Sulsel Targetkan Penurunan Stunting Jadi 19 Persen pada Akhir 2025

Makassar, IDN Times - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menargetkan penurunan prevalensi stunting dari 23,3 persen menjadi 19 persen pada akhir 2025 melalui Program Aksi Stop Stunting. Program ini merupakan inisiatif Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel untuk mempercepat perbaikan gizi anak dan ibu hamil di wilayah pedesaan.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar, menjelaskan program tersebut akan menjangkau ribuan penerima manfaat di berbagai wilayah. Sebanyak 15.120 balita bermasalah gizi dan 1.008 ibu hamil dengan kekurangan energi kronis (KEK) menjadi sasaran utama di 504 desa yang tersebar di seluruh Sulawesi Selatan.
"Program ini bertujuan menurunkan prevalensi stunting hingga di bawah rata-rata nasional. Kalau bisa, mendekati 14 persen sesuai target nasional," kata Ishaq, Rabu (29/10/2025).
1. Edukasi gizi dan pemberian PMT jadi strategi utama tekan stunting

Ishaq menjelaskan aksi tersebut menjadi bagian dari langkah kolaboratif lintas sektor di tingkat provinsi, kabupaten, hingga desa. Upaya ini diharapkan dapat memperbaiki status gizi masyarakat sekaligus mengubah perilaku keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi anak dan ibu hamil.
Tahapan awal program dimulai dengan pendataan dan identifikasi terhadap balita yang mengalami stunting di setiap wilayah. Setelah itu, petugas memberikan intervensi berupa pemberian makanan tambahan (PMT) bergizi bagi anak-anak yang masuk dalam kategori stunting.
"Kemudian juga ada edukasi kepada ibunya terutama dan keluarganya ya, maksudnya untuk memberikan makanan yang bergizi dan sehat kepada balitanya supaya tidak stunting lagi," ucapnya.
PMT dirancang sebagai bentuk stimulans bagi masyarakat. Melalui program ini, warga diajarkan mengenali contoh makanan bergizi seimbang yang sehat dan memenuhi standar gizi.
"Supaya mereka belajar dari itu, untuk mencontoh nanti di rumahnya, kan ini seperti stimulans juga ya, pemberian makanan. Juga untuk memberikan pelajaran bagaimana gizi kepada anaknya, memenuhi kebutuhan gizi dari anak balitanya ya, dan juga ibu hamil," kata Ishaq.
2. Pengawasan berlapis diterapkan untuk kawal program Aksi Stop Stunting

Setiap desa memiliki tim pengawas yang memastikan pelaksanaan program berjalan efektif. Tim ini terdiri dari satu tenaga pendamping gizi, satu kader desa, dan satu kader PKK yang bertugas memantau perkembangan anak dan ibu penerima manfaat.
"Dari kabupaten juga ada dokter di puskesmas, kemudian dari tim Monev kabupaten dan provinsi, termasuk pakar gizi, dokter anak dari IDAI, serta akademisi Poltekkes yang ikut memantau. PKK di tingkat provinsi, kabupaten, kota, hingga desa juga terlibat dalam pengawasan," kata Ishaq.
3. Dinkes dorong pemantauan rutin dan perbaikan pola asuh

Ishaq berharap para kader bersama PKK tetap aktif memantau perkembangan balita di wilayahnya masing-masing melalui dukungan puskesmas dan posyandu. Pemantauan berkelanjutan diperlukan agar anak yang sudah tumbuh sehat tidak kembali mengalami stunting setelah program berakhir.
Dia menekankan pentingnya mengantisipasi berbagai faktor yang dapat memicu kasus stunting di masyarakat. Beberapa di antaranya meliputi kemiskinan, pernikahan dini, pola asuh yang kurang tepat, serta kondisi ibu hamil dengan kekurangan energi kronis (KEK).
"Itu juga harus diantisipasi, termasuk pengukuran tinggi badan dan tumbuh kembang anak di posyandu yang harus rutin dilakukan. Imunisasi, sanitasi, kebersihan rumah, serta ketersediaan air bersih dan dukungan keluarga juga perlu diperhatikan," kata Ishaq.


















