Pemprov Sulsel Tanam 142 Ribu Mangrove untuk Rehabilitasi Pesisir

Makassar, IDN Times - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menginisiasi kegiatan penanaman mangrove serentak sebagai bagian dari upaya rehabilitasi pesisir dan penguatan Ekonomi Biru.
Program ini berlangsung sejak 26 Agustus hingga 3 September 2025 di empat kabupaten, yakni Pulau Sabangko, Desa Mattirobambang, Liukang Tuppabiring (Kabupaten Pangkep), Kelurahan Watang Suppa (Kabupaten Pinrang), Desa Tonra, Kecamatan Libureng (Kabupaten Bone), dan Desa Pallengu, Kecamatan Bangkala (Kabupaten Jeneponto). Total sebanyak 142 ribu lebih bibit mangrove ditanam, dengan rata-rata 35.602 bibit di setiap kabupaten.
1. Lindungi masyarakat dari abrasi, mangrove juga menopang sumber penghidupan

Penanaman mangrove ini dilakukan dengan memberdayakan masyarakat pesisir dan melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Perikanan Kabupaten, Cabang Dinas Kelautan, serta aparat desa setempat.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, M. Ilyas, menegaskan bahwa program ini merupakan langkah strategis untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
“Mangrove tidak hanya melindungi pesisir dari abrasi, tetapi juga menjadi ekosistem penting yang menopang sumber penghidupan masyarakat,” ujarnya dalam siaran pers yang dikutip, Senin (8/9/2025).
Ia menambahkan, gerakan ini bukan sekadar menanam pohon, melainkan menanam masa depan. Bibit yang ditanam merepresentasikan komitmen jangka panjang pemerintah dalam memperkuat rehabilitasi kawasan dan memperluas sektor Ekonomi Biru.
2. Penanaman mangrove melibatkan kolaborasi pemerintah dan masyarakat

Sementara itu, Plt. Kepala Bidang Kelautan dan Pesisir Provinsi Sulsel, Marhamah, mengungkapkan kegiatan ini direncanakan mencakup tujuh kabupaten, meski saat ini baru terlaksana di empat wilayah. Marhamah menekankan pentingnya kolaborasi masyarakat dalam menjaga kelestarian mangrove, karena keberhasilan program ini ditentukan oleh keterlibatan warga secara berkesinambungan.
“Targetnya, seluruh lokasi bisa segera terealisasi agar manfaatnya dirasakan lebih luas. Kami berharap masyarakat terus terlibat aktif karena keberlanjutan ekosistem mangrove bergantung pada kepedulian bersama,” tegasnya.
Bagi warga pesisir, menanam mangrove adalah tradisi sekaligus kesadaran ekologis. “Kalau tidak ada mangrove, ikan semakin sedikit, laut cepat rusak. Jadi ini bukan hanya untuk kami, tapi juga untuk anak-anak nanti,” ujar seorang warga setempat.
3. Ada peluang ekowisata berbasis mangrove

Selain melindungi pantai, mangrove juga membuka peluang baru bagi masyarakat. Sejumlah desa telah mulai mengembangkan ekowisata berbasis mangrove dan pemanfaatan hasil hutan mangrove secara berkelanjutan.
Dengan demikian, kawasan rehabilitasi tidak hanya berfungsi ekologis, tetapi juga bernilai ekonomi. Program ini diharapkan menjadi pintu masuk bagi masyarakat untuk mengoptimalkan potensi pesisir secara berkelanjutan.