Jadi Penopang Pangan, Laut Bersih Bukan Hanya Impian

Makassar, IDN Times - Laporan Bank Dunia pada tahun 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun. Ironisnya, diperkirakan 346,5 ribu ton sampah tersebut berakhir ke laut.
Data itu tak berbeda jauh dari hasil riset Making Ocean Plasctic Free di tahun 2017. Mereka menemukan penggunaan kantong plastik di Indonesia mencapai 182,7 miliar lembar per tahun, dengan bobot 1,2 juta ton. Diperkirakan 511 ribu ton di antaranya jadi sampah di lautan.
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen mengurangi sampah plastik di laut. Sebab laut merupakan harapan besar sebagai penopang sektor pangan di masa depan. Polusi laut akibat sampah plastik mengancam keberlangsungan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
"Sebagai negara kepulauan terbesar yang dianugrahi kekayaan sumber daya laut dan perikanan yang luar biasa besar, maka Indonesia harus menempatkan laut sebagai halaman depan sekaligus episentrum pembangunan nasional,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono saat berbicara pada kuliah umum di Universitas Hasanuddin Makassar, Kamis (29/8/2024).
Blue food atau pangan yang berasal dari perairan adalah masa depan untuk mengatasi krisis pangan. Ada lebih dari 2.500 spesies biota laut dapat dijadikan sumber pangan bergizi tinggi. Di Indonesia, luas perairan mencapai 6,4 juta kilometer persegi. Potensi tangkapan mencapai 12,01 juta ton per tahun, sedangkan produksi perikanan budidaya laut bisa mencapai 50 juta ton. Sayang jika potensi besar itu rusak akibat limbah plastik yang membahayakan.
“Bahaya jika mikropastik dimakan ikan, lalu ikannya dimakan oleh manusia. Tentu itu sangat buruk untuk kesehatan,” ucap Menteri.
Trenggono menyatakan semua pihak harus mulai menyadari pentingnya menempatkan ekologi sebagai panglima. Terkait itu, KKP telah menerapkan lima arah kebijakan Ekonomi Biru. Salah satunya berupa program Pembersihan Sampah Plastik di Laut melalui Gerakan Partisipasi Nelayan atau Gerakan Nasional Bulan Cinta Laut (BCL).
Secara sederhana, Bulan Cinta Laut adalah gerakan partisipasi nelayan untuk membersihkan sampah plastik di laut. Satu bulan dalam satu tahun, nelayan menghentikan aktivitas penangkapan. Sebagai gantinya, nelayan mengambil dan mengumpulkan sampah dari laut. Program ini dikelola Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut.
“Sampah akan dibayar oleh Ditjen sesuai harga ikan terendah per kilo. Jadi satu kilo plastik dibayar sama harga ikan,” kata Trenggono.
Ribuan nelayan terlibat, ratusan ton sampah diangkut dari laut

KKP memulai program Gerakan Nasional (Gernas) Bulan Cinta Laut (BCL) 2024 sejak Mei lalu. Kegiatan itu dilaksanakan serentak selama dua bulan hingga akhir Juni dengan melibatkan 1.763 nelayan dari 22 kabupaten/kota dari 20 provinsi se-Indonesia.
Puncak Apresiasi Gerakan Nasional Bulan Cinta Laut 2024 digelar Anjungan Pantai Losari, Makassar, Kamis (29/8/2024). Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manoppo, dalamsambutannya mengatakan bahwa selama dua bulan pelaksanaan, Gernas BCL 2024, program pembersihan sampah plastik di laut berhasil mengumpulkan 744,6 ton sampah. Nilai ekonomis sampah yang terkumpul mencapai Rp212 juta lebih.
Sejak diinisiasi tahun 2022, Gernas BCL telah menjangkau total 36 kabupaten/kota. Dalam tiga kali pelaksanaan, kegitan ini melibatkan hampir tiga ribu nelayan, serta mengumpulkan total 1.000,6 ton sampah plastik.
Angka itu sejatinya bukan patokan keberhasilan. Menurut Victor, yang terpenting adalah semangat keberlanjutan. Kegiatan ini diharapkan bisa mengedukasi kesadaran nelayan dan masyarakat serta mengampanyekan pentingnya menjaga laut dan ekosistemnya. Harapannya, laut bersih bukan hanya impian.
“Kita sudah melihat bahwa pemerintah daerah juga sudah sangat aktif berpartisipasi dengan kegiatan yang sama. Harapannya stakeholder dapat melaksanakan dengan baik, sehingga laut semakin bersih,” ucap Victor.
Gernas BCL sejalan dengan target mengurangi 70 persen sampah laut pada tahun 2025 sesuai Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018. Dirjen mengungkapkan, pada 2023 pengurangan sampah laut sudah mencapai 41,2 persen pada tahun 2023 lalu, atau semakin dekat dengan target.
“Artinya target bisa diselesaikan di 2025,” Victor menyebutkan.
Gernas BCL memerlukan kolaborasi bersama pemerintah daerah, media, akademisi, dan mitra lainnya. Seperti lembaga swadaya masyarakat, komunitas, pemerhati sampah, unit pengelola sampah, dan pihak terkait lainnya. Sehingga nelayan dapat secara berkelanjutan mengambil sampah laut dengan pendampingan dan dukungan mitra melalui konsep circular economy.
Semangat serupa tumbuh di daerah

