejak puluhan tahun lalu itu, sempat diimbangi dengan penolakan masyarakat adat Pamona. Masyarakat adat berupaya menghentikan alat berat perusahaan yang mulai menyerobot lahan pertanian dan perkebunan warga.

Perjuangan warga mempertahankan lahan, jelas Evi, dihalang-halangi oleh orang-orang yang mereka duga sebagai suruhan perusahaan dan oknum aparat. Bahkan, kata Evi, masyarakat mengaku diintimidasi. Tekanan psikologis tersebut membuat warga saat itu hingga kini tertekan. Lahan yang diperjuangkan belum mendapat kejelasan dari perusahaan.

Akibat dari pengambilalihan lahan, tanaman seperti umbi-umbian dan kebutuhan lainnya dirusak oleh alat berat milik perusahaan. "Kami sebagai masyarakat sudah sangat resah karena perusahaan merusak tanaman produktif kami yang sudah jadi sumber penghidupan masyarakat sehari-hari di sana," ujar Evi.

Evi lebih jauh mengatakan, sejak saat itu pihak perusahaan seolah-olah lepas tangan dan terus menyerobot tanah milik masyarakat. Sebagian besar masyarakat yang sebelumnya meladang dan berkebun terus berjuang. Perjuangan di tempuh dengan melapor ke pemerintah desa hingga ke DPRD Luwu Timur.

"Tapi sejak saat itu sampai ke kami di generasi kedua masyarakat ada Pamona, belum sama sekali mendapatkan kejelasan. Tidak ada respons dari pemerintah apalagi perusahaan yang sampai sekarang masih terus beroperasi," ungkap Evi.

3. Warga desa ikut menjadi korban penyerobotan lahan

Masyarakat Adat Pamona di Luwu Timur Tergusur Kebun Sawit PTPNKondisi lahan masyarakat adat Pamona dan warga Desa Pancakarsa, lahannya diduga diserobot perusahaan. IDN Times/Istimewa

Tedy, warga lain dari Desa Panca Karsamengaku, pada 11 September 2020 lalu, empat unit ekskavatorPTPN masuk merusak area perkebunannya seluas 1,5 hektare. "Di lahan itu kami menanam merica, cokelat, pala," ujar Tedy dalam konferensi pers yang sama. Tedy dan keluarganya sudah berupaya untuk menuntut ganti rugi ke pihak PTPN.

"Tapi kami dibilangi bodoh, bilangi kami penipu dan mereka bilang kalau mau menuntut silakan menuntut ke pengadilan," jelas Tedy.

Diakui Tedy, bukan hanya dia yang menjadi korban penyerobotan lahan perusahaan. Ada ratusan warga lain di desanya yang turut menjadi korban.

Baca Juga: Tanggul PT Vale di Luwu Timur Rusak Akibat Hujan Lebat 

4. Masyarakat adat dan warga desa hendak memanfaatkan lahan sisa yang diklaim perusahaan namun tetap tergusur

Masyarakat Adat Pamona di Luwu Timur Tergusur Kebun Sawit PTPNKondisi lahan masyarakat adat Pamona dan warga Desa Pancakarsa, lahannya diduga diserobot perusahaan. IDN Times/Istimewa

Terpisah, Direktur Eksekutif WALHI Sulsel Muhammad Al Amin mengungkapkan, lahan 814 hektare yang diklaim hanya mampu dikelola oleh PTPN sebesar 514 hektare. Sertifikat HGU perusahaan, kata Amin, diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Luwu Timur di tahun 1995.

"Nah ini yang janggal. Kalau merunut kasus ini, mengelola sebelum HGU diterbitkan. Apalagi mengklaim bahwa tanah ulayat masyarakat adat adalah tanah perusahaan yang sampai saat ini tidak sama sekali diganti rugi oleh perusahaan," tegas Amin.

Sisa lahan 300 hektare lebih yang diklaim PTPN, dimanfaatkan kembali oleh masyarakat adat dan warga desa lainnya untuk menanam. Mereka menyambung hidup dari hasil tanam di tanah yang dimanfaatkan. Mei 2020 lalu, masyarakat yang memanfaatkan lahan tersebut kembali tergusur.

"Artinya, 500 lebih hektare lahan masyarakat ada belum selesai diganti rugi, lahan masyarakat yang dimanfaatkan kembali itu juga akhirnya digusur oleh perusahaan. Belum selesai dua masalah itu, perusahaan kembali menyerobot tanah di desa lainnya. Yaitu di Desa Wonorejo tetangga Desa Panca Karsa," ucap Amin.

Dikonfirmasi terpisah, Manajer PTPN XIV Luwu Timur, Andi Evan Triwisno, hanya singkat menanggapi persoalan yang terjadi. Evan mengaku sedang mempersiapkan agenda keluar kota. "Baiknya dibicarakan di kantor. Saya di Burau (Kecamatan di Luwu Timur), besok (Selasa, 24 November) pagi," imbuh Evan kepada IDN Times.

5. Masyakat Adat Pamona, warga Desa Panca Karsa hingga WALHI Sulsel desak presiden dan kementerian bertanggung jawab

Masyarakat Adat Pamona di Luwu Timur Tergusur Kebun Sawit PTPNKondisi lahan masyarakat adat Pamona dan warga Desa Pancakarsa, lahannya diduga diserobot perusahaan. IDN Times/Istimewa

Evi sebagai perwakilan masyarakat adat Pamona, Tedy warga Desa Panca Karsa dan WALHI Sulsel, mendesak agar negara bertanggung jawab atas upaya kesewenang-wenangan perusahaan merampas ruang hidup rakyatnya. Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN, Erick Thohir diminta turun tangan menyelesaikan konflik lahan tersebut.

Masyarakat adat dan warga desa menuntut ganti rugi atas lahan mereka yang diserobot perusahaan. "WALHI Sulsel berkomitmen untuk berjuang bersama masyarakat adat dan warga desa untuk menuntut keadilan atas apa yang telah dilakukan perusahaan negara," terang Amin.

Baca Juga: Aktivitas Gempa di Luwu Timur Meningkat, Masyarakat Diimbau Waspada

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya