Diskusi Publik di Unhas Soroti Undang-Undang yang Dinilai Bermasalah

Topik aksi mahasiswa hingga peran media turut mengemuka

Makassar, IDN Times - Riak-riak demonstrasi mahasiswa selama beberapa pekan terakhir tak bisa dipandang sebelah mata. Ini adalah respons untuk kinerja DPR-RI yang dipertanyakan banyak kalangan. Berangkat dari fenomena tersebut, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin melakukan diskusi panel bertema "Menyikapi Peran Mahasiswa dan Stabilitas Politik" pada Kamis (10/10) siang.

Di hadapan puluhan peserta yang memadati Aula Prof. Syukur Abdullah FISIP Unhas, sebanyak sepuluh panelis lintas profesi dan disiplin ilmu menyampaikan pendapat dan kondisi terkini dari aksi mahasiswa terkini. Acara interaktif ini dipandu oleh Dr. Hasrullah, MA selaku Wakil Dekan III FISIP Unhas dan dibuka oleh Dekan FISIP Unhas sendiri yakni Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si.

1. Diskusi ini menghadirkan tujuh pembicara lintas profesi dan disiplin ilmu

Diskusi Publik di Unhas Soroti Undang-Undang yang Dinilai BermasalahIDN Times/Achmad Hidayat Alsair

Abdul Fatir Kasim, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Hasanuddin, mendapat giliran pertama. Pemuda 22 tahun itu mengakui aksi massa di Kota Daeng adalah pertanda mahasiswa sedang melakukan tugasnya sebagai agen perubahan. "Aksi kali ini bersifat komprehensif karena berlangsung di mana-mana. Artinya, semua serentak menolak peraturan  yang tak berpihak masyarakat," paparnya.

Apresiasi datang dari Ketua DPRD Sulawesi Selatan 2019 - 2024, Andi Ina Kartika Sari. Wanita alumnus Fakultas Hukum Unhas tersebut mengaku mengikuti dengan cermat perkembangan aksi mahasiswa di tingkat Makassar. Selain telah meneruskan aspirasi mahasiswa ke DPR-RI, ia mengaku siap membuka pintu selebar-lebarnya untuk mahasiswa yang hendak datang berdiskusi.

Sementara itu, Prof. Dr. Abrar Saling, SH selaku ahli hukum pertambangan menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Pertambangan (UU Minerba), salah satu agenda legislasi yang telah disahkan DPR-RI periode 2014 - 2019. Sejumlah revisi menjadi sorotannya. Seperti penghilangan pasal 165, yang menangkap pelaku korupsi dan pejabat yang menyalahgunakan wewenang dalam urusan pertambangan.

Baca Juga: Diajukan 33 Kampus, Pankas Unhas Yakin Uji Materi UU KPK Dikabulkan MK

2. Dengan tema "Menyikapi Peran Mahasiswa dan Stabilitas Politik", diskusi membahas berbagai isu yang saat ini mengemuka

Diskusi Publik di Unhas Soroti Undang-Undang yang Dinilai BermasalahIDN Times/Achmad Hidayat Alsair

Dr. Hasrul, SH, MH, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pankas) Unhas, mencecar habis UU KPK. Ia menyebutnya cacat formil dengan beberapa alasan seperti tidak masuk dalam Prolegnas, ketuk palu pengesahan tidak memenuhi kuorum, serta tidak peduli dengan suara rakyat. "Selain itu, UU ini juga membonsai kewenangan KPK. Bagaimana bisa lembaga hukum independen ternyata dimasukkan sebagai badan Eksekutif?", tandasnya.

Sukri, M.Si, Ph.D, salah satu pakar hukum Kampus Merah, menawarkan pandangan humanis. Baginya, demonstrasi yang digerakkan mahasiswa juga harus memikirkan nasib rakyat biasa yang sehari-harinya mencari nafkah dan menggantungkan nasib di jalanan. "Jangan sampai berjarak dengan masyarakat. Jangan sampai isu yang disampaikan tanpa artikulasi. Silakan sampaikan pesan-pesan tersebut sebab inilah yang menjadi bagian dari kita," pungkas alumnus Universitas Gajah Mada tersebut.

Pemimpin Redaksi Harian Fajar, Arsyad Hakim, menawarkan pandangan media atas aksi mahasiswa. Dalam aksi mahasiswa terbaru, seluruh media independen kompak berdiri di belakang suara mayoritas. "Ini tandanya media kita masih sangat sehat. Sepanjang ini kepentingan publik, kami wajib hadir di situ. Bisnis media adalah bisnis kepercayaan." 

3. Lagi-lagi, yang menjadi sorotan adalah kemauan badan legislatif menampung suara rakyat

Diskusi Publik di Unhas Soroti Undang-Undang yang Dinilai BermasalahIDN Times/Achmad Hidayat Alsair

Menjawab pertanyaan dari audiens perihal taktik kiat-kiat menyaring dan memillah informasi, Arsyad menjawabnya dengan metode sederhana namun ampuh. "Teman-teman perlu mengenali media yang termasuk arus utama dan non-mainstream. Jika medianya sudah mapan, entah itu televisi, cetak dan online, mereka dijamin tak berani memuat berita bohong. Ada kredibilitas yang dijunjung tinggi."

Menimpali wacana keterlibatan mahasiswa dalam proses perumusan Undang-Undang, Fatir selaku Ketua BEM-U berujar hal tersebut memang sudah wajib dilakukan. "Kalau mau stabil, bukakan ruang demokrasi seluas-luasnya. Hampir di setiap golongan, para wakil rakyat dianggap tak lagi menjadi representasi rakyat."

Baca Juga: [WANSUS] Ketua BEM Unhas Bicara Aksi Mahasiswa Era Millennial

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya