Natalius Pigai Dukung Program Siswa Nakal Dikirim ke Barak Militer

- Menteri HAM Natalius Pigai menegaskan program barak militer bukan pelanggaran HAM, melainkan pembinaan karakter siswa.
- Barak militer dalam konteks ini adalah ruang pendidikan untuk peningkatan disiplin, mental, tanggung jawab, dan moral siswa.
- Natalius menilai laporan ke Komnas HAM terkait program ini kurang paham terhadap konteks dan konsep sistem peradilan anak.
Makassar, IDN Times – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) RI, Natalius Pigai angkat suara soal polemik rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang akan mengirim siswa nakal ke barak militer. Ia menegaskan bahwa program tersebut bukan bentuk pelanggaran HAM, melainkan bagian dari pembinaan karakter, mental, dan kedisiplinan siswa.
"Begini, bukan pendidikan militer. Siswa didik di barak, barak pendidikan. Artinya apa? Itu dalam rangka peningkatan yang pertama disiplin, kedua mental, ketiga tanggung jawab, dan keempat moral," ujar Natalius saat kunjungan kerjanya di Kanwil Kemenkumham Sulsel, Senin (12/5/2025).
1. Bukan Hukuman Fisik, Tapi Pendidikan Karakter

Menurut Natalius, barak militer dalam konteks ini bukan tempat hukuman, tetapi ruang pendidikan. Ia sudah memastikan langsung kepada Gubernur Dedi Mulyadi bahwa tidak ada perlakuan kekerasan fisik di dalamnya.
"Saya sudah kroscek, Pak Gubernur sudah datang ke kantor. Saya tanya ada fisik enggak, dia bilang tidak ada," ungkap Natalius.
Ia pun membandingkan dengan praktik masa lalu yang kerap menggunakan hukuman fisik terhadap siswa. Seperti , cubit telinga, pukul pakai rotan pada masa sekolah dahulu. Bentuk seperti ini, lanjutnya, termasuk dalam corporal punishment yang tidak dibenarkan.
"Itu corporal punishment, mungkin itu yang kami tidak setuju. Akan tetapi, saya sudah cek, Pak Dedi Mulyadi sudah sampaikan bahwa itu tidak ada. Lebih pada peningkatan satu kemampuan, keterampilan, dan produktivitasnya," katanya.
2. Tidak Melanggar HAM Selama Tidak Ada Kekerasan

Natalius menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran HAM selama program tidak melibatkan kekerasan fisik. Ia mendukung langkah tersebut sebagai bagian dari reformasi karakter anak.
"Apabila ada perubahan kompetensi pada bidang pendidikan dan itu dibutuhkan, kenapa tidak? Bahkan, pendidikan akan makin bagus sehingga di mana letak pelanggaran HAM-nya?" ujarnya.
3. Komnas HAM Dinilai Kurang Pahami Konteks

Ia menambahkan bahwa tujuan utama dari program Gubernur Dedi Mulyadi adalah pembentukan karakter, mental, tanggung jawab, dan disiplin siswa yang berperilaku menyimpang.
Natalius juga menanggapi laporan ke Komnas HAM terkait program ini. Menurutnya, laporan tersebut muncul karena kurangnya pemahaman terhadap konteks dan konsep sistem peradilan anak (juvenile justice system).
"Kalau mereka mengerti dengan Deklarasi Beijing atau Deklarasi Riyadh tentang juvenile justice system atau sistem peradilan anak, ini bukan peradilan anak," ucap mantan anggota Komnas HAM itu.