Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

IDI: Pasien COVID-19 Tak Jujur Sebabkan Kematian Dokter

Ilustrasi pemakaman pasien positif COVID-19. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Makassar, IDN Times - Wabah virus corona tidak hanya menimbulkan korban jiwa di kalangan masyarakat, melainkan juga tenaga medis. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat, ada 31 dokter meninggal karena COVID-19 sejauh ini.

Salah satunya adalah dr. Bernedette Albertine Fransisca T., Sp.THT-KL, yang meninggal dunia pada hari Sabtu (4/4) di Makassar. Kepergian dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) itu menambah catatan panjang dokter meninggal karena virus corona.

"Di saat berpacu dengan waktu bagaimana menangani para pasien yang terpapar Covid-19, mereka juga harus bertaruh nyawa, dengan alat kesehatan terbatas menjadi garda terdepan," kata Ketua Lembaga Riset IDI, dr Marhaen Hardjo, pada keterangan persnya yang diterima Selasa (7/4).

1. Dokter meninggal karena pasien tidak jujur

Dua dokter meninggal positif COVID-19 (Twitter/@PBIDI)

Marhaen mengungkapkan bahwa dr Bernadette di Makassar meninggal setelah tertular virus corona dari pasien yang tidak transparan. Itu seiring dengan hasil riset IDI, bahwa penyebab tertinggi kematian dokter terkait COVID-19 adalah ketidak jujuran pasien. Penyebab lain adalah kurangnya alat pelindung diri (APD) memadai. 

Menurut dia, banyak pasien yang tak bersikap transparan perihal gejala penyakit dan riwayat perjalanannya. Saat datang memeriksakan diri ke rumah sakit atau puskesmas, mereka tidak menceritakan gejala atau riwayat kontak dengan pasien COVID-19. Belakangan, pasien tersebut malah menularkan penyakit karena ternyata positif.

"Banyak pasien yang tidak jujur kalau pernah berpergian ke daerah pandemik corona atau pernah bersentuhan dengan pasien corona. Mereka datang ke puskesmas atau rumah sakit dengan diagnosa bukan corona, padahal corona. Akhirnya dokter kena juga karena tidak terbukanya pasien," ungkap dr. Marhaen.

2. Masyarakat diminta bersikap transparan saat jalani pemeriksaan di puskesmas atau rumah sakit

Dok. Ikatan Dokter Indonesia

Marhaen berpendapan, tidak transparannya masyarakat dalam situasi ini disebabkan beberapa hal. Mulai dari ketidakpahaman tentang penyakit tersebut, hingga sifat keras kepala. Alhasil, banyak pasien dalam pengawasan (PDP) dan sebagian orang yang memandang COVID-19 sebagai aib.

Karenanya, dr. Marhaen mengimbau agar pasien dengan yang mengidap gejala-gejala mirip COVID-19 untuk jujur demi menjaga nyawa orang lain dan keselamatan diri sendiri.

"Penyakit COVID-19 bukan aib, jadi jujurlah biar tidak menularkan orang lain dan nyawa sendiri juga bisa selamat biar ditangani cepat," tukas dosen Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin tersebut.

3. Sebelumnya, IDI juga mendesak pemerintah untuk tidak menutup-nutupi data pasien

Ilustrasi petugas medis berada di dalam ruangan Respiratory Intensive Care Unit. (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Sebelumnya, Humas IDI Makassar yakni dr. Wahyudi Muchsin mendesak agar pemerintah tak menutup-nutupi data pasien. Menurutnya, hal tersebut adalah cara lain yang secara tidak langsung sudah sangat membantu tenaga medis.

"Kami dari IDI meminta pemerintah untuk membuka data pasien, karena ini kan dalam UU Kedokteran membolehkan jika dalam pandemi. Jangan sampai, paramedis ini bertumbangan semua," ucap Wahyudi saat memberi keterangan kepada jurnalis di Makassar, Sabtu (4/4).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ach. Hidayat Alsair
Aan Pranata
Ach. Hidayat Alsair
EditorAch. Hidayat Alsair
Follow Us