LBH Makassar Ajukan Perlindungan LPSK bagi Demonstran yang Ditangkap

LBH berupaya agar korban dapat pemulihan

Makassar, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar masih menampung aduan terkait dugaan kekerasan aparat terhadap demonstran dalam unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang berlangsung pada Kamis, 8 Oktober 2020.

"Kami di LBH akan mengupayakan korban salah tangkap ini untuk melaporkan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam hal meminta pemulihan," kata Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir kepada jurnalis, saat dikonfirmasi Kamis (15/10/2020).

1. LBH Makassar tampung 160 aduan korban salah tangkap dalam demo menolak Omnibus Law

LBH Makassar Ajukan Perlindungan LPSK bagi Demonstran yang DitangkapLBH Makassar saat menggelar ekspos catatan akhir tahun 2019. IDN Times/Sahrul Ramadan

Haedir mengatakan, LBH Makassar kala itu menampung 160 aduan terkait penangkapan oleh aparat kepolisian saat demonstrasi berlangsung. Umumnya, kata Haedir, mereka yang ditangkap tidak terbukti berbuat pelanggaran hukum, sebagaimana yang ditudingkan kepolisian. Hal itu menurut Haedir menjadi salah satu bukti aparat sewenang-wenang menangkap orang.

"Langkah-langkah kepolisian mengekang hak asasi manusia, tanpa didasari oleh undang-undang. Toh mereka yang ditangkap dibebaskan setelah 1 x 24 jam. Artinya tidak terbukti mereka (pendemo) melakukan tindak pidana," ungkap Haedir.

2. Demonstrasi bukan perbuatan pidana

LBH Makassar Ajukan Perlindungan LPSK bagi Demonstran yang DitangkapPolisi mengamankan demonstrasi Omnibus Law berujung bentrok di depan Kantor DPRD Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Dalam unjuk rasa berujung bentrok kala itu, polisi menangkap 250 orang. Mereka ditangkap di sejumlah titik aksi. Mulai dari Jalan Urip Sumoharjo-Flyover hingga di Jalan AP Pettarani-Jalan Sultan Alauddin. Dalam 1 x 24 jam diperiksa, mereka yang ditangkap akhirnya dilepaskan karena tidak terbukti melanggar hukum. Namun, enam di antaranya ditetapkan sebagai tersangka karena dituding merusak Kantor Polsek Rappocini. 

Haedir mengatakan pihak kepolisian dalam mengamankan ratusan orang saat aksi unjuk rasa, sangat bertentangan dengan hukum acara pidana. Sebab demonstrasi menurutnya bukanlah bentuk pelanggaran pidana, melainkan kebebasan menyampaikan aspirasi yang dilindungi negara melalui undang-undang.

"Kalau soal yang dikatakan bahwa mereka merusak, harusnya yang merusak itu langsung ditangkap. Karena itu sudah masuk kualifikasi tertangkap tangan. Tetapi bagaimana yang lain, tidak jelas perbuatannya langsung ditangkap," jelas Haedir.

Baca Juga: Kasus Dosen Dianiaya, Mahasiswa UMI Makassar Demo Tutup Jalan

3. LPSK RI buka pengaduan korban dalam demonstrasi menolak Omnibus Law UU Ciptaker

LBH Makassar Ajukan Perlindungan LPSK bagi Demonstran yang DitangkapRibuan mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020). IDN Times/Irwan Idris

LPSK RI meminta masyarakat yang menjadi korban kekerasan dalam aksi unjuk rasa penolakan pengesahan Omnibus Law UU Ciptaker di sejumlah daerah, termasuk Kota Makassar, melapor. Wakil Ketua LPSK RI, Maneger Nasution mengatakan, pihaknya mendapat informasi terkait bentrok dalam unjuk rasa.

Maneger bilang informasi yang dirangkum LPSK, korban kekerasan dari dampak aksi menentang Omnibus Law UU Ciptaker beragam. Tidak saja dari peserta aksi itu sendiri, tetapi juga tenaga medis dan jurnalis, bahkan pihak keamanan. "Makanya kami membuka pintu bagi masyarakat untuk mengakses perlindungan dan hak-hak lain yang disediakan negara melalui LPSK," kata Maneger dalam siaran pers yang diterima jurnalis hari ini.

Permohonan perlindungan ke LPSK bisa disampaikan dengan datang langsung ke kantor LPSK, atau menghubungi Call Center 148 dan WA 085770010048. Tersedia pula aplikasi permohonan perlindungan online LPSK yang dapat diunduh di Playstore.

Baca Juga: 6 Mahasiswa Makassar jadi Tersangka Demo Ricuh Menolak Omnibus Law

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya