Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Potret Sistem Keselamatan Pendakian Gunung di Sulsel

Operasi pencarian pendaki hilang di Gunung Bawakaraeng. (Dok. Basarnas Makassar)
Operasi pencarian pendaki hilang di Gunung Bawakaraeng. (Dok. Basarnas Makassar)
Intinya sih...
  • Basarnas Makassar melatih relawan untuk penanganan pertama
  • Jalur pendakian Gunung Bawakaraeng rawan dan sulit dijangkau
  • Personel Basarnas terbatas, perlu edukasi keselamatan bersama

Makasar, IDN Times - Sistem keselamatan jalur pendakian gunung di Sulawesi Selatan masih menghadapi tantangan. Minimnya personel, keterbatasan logistik, serta kondisi geografis yang sulit dijangkau, membuat proses penyelamatan pendaki kerap berlangsung lambat. 

Dalam banyak kasus, upaya evakuasi lebih dulu dijalankan oleh jaringan relawan dan potensi SAR binaan Basarnas di kaki gunung. Salah satunya di jalur Lembanna yang menuju Gunung Bawakaraeng di Kabupaten Gowa.

"Jalur Lembanna atau jalur Bulu Ballea itu sudah ada teman di bagian registrasi. Kita berikan materi untuk penanganan pertama dalam menangani korban mulai dari gejala hipotermia dan sebagainya untuk mempercepat proses evakuasi. Karena kalau kita dari sini (Makasar), butuh waktu 4 jam," kata Kepala Seksi Operasi dan Siaga Basarnas Makassar, Andi Sultan, saat diwawancarai IDN Times via telepon, Jumat (1/8/2025).

Dia menyebut, proses awal dimulai dari laporan masyarakat. Informasi yang masuk diverifikasi terlebih dahulu, termasuk posisi pendaki, jumlah korban, dan kronologi kejadian. Setelah itu, laporan diteruskan berjenjang mulai dari operator radio, kepala jaga, kepala kasi hingga kepala kantor, sebelum tim SAR dikerahkan ke lokasi.

1. Bergantung pada relawan terlatih

Tim SAR gabungan mengevakuasi seorang pendaki yang mengalami hipotermia di Pos 9 Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, Sabtu (25/5/2024). (Dok. Kantor Basarnas Makassar)
Tim SAR gabungan mengevakuasi seorang pendaki yang mengalami hipotermia di Pos 9 Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, Sabtu (25/5/2024). (Dok. Kantor Basarnas Makassar)

Untuk mengatasi kendala waktu tempuh, Basarnas Makassar membentuk dan melatih potensi SAR di titik-titik strategis. Salah satunya di jalur pendakian Gunung Bawakaraeng melalui Lembanna dan Bulu Ballea, Kabupaten Gowa. Wilayah ini menjadi akses utama yang paling ramai digunakan pendaki, terutama saat momen 17 Agustus dan libur tahun baru.

Para relawan ini dibekali pelatihan teknis dan peralatan dasar pertolongan. Mereka menjadi garda terdepan ketika insiden terjadi, sebelum tim SAR profesional tiba dari Makassar atau pos terdekat.

"Kita bina potensi-potensi yang ada di kaki gunung tersebut dengan dibekali ilmu-ilmu SAR yang ada, terutama yang bagian medis, cara melakukan evakuasi, cara menangani patah tulang, cara menangani hipotermia seperti apa. Untuk mempercepat response time, kita gerakkan dulu," jelas Sultan.

2. Jalur rawan dan fenomena salah arah

Tim SAR gabungan mengevakuasi pendaki cedera dari Pos 9 Gunung Bawakaraeng, Jumat malam (23/5/2024). (Dok. Kantor Basarnas Makassar)
Tim SAR gabungan mengevakuasi pendaki cedera dari Pos 9 Gunung Bawakaraeng, Jumat malam (23/5/2024). (Dok. Kantor Basarnas Makassar)

Menurut catatan Basarnas, Gunung Bawakaraeng merupakan lokasi paling sering terjadi insiden pendakian. Selain jumlah pendakinya tinggi, jalur ini memiliki beberapa titik rawan yang berpotensi membingungkan, terutama bagi pendaki pemula.

"Kalau naiak atau dari Bulu Ballea mulai dari Lembanna turunnya kalau di pertigaan itu di pos dan 8 dan 9 itu kan sering tersesat. Dia turunnya nanti tembusnya di Sinjai kalau salah jalur itu di Tassoso,"  kata Sultan.

Di wilayah tersebut, sinyal komunikasi juga sangat terbatas. Hal ini membuat pendaki kesulitan menghubungi bantuan saat darurat.

