Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

WALHI Desak Pemerintah Cabut SHGB di Laut Makassar

ilustrasi laut. (unsplash.com/yucar studios)

Makassar, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan mendesak pemerintah untuk segera mencabut Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diterbitkan di atas perairan pesisir Makassar. Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, menilai penerbitan SHGB tersebut menyalahi aturan dan hanya menguntungkan pihak swasta.

Menurut Amin, praktik penguasaan wilayah pesisir oleh perusahaan-perusahaan besar di Makassar sudah berlangsung lama. Ironisnya, hal ini kerap dibiarkan oleh pemerintah.

"Pada dasarnya penguasaan atas wilayah pesisir di Makassar sudah berlangsung sejak lama. Nampaknya pemerintah itu tidak pernah mau membereskannya," katanya saat diwawancarai IDN Times via telepon, Sabtu (1/2/2025).

1 SHGB di laut bukan praktik baru

Kawasan laut di Makassar yang memiliki SHGB atas nama perusahaan/Google Earth

Amin menyebutkan sejumlah perusahaan besar telah lama menguasai wilayah pesisir Makassar. Namun hal ini baru diributkan setelah viralnya pagar laut di Jakarta serta adanya instruksi presiden untuk menertibkan dan mengambil alih seluruh aset negara yang dikuasai swasta. 

"Ini sudah menjadi rahasia umum bahwa posisi di barat Makassar itu sudah dikuasai oleh perusahaan besar. Saya ambil contoh misalnya PT GMTD, PT Bosowa, dan Ciputra Grup," katanya. 

Menurutnya, beberapa perusahaan bahkan menggunakan modus yang sama dengan yang terjadi di Jakarta dalam kasus pagar laut. Karena itu, kasus sertifikat laut ini bukan lagi praktik baru. 

"Mereka kaveling dulu, mereka pagari dulu, mereka buat batas-batas penguasaan dulu, lalu mereka timbun perlahan-lahan sambil mengurus surat hak guna bangunannya," jelasnya. 

2. WALHI minta BPN transparan

Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin. (IDN Times/Asrhawi Muin)

WALHI juga mengkritik sikap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar yang enggan mengungkap pemilik SHGB di lahan reklamasi Jalan Metro Tanjung Bunga seluas 23 hektar. Dia menegaskan BPN harus berani membuka siapa pemiliknya dan kapan izin itu diterbitkan.

"Jadi, saya minta dengan sangat, ATR/BPN jangan kabur setelah mengumumkan bahwa ada SHGB di pesisir Makassar, lalu bilang tidak berani menunjukkan siapa perusahaannya dan kapan izinnya diterbitkan," kata Amin. 

Dia menegaskan BPN harus berani dengan konsekuensi karena telah menginformasikan ke publik soal adanya SHGB di pesisir Makassar. WALHI pun mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera mencabut izin-izin yang dianggap bermasalah, termasuk izin SHGB di laut Makassar itu.

"Kalau pun tidak berani, saya berharap Pak Nusron Wahid (Menteri ATR/BPN) berani mencabut posisi kanwil ATR/BPN yang saat ini sedang menjabat di Sulawesi Selatan. Lalu membongkar, mencabut izin-izin tersebut dan memberikan pengelolaan itu kepada negara," tegasnya. 

3. Pemerintah harus ambil alih pengelolaan pesisir

Ilustrasi Pantai (Dok. BPBD Kabupaten Malang)

Lebih lanjut, WALHI menegaskan negara akan lebih diuntungkan jika aset pesisir dikelola oleh pemerintah, bukan oleh pihak swasta. Amin mengatakan aset pesisir ini bisa menjadi sumber pendapatan besar bagi negara jika dikelola dengan baik. 

"Negara ini akan lebih untung, mendapatkan benefit, manfaat bila hak pengelolaan pesisir itu dikelola oleh negara," kata Amin. 

Dia juga meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kota Makassar untuk mengambil sikap tegas dan tidak takut menghadapi tekanan dari pihak swasta. Menurutnya, pemerintah punya kapasitas untuk mengelola aset pesisir selama mereka berani dan serius. 

"Saya kira negara, pemerintah provinsi maupun pemerintah Kota Makassar punya kapasitas dan punya kemampuan untuk mengelola aset-aset negara yang dikuasai oleh taipan-taipan tersebut," kata Amin. 

4. SHGB terbit di atas laut diduga langgar aturan

Kawasan laut di Makassar yang memiliki SHGB atas nama perusahaan/Google Earth

Polemik penguasaan pesisir inj mencuat setelah terungkapnya penerbitan SHGB di atas laut Makassar. Kasus ini bermula dari terbitnya SHGB milik PT DG pada 2015 di kawasan reklamasi Jalan Metro Tanjung Bunga. Saat sertifikat diterbitkan, lahan tersebut masih berupa perairan sehingga menimbulkan dugaan pelanggaran aturan pertanahan.

Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Makassar, Ahmad Yusran, menegaskan penerbitan SHGB di atas laut tidak sesuai peruntukan. Dia menyebut SHGB itu berpotensi melanggar aturan.

"SHGB itu terbit sebelum adanya Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Selatan pada 2022. Padahal, sesuai aturan, SHGB diperuntukkan atas tanah, bukan perairan," ungkap Yusran.

Melalui citra satelit Google Earth, ditemukan bahwa area tersebut pada 2015 sebagian besar masih berupa laut dengan pola menyerupai pematang sawah. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa sertifikat dikeluarkan tanpa dasar hukum yang jelas.

5. BPN Makassar enggan beberkan pemilik SHGB

Kawasan laut di Makassar yang memiliki SHGB atas nama perusahaan/Google Earth

BPN Makassar menolak mengungkapkan pemilik SHGB di atas lahan 23 hektar tersebut. Kasi Sengketa BPN Makassar, Andrey Saputra, menyebut informasi tersebut tidak dapat dipublikasikan karena terkait hak perorangan.

"Kami hanya bisa memastikan bahwa sertifikat itu ada. Tapi mengenai pemiliknya dan waktu penerbitannya, mohon maaf, tidak bisa kami sampaikan karena terkait hak perorangan," ujar Andrey.

Dia juga menegaskan sertifikat SHGB hanya dapat diterbitkan jika pemohon telah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan.

"Kami hanya bekerja berdasarkan dokumen yang sudah ada. Untuk alas hak dan pengukuran awal, itu ranah dinas terkait," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
Ashrawi Muin
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us