Isu TNI Atur Rencana Pemindahan Makam Pahlawan di Sulut Tuai Kontroversi

- Pemindahan makam pahlawan menuai kontroversi karena tidak melibatkan pihak terkait dan tidak ada urgensi yang jelas.
- Situs Cagar Budaya Nasional Makam Imam Bonjol dan Kyai Modjo memiliki status lahan yang aman dan jelas.
- Danrem Santiago kunjungi Kampung Jaton untuk diskusi terkait sejarah kampung, namun enggan berkomentar lebih soal wacana pemindahan makam.
Manado, IDN Times – Wacana pemindahan makam sejumlah pahlawan dari dan ke Sulawesi Utara menuai kontroversi. Sejumlah makam yang hendak dipindahkan adalah makam Tuanku Imam Bonjol dari Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, ke Sumatera Barat; makam Kyai Modjo dari Kampung Jawa Tondano (Jaton), Minahasa, ke Jawa Tengah; dan makam Robert Wolter Monginsidi di Taman Makam Pahlawan Panaikang, Makassar, Sulawesi Selatan, ke Sulut.
Makam-makam tersebut justru akan dipindahkan oleh tentara, dengan Imam Bonjol dan Kyai Modjo yang berada di bawah tanggung jawab Kodam XIII/Merdeka. Padahal, pengelolaan kedua makam tersebut seharusnya ada di bawah Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVII Sulut Gorontalo yang merupakan unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Kebudayaan RI.
Saat pembahasan awal pun diketahui Kodam XIII/Merdeka justru tak mengundang Balai Pelestarian Kebudayaan Sulutgo. Hal ini diungkapkan oleh Kapokja Pelindungan/ PPNS Cagar Budaya (Arkeolog) Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVII Sulutgo Faiz Muhammad Anis Kaba.
“Dalam daftar undangan itu hanya melibatkan pemerintah daerah dalam hal ini Provinsi Sulawesi Utara, kemudian Pemda Manado dan Pemda Kabupaten Minahasa,” jelas Faiz, Selasa (29/7/2025).
1. Berdasarkan perintah lisan

Selain mempertanyakan pihaknya yang tak diundang berdiskusi, Faiz juga menyebut tidak ada urgensi pemindahan makam pahlawan. Apalagi, berdasarkan Surat Undangan Kodam XIII/Merdeka Nomor: B/177/VII/2025 perintah pemindahan diajukan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto, hanya secara lisan.
Selain Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah Sulutgo, para ahli juga tidak diundang berdiskusi. “Iya. Saya masih tunggu konfirmasi untuk pertemuan dengan Kodam,” kata Dosen Ilmu Sejarah Universitas Sam Ratulangi, Roger Allan Kembuan.
2. Tak ada urgensi

Makam Imam Bonjol dan Kyai Modjo merupakan situs Cagar Budaya Nasional yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 266/M/2016 dan Nomor 267/M/2016, serta memiliki kedudukan lahan yang jelas. Situs Makam Kyai Modjo misalnya, sudah memiliki Sertifikat Hak Pakai Nomor 18.03.22.11.4.00006 Pemegang Hak Pemerintah Republik Indonesia CQ. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Sedangkan makam Imam Bonjol berada di lahan yang dimiliki oleh keluarga Apolos Minggus, pengawal setianya yang hingga saat ini juga masih merawat makam tersebut. Meski begitu, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah Sulutgo sendiri berusaha bernegosiasi dengan keluarga Apolos Minggus agar makam tersebut masuk aset pemerintah.
“Artinya dengan status lahan dan juga status Cagar Budaya Nasional secara dasar hukum, makam-makam ini statusnya dalam kondisi yang sangat aman. Artinya dia tidak terancam rusak, tidak terancam hilang. Jadi tidak ada alasan yang cukup kuat untuk memindahkan makam ini sebenarnya,” tuturnya.
3. Danrem Santiago ke Kampung Jaton

Danrem 131/Santiago, Brigjen TNI Martin Susilo Martopo Turnip, mengunjungi Kampung Jawa Tondano hari ini. Ia berdiskusi dengan warga sekitar di Masjid Agung Al-Falah Kyai Modjo.
Topik yang dibahas adalah berkaitan dengan sejarah Kampung Jaton. Ia enggan berkomentar lebih ketika disinggung soal wacana pemindahan makam dan penolakan warga sekitar.
“Saya hanya datang untuk silaturahmi, mendengarkan tentang toleransi beragama dan sejarahnya, Minahasa dengan Jawa Tondano, sehingga hal ini menjadi wawasan,” ujarnya.