Sistem pengawasan dan pos registrasi di jalur-jalur pendakian Gunung Bawakaraeng juga lebih kuat dibanding gunung lainnya. Pasalnya, banyak pendaki yang menggunakan jalur tidak resmi, alias jalan tikus, tanpa mendaftar atau memberi informasi identitas.

"Di Bawakaraeng, banyak jalur yang tidak melewati jalur registrasi ini. Mungkin bagian pelaporannya apabila melakukan pendakian seperti itu bisa. Kan sudah ada posko registrasi. Mungkin bisa lewat jalur sajalah. Kalau lewat jalan tikus itu, kami tidak akan monitor karena kami tidak tahu seperti apa," katanya.

3. Personel terbatas dan belum punya helikopter

Tim SAR gabungan mengevakuasi medis seorang pendaki dari Gunung Lompobattang, Kabupaten Bantaeng, Kamis dini hari (9/5/2024). (Dok. Basarnas Makassar)
Tim SAR gabungan mengevakuasi medis seorang pendaki dari Gunung Lompobattang, Kabupaten Bantaeng, Kamis dini hari (9/5/2024). (Dok. Basarnas Makassar)

Basarnas hanya memiliki 26 personel di kantor Makassar. Jumlah tersebut harus dibagi ke 8 pos SAR yang tersebar di seluruh wilayah provinsi Sulawesi Selatan. Dalam kondisi ideal pun, pengiriman tim ke medan pegunungan memakan waktu dan tenaga yang besar.

"Ini kurang. Makanya kami dalam kekurangan ini kami memberdayakan untuk teman-teman potensi yang memang notabenenya untuk selalu melakukan membantu proses evakuasi. Itu yang disebut dengan tim SAR gabungan," kata Sultan.

Basarnas Makassar juga tidak memiliki helikopter sendiri. Jika evakuasi udara diperlukan, maka mereka harus berkoordinasi dengan instansi lain seperti TNI AU atau TNI AL. Contohnya saat banjir bandang di Latimojong, Basarnas bekerja sama dengan militer untuk menjangkau korban.

4. Tren pendakian meningkat harus selaras dengan edukasi keselamatan

Operasi pencarian pendaki hilang di Gunung Bawakaraeng. (Dok. Basarnas Makassar)
Operasi pencarian pendaki hilang di Gunung Bawakaraeng. (Dok. Basarnas Makassar)

Dalam beberapa tahun terakhir, tren pendakian gunung meningkat tajam, terutama di kalangan anak muda. Pendaki pemula kerap terdorong oleh fenomena FOMO (fear of missing out) tanpa memahami risiko yang dihadapi.

Di pos registrasi pendakian seperti di Lembanna, pendaki kini diwajibkan mendaftar, mencantumkan nomor darurat, dan membawa perlengkapan standar keselamatan. Namun belum semua pendaki mengikuti aturan tersebut, dan pengawasan di lapangan masih lemah.

"Masalah itu memang sering banyak tapi kan saat ini di posko registrasi, sudah memberikan arahan terkait masalah safety. Contoh waktu sebelum berangkat, dia harus melakukan registrasi. Teman-teman registrasi tidak memberangkatkan apabila tidak safety. Jadi tetap harus membawa perlengkapan darurat," kata Sultan.

5. Keselamatan jadi tanggung jawab bersama

Operasi pencarian pendaki hilang di Gunung Bawakaraeng. (Dok. Basarnas Makassar)
Operasi pencarian pendaki hilang di Gunung Bawakaraeng. (Dok. Basarnas Makassar)

Sultan pun menegaskan, sistem keselamatan di jalur pendakian gunung tidak bisa hanya bertumpu pada Basarnas. Peran pemerintah daerah, pengelola jalur, komunitas pendaki, dan para relawan sangat krusial. Edukasi keselamatan harus dimulai sejak sebelum pendaki berangkat ke gunung.

"Teman-teman pendaki yang penggiat pendakian itu harus betul-betul mengutamakan safety nya sebelum melakukan pendakian. Karena terkadang cuaca yang di atas kan tidak menentu. Terkadang ada badai, atau sangat dingin atau seperti apa," kata Sultan.

Pendaki perlu benar-benar menyiapkan perlengkapan yang akan digunakan selama pendakian, termasuk mengecek kembali kelayakan dan fungsinya. Persiapan fisik juga menjadi hal yang kerap diabaikan, terutama oleh pendaki yang terdorong tren FOMO dan hanya fokus pada dokumentasi visual di puncak.

"Maksudnya siap-siap saja, cuma dari segi fisik dan sebagainya dia tidak siap. Dia cuma ingin ambil foto dan sebagainya. Tetapi kami tidak ada hak untuk melarang bahwa melakukan seperti itu. Makanya kita hanya melakukan kontrol pada pendaki-pendaki yang ada," kata Sultan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us