Gerakan Nasional Bulan Cinta Laut (BCL) telah menginspirasi berbagai pihak untuk menggalakkan aksi serupa, termasuk pemerintah daerah. Salah satunya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Jufri Rahman mengungkapkan, baru-baru ini Pemprov melaksanakan kegiatan pembersihan bawah laut atau under water clean up. Kegiatan yang melibatkan 50 orang penyelam itu membersihkan kawasan pesisir pantai dan laut di sekitar pemukiman nelayan, Pulau Barrang Lompo Makassar.
“Kita mengangkat satu ton sampah plastik dari bawah laut. Gerakan ini diharapkan berkelanjutan pada periode selanjutnya,” kata Jufri, sembari menyebut bahwa pemerintah kabupaten/kota turut mengerjakan kegiatan serupa.
Jufri menyadari bahwa wilayah pesisir dan laut sangat potensial memicu pertumbuhan ekonomi. Sulsel dan hampir seluruh Kawasan Timur Indonesia memiliki luas atau panjang kawasan pantai yang jauh lebih besar dibanding di kawasan barat. Bahkan potensi laut ini sangat luar biasa. Namun sayang, banyaknya sampah plastik di kawasan pesisir mengancam kelestarian alam alam kedepannya.
"Tentu itulah, maka kita harus lakukan langkah-langkah strategis di lapangan guna mengantisipasi akibat yang lebih fatal lagi," katanya.
Jufri ingin Gernas BCL jadi program berkelanjutan di KKP. Terlepas dari siapa pun menterinya di periode mendatang. Namun dia juga berharap MKP Sakti Wahyu Trenggono bisa Kembali masuk jajaran kabinet pemerintahan, sehingga tanggung jawabnya untuk melaksanakan gerakan peduli lingkungan laut bisa terus berjalan.
Penanganan sampah plastik di laut termasuk perencanaan jangka panjang KKP

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan bahwa Gernas BCL bukan hanya soal mengajak nelayan berhenti menangkap ikan untuk mengambil sampah di laut. Menurut dia, yang tak kalah penting adalah edukasi bagi masyarakat untuk menjaga kebersihan laut.
Bagi Trenggono, upaya ini harus melibatkan semua pihak, baik di laut maupun di darat. Bisa dimulai dengan cara paling sederhana di lingkungan tempat tinggal. Misalnya nelayan saat mencari ikan.
“Ketika melaut, kita harus memastikan bahwa kantong plastik yang digunakan untuk logistik kembali dalam jumlah yang sama. Di darat, peran pemda sangat penting untuk mengedukasi masyarakat melalui gerakan produktif, agar sampah plastik diamankan sejak awal, baik di toko, rumah, maupun tempat lainnya,” ungkap Menteri Trenggono.
Menteri Trenggono juga mengingatkan dampak jangka panjang dari sampah plastik yang dapat menjadi mikroplastik dan akhirnya merugikan kesehatan manusia, seperti menyebabkan cacat lahir, stunting, dan masalah kesehatan lainnya. Oleh karena itu, Gernas BCL akan dilaksanakan setiap tahun, dengan harapan semakin banyak pemda yang berpartisipasi.
“Harapan saya ke depan ini bisa menjadi suatu gerakan yang bisa dilakukan secara bersama dan serentak,” katanya.
Trenggono memastikan Gernas BCL bukan program temporer yang akan dilupakan saat periode pemerintahan berganti. Sebab program itu sudah masuk road map alias perencanaan strategis dan jangka panjang untuk mewujudkan Ekonomi Biru.
Selain Gernas BCL, arah kebijakan Ekonomi Biru KKP antara lain perluasan wilayah konservasi laut, penangkapan ikan secara terukur, gerakan pembangunan budi daya laut darat dan pesisir, serta penjagaan pulau-pulau kecil.
“Road Map ini sudah dibuat secara komprehensif, dan kemudian bisa dilanjutkan oleh pemerintahan yang akan datang dan terus dilaksanakan.”