UGM Kalahkan Telkom University di Penyisihan Liga Debat Mahasiswa 2025

- UGM menang dalam Liga Debat Mahasiswa 2025 dengan skor 245, mengalahkan Telkom University yang memperoleh 241 poin.
- Mosi debat adalah kendaraan listrik sebagai solusi kunci untuk mengurangi polusi udara di kota-kota besar Indonesia.
- Telkom University mendukung kendaraan listrik sebagai solusi utama, sementara UGM menolak ide bahwa kendaraan listrik adalah solusi tunggal.
Makassar, IDN Times - Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil menundukkan Telkom University dalam babak penyisihan Liga Debat Mahasiswa 2025 yang digelar secara virtual, Kamis (15/5/2025). Debat ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun ke-11 IDN Times dengan tema Keberlanjutan Bumi di Tangan Gen Z, Yes or No?.
Mosi debat yang diangkat adalah kendaraan listrik menjadi solusi kunci untuk mengurangi polusi udara di kota-kota besar Indonesia. Telkom University berada di posisi pro, sementara UGM mengambil posisi kontra.
Kedua tim sama-sama menghadirkan tiga pembicara dan tampil dalam empat sesi. Debat berdurasi total 1,5 jam.
Debat masih dihadiri tiga panelis yang hadir yaitu Arie Rostika Utami, dari Yayasan Indonesia Cerah; Prigi Arisandi, pendiri ECOTON; dan Enda Grimonia selaku Policy Analyst Manager New Energy Nexus. Sementara Yuko Utami, Jurnalis IDN Times, bertindak sebagai moderator.
1. Tim Telkom University sebut kendaraan listrik sebagai solusi utama pengurangan polusi

Muhammad Dwiva Arya Erlangga dari Telkom University membuka sesi debat dengan pernyataan dukungan terhadap kendaraan listrik sebagai solusi utama dalam menanggulangi polusi udara di kota-kota besar Indonesia. Menurut Dwiva, meski polusi udara juga disebabkan oleh sektor industri dan deforestasi, data menunjukkan bahwa kendaraan bermotor merupakan kontributor terbesar, khususnya di kota seperti Jakarta.
"Ini adalah cara yang sangat efektif untuk jangka panjang dan juga jangka pendek. Kenapa harus kendaraan listrik, sumber masalah udara bukan hanya dari kendaraan? Benar bahwa polusi udara bukan hanya berasal dari kendaraan melainkan juga dari industri ataupun sampah deforestasi," kata Dwiva.
Dia mengatakan kendaraan listrik merupakan solusi kunci dalam mereduksi polusi udara. Dia menyampaikan berdasarkan data dari Vital Statisik, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di Jakarta dengan menyumbang antara 32 hingga 57 persen dari total emisi.
"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik nasional, bahwa Jakarta memiliki 24,9 juta kendaraan bermotor di mana penduduknya hanya 11, 3 juta orang. Artinya, rata-rata satu orang memiliki lebih dari 1 kendaraan," kata Dwiva.
Tim Telkom memberikan dua solusi yakni jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, Dwiva mengatakan perlu kebijakan yang tegas dalam menghadapi polusi udara. Salah satunya adalah pembatasan kendaraan berbasis emisi saat indeks kualitas udara (AQI) melebihi angka 100.
"Ini mirip dengan sistem ganjil genap di mana air qualitiy indeksnya di atas 100 itu tidak boleh lagi ada kendaraan listrik yang jalan di jalanan di mana ini bakalan dilakukan weekly atau mingguan. Jadi jika dalam minggu itu, rata-rata udah buruk, mereka tidak boleh lagi pakai," kata Dwiva.
Jika masyarakat belum punya kendaraan listrik, tim Telkom mengusulkan opsi lain. Pertama, masyarakat dapat menggunakan transportasi umum yang tidak terlalu banyak menyumbang polusi udara atau bersepeda dan berjalan kaki. Dwiva mengatakan hal ini akan berefek langsung pada menurunnya karbon monoksida beberapa minggu.
"Untuk jangka panjang, di mana 5-10 tahun ke depan, kota-kota besar di Indonesia, dapat memberikan kebijakan ekstrem di mana tidak boleh ada lagi kendaraan non listrik dijual," katanya.
2. Tim UGM sebut kendaraan listrik bukan solusi tunggal

