Seorang Anggota DPRD Lutim Disebut Punya Konflik Kepentingan Tambang

Hal itu diungkap Yasmib dan Indonesian Corruption Watch

Makassar, IDN Times - Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (Yasmib) Sulawesi dan Indonesia Corruption Watch (ICW), menemukan satu kasus konflik kepentingan seorang anggota DPRD di Kabupaten Luwu Timur (Lutim).

Hal itu diungkapkan Direktur Yasmib Sulawesi, Rosniaty Azis usai Focus Group Discussion (FGD) tentang penelitian Konflik Kepentingan Bisnis Anggota DPRD Sulsel di Hotel Claro Makassar, Senin sore (27/3/2023).

Kata Rosniaty, sejauh ini Yasmib dan ICW belum menemukan data yang valid terkait dengan konflik kepentingan, dalam hal sumber daya alam di jajaran anggota DPRD Sulsel, tapi di Kabupaten Luwu Timur ada satu kasus.

"Jujur konteks itu (DPRD Sulsel) belum ada, tapi di Luwu Timur ada praktek tambang disana. Ternyata ada praktek nepotisme untuk kepentingan bisnis salah satu anggota DPRD disana," ungkap Rosniaty kepada IDN Times.

1. Adik dan ponakan anggota DPRD main tambang di Luwu Timur

Seorang Anggota DPRD Lutim Disebut Punya Konflik Kepentingan TambangDirektur YAsmib Sulawesi, Rosniaty Azis. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Yasmib Sulawesi dan ICW menggelar penelitian konflik kepentingan bisnis anggota DPRD ini, dengan menggunakan metode kuantitatif maupun kualitatif yang didukung dengan beberapa kegiatan seperti FGD.

Saat penelusuran fakta, kata Rosniaty, ada salah satu perusahaan tambang yang saat ini mengemuka dan menjadi sorotan publik di Luwu Timur, ternyata melibatkan perusahaan milik keluarga anggota dewan.

"Jadi di belakangnya itu yang menyuplai alat berat seperti traktor ini adalah keluarga dari salah seorang anggota legislatif itu. Dan ternyata yang kelola itu satu dari adiknya dan satu dari anak sulungnya," terang Rosniaty.

"Ini menarik, dan ini yang kita temukan. Tidak menutup kemungkinan bakal ada lagi kasus yang kita dapati di lapangan," lanjut Rosniaty yang enggan menyebut nama perusahaan dan anggota di DPRD Luwu Timur.

2. Rosniaty sebut penerapan kode etik Parpol masih lemah

Seorang Anggota DPRD Lutim Disebut Punya Konflik Kepentingan TambangIlustrasi bendera partai politik (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Rosniaty menyebutkan, ICW dan Yasmib Sulawesi mencatat, praktek konflik kepentingan bisnis ini terjadi di beberapa ranah, antara lain pada proses legislasi dan pengawasan.

"Hal yang terpenting disampaikan, memang masih sangat lemah terkait dengan penerapan kode etik di internal partai politik (Parpol) dan di badan kehormatan. Harusnya kalau ada praktek kepentingan mesti partai mengawal ini," tegasnya.

Selain itu, ada kanal pengaduan dari masyarakat yang perlu direspons baik dari partai politik maupun di badan kehormatan DPRD dilakukan secara cepat dan dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat.

"Jadi saat bicara soal kerugian negara dalam praktek-praktek konflik kepentingan anggota DPRD ini tidak ada, tetapi ada praktek kolusi dan nepotisme itu terjadi. Tapi kita lihat undang-undang 28 tahun 1999," sambung Rosniaty.

Baca Juga: Polda Sulsel: Tulisan "Sarang Korupsi" di Polres Luwu Tak Sesuai Fakta

3. Riset Yasmi-ICW soal laporan LHKPN anggota DPRD Sulsel

Seorang Anggota DPRD Lutim Disebut Punya Konflik Kepentingan Tambang(Ilustrasi pengisian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) elhkpn.kpk.go.id

Riset ini bertujuan untuk memetakan, bagaimana bisnis anggota DPRD Provinsi Sulsel dalam sektor sumber daya alam (SDA). Dari riset yang dilakukan diperoleh beberapa informasi seperti hasil penelusuran LHKPN.

Tingkat kepatuhan pelaporan hasil kekayaan dalam lingkup DPRD khususnya komisi D terus meningkat. Berdasarkan hasil penelusuran tim Yasmib, dari 17 anggota DPRD komisi D Sulsel tahun 2019 dan 2020.

Selama 2019-2020 itu hanya 8 orang (47.1%) yang melaporkan kekayaannya, sementara itu yang tidak melaporkan 9 orang (52.9%), sementara 2021 alami peningkatan dari 8 orang (47.1%) menjadi 12 orang (70,6%).

Menurut Yasmib, LHKPN menjadi bagian upaya pencegahan korupsi. Setiap pejabat publik wajib melaporkan harta kekayaannya sesuai amanah Pasal 6 Huruf D UU Nomor 30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Hal inilah untuk membangun akuntabilitas penyelenggara negara melalui transparansi penyelenggaraan negara kepada publik. Kita berharap ada mitigasi praktek COI (conflict of interest) di legislatif," Rosniaty menjelaskan.

"Ini juga terkait momentum politik pemilu 2024, kita perlu melakukan pencegahan untuk memastikan kepada anggota legislatif yang akan maju itu adalah orang-orang yang bebas dari praktek COI dalam hal pengelolaan SDA," tambahnya.

Baca Juga: Nestapa Masyarakat Luwu Timur di Tengah Aktivitas Tambang

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya