Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

MQK Internasional 2025 di Wajo Angkat Isu Lingkungan dan Perdamaian

Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (Dok. Istimewa)
Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (Dok. Istimewa)

Makassar, IDN Times – Menteri Agama Nasaruddin Umar resmi membuka Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025 di Pondok Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). Ajang ini menjadi momentum bersejarah, karena untuk pertama kalinya santri Indonesia berkompetisi membaca kitab kuning bersama delegasi internasional.

Mengusung tema “Dari Pesantren untuk Dunia: Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian dengan Kitab Turats,” MQK Internasional 2025 tidak hanya sekadar kompetisi, tetapi juga wadah silaturahmi ulama, santri, dan akademisi lintas negara.

1. Menag soroti perang dan krisis iklim

Peserta ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (IDN Times/Aan Pranata)
Peserta ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (IDN Times/Aan Pranata)

Dalam sambutannya, Menag menekankan urgensi tema MQKI 2025. Ia menyebut bahwa persoalan lingkungan tidak kalah genting dibandingkan konflik bersenjata.

“Jumlah orang mati karena perang selama dua tahun ini, Rusia melawan Ukraina, Israel melawan sekitarnya, sekitar 67 ribu orang. Orang yang mati karena climate change 4 juta per tahun. Banyak penyakit, banjir menyapu bersih semua pemukiman di pinggir kali. Longsor di semua rumah pinggir gunung itu, banyak yang meninggal,” ungkap Nasaruddin.

Ia menilai perlu ada pembaruan pemikiran dalam fikih, terutama dalam hal perawatan lingkungan. “Perlu bahasa agama dalam rangka melestarikan lingkungan. Tidak bisa bahasa politik, dengan bahasa pemerintah, undang-undang, karena itu tidak menukik dalam hati masing-masing. Perlu pendekatan bahasa agama dalam rangka memberi penyadaran lingkungan,” jelasnya.

2. Ekoteologi: Menghubungkan manusia, alam, dan Tuhan

Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (IDN Times/Aan Pranata)
Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (IDN Times/Aan Pranata)

Menag mendorong santri dan pimpinan pondok pesantren untuk mengeksplorasi ajaran kitab turats terkait pelestarian lingkungan. Menurutnya, banyak ayat dan hadis yang mengajarkan hal tersebut, namun belum banyak dikumandangkan.

“Sekaranglah saatnya. Kemenag mensponsori dengan apa yang disebut ekoteologi. Itu connected antara man, nature, and God. Jangan memperlakukan alam sebagai objek. Bahasa agama sangat penting untuk melestarikan alam semesta ini. Semua agama memerintahkan mencintai alam semesta,” tutur Menag.

Ia menegaskan bahwa semakin manusia memperlakukan alam dengan sopan, semakin tertunda pula datangnya kiamat. Karena itu, ia menilai pesantren harus berada di garda depan dalam mengembangkan kesadaran ekoteologi.

Selain soal lingkungan, Menag juga mengajak pesantren untuk menghidupkan “kurikulum cinta” dalam pendidikan Islam. Baginya, cinta merupakan inti dari teologi Islam yang bisa menyatukan perbedaan.

“Kalau cinta sudah bekerja dalam diri kita sendiri, dalam hati dan pikiran, selamat tinggal kemurkaan, perbedaan, pertentangan, perkelahian. Karena cinta sudah mengikat kita semua. Mari pondok pesantren di mana pun mensponsori inti teologi Islam, cinta,” tegasnya.

3. Pesantren, benteng tangguh Indonesia

Peserta ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (IDN Times/Aan Pranata)
Peserta ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (IDN Times/Aan Pranata)

Menag juga menekankan pentingnya menjaga eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan khas Indonesia. Menurutnya, pondok pesantren memiliki unsur fundamental: masjid, kiai, santri, dan kitab turats.

“Selama masih kuat ponpes, selama itu Indonesia tangguh. Ponpes benteng paling tangguh Indonesia. Karena itu siapa pun juga jangan mendiskreditkan pondok pesantren,” katanya.

Ia menyebutkan, saat ini tercatat ada 42.369 pesantren di Indonesia dengan 9,8 juta santri. “Santri 9,8 juta per tahun ini. Jadi 9,8 juta ini bisa dibagi berapa negara kalau Brunei yang 400 ribu penduduknya. Ponpes sangat kuat. Karena itu presiden memberi perhatian khusus kepada peningkatan mutu ponpes,” tambahnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us

Latest News Sulawesi Selatan

See More

Ponpes Al Khoziny Ambruk, Menag Siapkan Aturan Khusus Pembangunan Pesantren

02 Okt 2025, 15:40 WIBNews