Di sisi seberang, tim UGM menolak ide bahwa kendaraan listrik adalah solusi tunggal. Jessica Olivia Wulandari Riyanto dari UGM mengutip WALHI dan Greenpeace Indonesia yang menilai kontribusi kendaraan listrik terhadap pengurangan emisi belum signifikan, terutama karena sumber listriknya masih dominan berasal dari PLTU batu bara.
"Sebab, secara kausalitas, polusi yang terjadi hari ini, bukan hanya karena transportasi melainkan akumulasi dampak dari aktivitas seperti PLTU, industri manufaktur, dan aktivitas masyarakat," kata Jessica.
Dalam paparannya, tim UGM menawarkan mekanisme yang lebih komprehensif. Pertama, dengan membatasi jumlah kendaraan pribadi dan memperluas penggunaan transportasi publik. Pemerintah didorong untuk memberlakukan kebijakan pembatasan kendaraan seperti sistem plat nomor ganjil-genap atau pembatasan usia kendaraan.
Kedua, alih-alih mensubsidi kendaraan listrik sebesar Rp7 triliun seperti pada tahun 2024, pemerintah didorong untuk investasi besar-besaran pada infrastruktur transportasi publik, seperti MRT, BRT, kereta komuter, serta integrasi antarmoda.
Ketiga, tim UGM mendorong skema subsidi gabungan untuk mendorong peralihan perilaku masyarakat dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Keempat, mereka menekankan pentingnya transisi sumber energi ke energi terbarukan.
"Menurut Greenpeace Indonesia, jika AZE (emisi nol bersih) adalah tujuannya maka persoalan energilah yang seharusnya diprioritaskan," kata Jessica.
3. UGM ajukan pendekatan sistemik

UGM pun mengajukan pendekatan sistemik yang meliputi pembatasan kendaraan pribadi, investasi besar pada transportasi publik, serta transisi sumber energi dari fosil ke energi terbarukan. Jason Valentino dari tim UGM juga mengatakan terdapat 16 PLTU berbasis batu bara di sekitar Jakarta, serta ratusan fasilitas industri dalam radius 100 km dari pusat kota.
"Ini berarti kontribusi terbesar dari polusi tersebut bukan dari kendaraan tapi kenyataannya dari industri dan pembangkit listrik yang menggunakan batu bara. Ini menjelaskan juga kenapa pertambahan kendaraan listrik tidak berbanding lurus dengan pengurangan emisi karbon di Indonesia," kata Jason.
Jason sepakat bahwa isu pencemaran udara memang kerap dikaitkan dengan kota-kota besar. Namun, menurutnya, permasalahan ini tidak dapat dilokalisasi secara sempit. Mereka menyoroti pencemaran udara bukan hanya persoalan internal Jakarta atau kota besar lain, tetapi juga melibatkan interaksi lintas wilayah.
“Data menunjukkan bahwa pencemaran udara tidak terbatas dalam satu kawasan administratif. Lembaga-lembaga independen yang mengkaji isu kualitas udara menyebutkan pencemaran tidak sebatas antara provinsi Banten, Jawa Barat merupakan pencemaran daerah terpisah seperti Jakarta," katanya.
4. UGM menang tipis

Sesi debat berlangsung sengit. Kedua tim saling menyanggah dan melontarkan pertanyaan kritis, baik dalam sesi tanya jawab maupun sesi panelis. Para juri juga memberikan pertanyaan kepada kedua tim.
Di akhir sesi, masing-masing tim diberi waktu untuk menyampaikan closing statement. Telkom menegaskan kembali urgensi tindakan cepat melalui adopsi kendaraan listrik, sementara UGM menutup dengan penekanan pada pentingnya transisi energi dan reformasi sistem transportasi yang lebih menyeluruh.
Hasil akhirnya sangat ketat yakni UGM menang dengan skor 245, mengungguli Telkom University yang memperoleh 241 poin. Skor ini disampaikan oleh panelis Enda Grimonia. Dia pun mengapresiasi performa kedua tim.
"Kedua kelompok sama-sama keren. Hasilnya beda tipis. Selamat untuk tim UGM untuk lanjut ke babak selanjutnya dan tetap semangat untuk Telkom. Dua-duanya keren," kata Enda.