Anak 13 dan 16 Tahun di Bantaeng Dinikahkan usai Kedapatan Berduaan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Masyarakat Sulawesi Selatan kembali dibuat heboh dengan kasus pernikahan anak yang masih di bawah umur. Kabar tersebut masih hanya diperbincangkan di masyarakat dan sempat vital di media sosial.
Kedua mempelai itu masih berusia belasan tahun. Mempelai laki-laki berusia 13 tahun dan mempelai perempuan berusia 16 tahun. Pernikahan mereka digelar di Kabupaten Bantaeng beberapa waktu lalu.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Sulsel, Meisy Papayungan, membenarkan perihal kabar pernikahan anak di bawah umur itu. Namun Meisy menyebut pihaknya baru mengetahui informasi pernikahan ini setelah viral.
"Yang disayangkan sekali karena pemerintah tidak tahu. Jadi aparat desa juga tidak tahu. Mereka diam-diam. Mungkin takut dilarang sehingga keluarga itu diam-diam menikahkan," kata Meisy saat dihubungi IDN Times, Jumat (24/2/2023).
1. Tidak diketahui KUA
Meisy menyebut bahwa aparat desa setempat tidak mengetahui perihal pernikahan itu lantaran tidak dilaporkan ke KUA. Dengan demikian, KUA tidak menerima laporan adanya pernikahan anak di bawah umur.
"Menikah siri pun juga tidak dilakukan KUA. Kalau imam yang KUA itu pasti tidak berani melakukan. Ini yang kita belum tahu persis imam di mana yang menikahkan ataukah orang tua sendiri," kata Meisy.
2. Sempat kedapatan berdua-duaan
Meisy mengatakan pihaknya telah meninjau ke lokasi setelah mendapatkan kabar pernikahan anak di bawah umur itu. Dari hasil tinjauan itu, mereka mengetahui alasan pernikahan itu lantaran kedua remaja itu sempat kedapatan berdua-duaan.
Tindakan orang tua yang menikahkan mereka kemungkinan untuk menghindari adanya fitnah atau kabar negatif dari masyarakat sekitar.
"Anak ini kedapatan berpacaran katanya di kebun. Mungkin karena dianggap siri dan sebagainya akhirnya orang tua laki-laki ini inisiatif bersedia untuk bertanggung jawab. Bentuk tanggung jawabnya itu menikahi," kata Meisy.
Hanya saja, Meisy mengatakan bahwa menikahkan kedua anak tersebut seharusnya bukan menjadi jalan keluar yang tepat. Menurutnya, tidak semua permasalahan anak-anak harus diakhiri dengan pernikahan.
"Takutnya kan katanya jangan sampai kebablasan jangan sampai terjadi zina. Cuma lagi-lagi seperti itu, apakah semua persoalan anak berpacaran harus diselesaikan dengan cara mengawinkan," katanya.
3. Jangan sampai putus sekolah
Pihak DP3A sendiri telah menawarkan pendampingan untuk assesmen. Akan tetapi, upaya itu ditolak oleh keluarga besar kedua mempelai.
Namun mereka tetap mengambil langkah persuasif. Meisy menjelaskan bahwa pemerintah hanya ingin mengetahui duduk perkaranya sehingga mereka pun diizinkan ke rumah mempelai.
"Yang kita pendampingan adalah memang diminta kepada orang tua untuk bagaimana anak-anak ini jangan sampai putus sekolah. Kan bagaimana pun kalau tidak sekolah lalu apa yang mau kerjakan untuk masa depannya," kata Meisy.
Baca Juga: Pernikahan Anak Wajo, MUI: di Fikih Tidak Ada Batasan Umur