Sederet Alasan Kuat Aliansi Mahasiswa Unhas Tolak Omnibus Law

Omnibus Law dinilai tidak berpihak ke buruh & lingkungan

Makassar, IDN Times - Ratusan mahasiswa Universitas Hasanuddin Makassar yang tergabung dalam Aliansi Unhas Bersatu Tolak Omnibus Law menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus mereka di Jalan Perintis Kemerdekaan, Tamalanrea, Makassar, Selasa (10/3). 

Pengunjuk rasa menilai Omnibus Law Cipta Kerja memuat sejumlah pasal kontroversial dan sangat tidak pro terhadap rakyat Indonesia.

"Jadi kebijakan yang diciptakan ini hanya untuk membuka jalan investasi asing masuk ke Indonesia. Bukan untuk mensejahterakan rakyat, khususnya buruh," kata Riska, jenderal lapangan massa aksi mahasiswa Unhas saat memberikan keterangan di sela aksi.

1. RUU Omnibus Law Cipta Kerja merugikan rakyat Indonesia pada banyak sektor

Sederet Alasan Kuat Aliansi Mahasiswa Unhas Tolak Omnibus LawMahasiswa Unhas menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law, Selasa (10/3). IDN Times/Sahrul Ramadan

Menurut Riska, Omnibus Law Cipta Kerja ini juga berpotensi merugikan rakyat Indonesia pada banyak sektor kehidupan. "Kalau ditinjau dari segi formilnya, Omnibus Law RUU Cilaka tidak sah. Kalau dikatakan sumber hukum karena bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," jelas mahasiswa Fakultas Kehutanan Unhas ini.

Lebih jauh, pembentukan Omnibus Law, menurut Riska dan kawan-kawannya, menyalahi prosedur karena tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Ada banyak materi dari Omnibus Law dianggap merugikan rakyat dan tidak ramah terhadap lingkungan.

"Belum lagi meminimalisir analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) terhadap lingkungan dan kemudian UU kehutanan yang nyatanya hari ini dampak kebakarannya itu tidak lagi dilimpahkan ke pemilik korporasi," terangnya.

2. Omnibus Law Cipta Kerja mengebiri hak-hak buruh

Sederet Alasan Kuat Aliansi Mahasiswa Unhas Tolak Omnibus LawMasyarakat berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

RUU Omnibus Law Cipta Kerja menurut mahasiswa Unhas peserta aksi, memberikan peluang bagi perusahaan untuk sebebas-bebasnya mengatur segala macam tindakan yang tidak mengacu pada UU sebelumnya, khususnya UU Ketenagakerjaan.

Perusahaan, kata Riska, tidak menutup kemungkinan bakal menerapkan sistem otoriter, atau sewenang-wenang terhadap buruh dalam bekerja. Baik mengenai sistem pengupahan yang diterapkan hingga tunjangan ketika buruh bermasalah dengan perusahaan.

"Kemudian hak-hak buruh di perusahaan itu dikebiri. Banyak menyentuh aspek yang merugikan rakyat Indonesia yang dalihnya untuk kepentingan ternyata untuk melancarkan investasi asing masuk ke Indonesia," ujar mahasiswi angkatan 2016 ini.

Baca Juga: Unjuk Rasa, Serikat Buruh di Sulsel Menolak Keras Omnibus Law 

3. Dalam dua hari, dua kali aksi penolakan RUU Omnibus Law digelar di Makassar

Sederet Alasan Kuat Aliansi Mahasiswa Unhas Tolak Omnibus LawMasyarakat berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Hari ini adalah kali kedua masyarakat, khususnya mahasiswa menggelar unjuk rasa menyikapi rencana penerapan RUU Omnibus Law. Senin (9/3) kemarin, aksi serupa dalam skala cukup besar digelar ratusan buruh dan masyarakat sipil lainnya.

Mereka berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo. Secara umum, mereka dengan tegas menolak penerapan Omnibus Law Cilaka, yang dianggap sebagai sebuah aturan baku yang mengancam kehidupan masyarakat dalam bekerja.

"Kenapa kita anggap itu sebagai sebuah ancaman, pertama karena itu menghilangkan perlindungan terhadap buruh. Terkhusus adalah buruh perempuan," kata Ketua Gabungan Serikat Buruh Nusantara Sulsel Asniati, kepada IDN Times saat ditemui di lokasi unjuk rasa kemarin.

4. Kenapa Omnibus Law wajib ditolak?

Sederet Alasan Kuat Aliansi Mahasiswa Unhas Tolak Omnibus LawMasyarakat berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Omnibus Law kata Asniati wajib ditolak karena tidak ada jaminan kepastian masa depan dalam bekerja yang diatur dalam undang-undang sapu jagat tersebut. Misalnya, disebutkan Asniati, jika buruh mengalami pemutusan hubungan kerja tidak lagi mendapatkan pesangon.

Padahal, merujuk dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, jelas Asniati, setiap pekerja atau buruh yang diputus kontraknnya oleh perusahaan wajib mendapatkan pesangon.

"Itu ancaman besar. Karena selama ini, itu diatur dengan sangat jelas," sebut Asniati.

Omnibus Law lanjut Asniati, juga dengan gamblang mengatur bagaimana tenaga kerja asing bisa dengan mudah masuk ke Indonesia melalui perusahaan dengan modus mempermudah perjalanan investasi suatu perusahaan.

Didatangkannya tenaga kerja asing, semakin memperburuk posisi buruh sebagai tenaga kerja pribumi yang disingkirkan di negeri sendiri dalam konteks lapangan kerja oleh suatu perusahaan. Dan itu, disebutkan, dibenarkan oleh penerapan UU Omnibus Law.

"Lapangan pekerjaan kita akan hilang. Mau dikemanakan kita? Bayangkan kalau kita diupah hanya dihitung per jam. Dua jam dalam bekerja. Bagaimana kita menghidupi keluarga di rumah. Ini sangat mengancam kita semua. Bukan cuma buruh sebenarnya kalau kita mau melihat secara utuh. Seluruh rakyat Indonesia akan mengalami dampak dari penerapan itu," tegas perempuan yang akrab disapa Ros ini.

Baca Juga: [BREAKING] Ratusan Mahasiswa Unhas Gelar Aksi Tolak Omnibus Law

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya