Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Penyebab Muncul Rasa Tidak Percaya Diri yang Semakin Dalam

ilustrasi sedih (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi sedih (pexels.com/Liza Summer)
Intinya sih...
  • Lingkungan yang gemar membandingkan diri dengan orang lain membuat rasa percaya diri mudah terbentuk, menciptakan luka psikologis yang terbawa hingga dewasa.
  • Kegagalan yang belum bisa diterima atau pengalaman pernah dihina oleh orang lain bisa sangat memengaruhi rasa percaya diri, sehingga rasa percaya diri terus menurun.
  • Pola pikir perfeksionis tanpa ruang untuk belajar dan berkembang secara alami membuat seseorang meragukan kemampuannya sendiri dan enggan mencoba lagi.

Rasa percaya diri bukan sesuatu yang muncul begitu saja, melainkan hasil dari pengalaman, pola pikir, dan perlakuan yang diterima seseorang sepanjang hidupnya. Ketika seseorang mengalami banyak keraguan terhadap diri sendiri, itu seringkali bukan karena kurangnya kemampuan, tapi karena ada luka yang belum disembuhkan atau kebiasaan berpikir yang terus memperlemah keyakinan diri. Rasa tidak percaya diri yang dibiarkan terus-menerus bisa menjadi hambatan besar dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam hubungan sosial, pekerjaan, hingga pengambilan keputusan.

Tanpa disadari, banyak faktor kecil yang bisa memperparah rasa tidak percaya diri. Entah karena pengalaman masa lalu yang menyakitkan, tekanan lingkungan, atau sikap membandingkan diri secara berlebihan, semuanya bisa membentuk pandangan negatif terhadap diri sendiri. Jika tidak disadari sejak dini, kondisi ini bisa semakin dalam dan sulit diatasi. Berikut lima penyebab yang umum membuat seseorang terus-menerus kehilangan kepercayaan diri.

1. Terlalu sering dibandingkan sejak kecil

ilustrasi sedih (pexels.com/Keenan Constance)
ilustrasi sedih (pexels.com/Keenan Constance)

Ketika sejak kecil seseorang tumbuh dalam lingkungan yang gemar membandingkan dirinya dengan orang lain, entah itu saudara, teman, atau tokoh ideal tertentu—rasa tidak percaya diri mudah terbentuk. Anak-anak yang terus dibandingkan bisa mulai merasa bahwa dirinya tidak pernah cukup baik apa pun yang mereka lakukan.

Perbandingan semacam ini menciptakan luka psikologis yang terbawa hingga dewasa. Alih-alih merasa bangga atas pencapaian sendiri, seseorang justru cenderung meremehkan hasil usahanya karena merasa harus selalu lebih dari orang lain. Padahal, kepercayaan diri tumbuh ketika seseorang diberi ruang untuk menjadi dirinya sendiri tanpa tekanan perbandingan.

2. Pengalaman gagal atau dihina di masa lalu

ilustrasi sedih (pexels.com/Rafa Barros)
ilustrasi sedih (pexels.com/Rafa Barros)

Kegagalan yang belum bisa diterima atau pengalaman pernah dihina oleh orang lain bisa sangat memengaruhi rasa percaya diri. Apalagi jika hal itu terjadi dalam momen yang penting atau disaksikan oleh banyak orang. Peristiwa semacam ini bisa membekas dalam pikiran dan membentuk keyakinan bahwa dirinya tidak layak atau tidak mampu.

Sayangnya, banyak orang yang tidak diberi dukungan emosional setelah gagal, dan akhirnya memilih menyalahkan diri sendiri. Mereka menjadi takut mencoba lagi karena khawatir mengulang rasa malu yang pernah dirasakan, sehingga rasa percaya diri terus menurun.

3. Terjebak dalam pola pikir perfeksionis

ilustrasi orang sedih (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi orang sedih (pexels.com/Karolina Grabowska)

Perfeksionisme sering terlihat sebagai bentuk motivasi, padahal bisa menjadi musuh dalam diam. Ketika seseorang merasa semua hal harus dilakukan dengan sempurna tanpa celah, maka satu kesalahan kecil pun bisa membuatnya merasa gagal. Akibatnya, ia akan cenderung terlalu keras terhadap dirinya sendiri dan kehilangan kepercayaan saat tidak bisa memenuhi ekspektasi tinggi yang dibuatnya sendiri.

Pola pikir ini tidak memberi ruang untuk belajar dan berkembang secara alami. Ketika hasil tidak sesuai harapan, bukannya belajar dari pengalaman, seseorang malah meragukan kemampuannya sendiri dan akhirnya enggan mencoba lagi.

4. Terlalu sering mencari validasi dari orang lain

ilustrasi orang sedih (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi orang sedih (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Keinginan untuk diakui dan dihargai itu manusiawi. Tapi jika seseorang terlalu bergantung pada pujian atau pengakuan orang lain untuk merasa percaya diri, maka kepercayaan dirinya menjadi rapuh. Ia akan mudah goyah saat tidak mendapatkan respons positif dari orang sekitar.

Hal ini menciptakan pola hidup yang penuh tekanan karena seseorang merasa harus terus memuaskan ekspektasi orang lain. Ketika respons yang diterima tidak sesuai harapan, perasaan tidak berharga dan keraguan terhadap diri sendiri pun akan semakin dalam.

5. Lingkungan yang minim dukungan emosional

ilustrasi sedih (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi sedih (pexels.com/MART PRODUCTION)

Lingkungan sosial yang tidak mendukung, seperti keluarga yang jarang memberikan apresiasi atau teman-teman yang suka meremehkan, bisa sangat memengaruhi cara seseorang memandang dirinya sendiri. Ketika seseorang tidak merasa diterima atau dihargai dalam lingkungannya, ia akan sulit membangun rasa percaya diri.

Dukungan emosional dari orang sekitar sangat penting dalam membentuk kepercayaan diri yang sehat. Tanpa itu, seseorang bisa merasa terisolasi dan meragukan kemampuannya, meskipun sebenarnya ia punya potensi besar yang belum tergali.

Rasa tidak percaya diri tidak muncul dalam semalam, ia tumbuh dari berbagai pengalaman dan kebiasaan berpikir yang terus berulang. Mengenali penyebabnya adalah langkah pertama untuk menyembuhkan dan membangun kembali keyakinan pada diri sendiri. Dengan lingkungan yang sehat, dukungan emosional, dan kebiasaan berpikir yang lebih positif, setiap orang punya kesempatan untuk merasa cukup dan percaya bahwa dirinya layak dihargai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us