Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Meutya Hafid: Anak-anak di Dunia Digital Sama Bahayanya Seperti Nyetir Mobil

IMG_20250616_144254.jpg
Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, saat menjadi pembicara pada kegiatan Fasilitas Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas di Balai Besar Pengembangan SDM dan Penelitian Komdigi Makassar, Senin (16/6/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Makassar, IDN Times - Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, mengingatkan ancaman serius yang mengintai anak-anak di ruang digital. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Fasilitas Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas di Balai Besar Pengembangan SDM dan Penelitian Komdigi Makassar, Senin (16/6/2025). 

Meutya menyebut hampir 50 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak. Karena itu, hal ini perlu dicermati karena pada usia tersebut mereka dinilai belum cukup matang untuk memilah informasi.

"Anak salah satu pengguna internet paling tinggi. Profil pengguna 48 persen adalah anak. Ini yang kita harus cermati karena usianya kita anggap anak-anak. Belum cukup matang atau bijak untuk memilah-milah," kata Meutya.

1. Orang tua sulit memantau aktivitas anak di dunia maya

IMG_20250616_115559.jpg
Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, saat menjadi pembicara pada kegiatan Fasilitas Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas di Balai Besar Pengembangan SDM dan Penelitian Komdigi Makassar, Senin (16/6/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Meutya menggambarkan betapa sulitnya orang tua, terutama ibu, memantau aktivitas anak di dunia maya. Dia bahkan menegaskan bahwa membiarkan anak-anak menjelajah media sosial tanpa pengawasan sama berbahayanya dengan membiarkan mereka menyetir mobil. 

"Sama bahayanya anak-anak nyetir mobil. Tapi kasat mata. Kalau menggunakan gadget dan masuk sosmed, ibu-ibu tidak bisa mengawasi. Anak ke masuk kamar, ibu tidak tahu anak bawa HP," kata Meutya. 

Dia menyebut berbagai risiko yang mengincar anak di dunia digital mulai dari pornografi anak, penculikan, hingga judi online. Menurutnya, platform harus proaktif menurunkan konten berbahaya, tanpa menunggu laporan. 

"Platform punya tanggung jawab kalau ada anak bisa masuk situs. Mereka tidak boleh tutup mata padahal kita tahu mereka tahu. Dengan AI itu bisa cenderung dideteksi orang ini usia berapa," kata Meutya.

2. PP Tunas sebagai upaya mewujudkan ruang digital yang ramah bagi anak

IMG_20250616_145000_11zon.jpg
Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, usai menjadi pembicara pada kegiatan Fasilitas Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas di Balai Besar Pengembangan SDM dan Penelitian Komdigi Makassar, Senin (16/6/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Untuk itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS). Aturan yang berlaku sejak 1 April 2025 ini menjadi dasar hukum untuk mewujudkan ruang digital yang aman dan sehat bagi anak.

PP Tunas mewajibkan platform digital memastikan keamanan pengguna khususnya jika mereka anak-anak. Platform harus bisa memastikan pengguna platform adalah orang dewasa. Platform juga dilarang memprofil anak untuk tujuan iklan. 

"PP Tunas mewajibkan platform untuk turut bertanggung jawab bahwa yang masuk ini betul orang dewasa bukan anak. Karena orang tua tidak mungkin masuk ke ranah yang lebih privat," tegasnya. 

Pemerintah memberi waktu maksimal dua tahun agar platform siap mematuhi PP Tunas, meski diharapkan bisa lebih cepat.

3. Internet jangan hanya dianggap ruang berekspresi

IMG_20250616_113242.jpg
Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid, saat menjadi pembicara pada kegiatan Fasilitas Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas di Balai Besar Pengembangan SDM dan Penelitian Komdigi Makassar, Senin (16/6/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Meutya menjelaskan media sosial memiliki kemampuan memotret profil seorang anak, misalnya hal-hal seperti warna kesukaan mereka. Hal tersebut dilarang dalam PP Tunas karena profiling anak dinilai dapat memicu konsumerisme, misalnya lewat iklan yang diarahkan agar anak tertarik membeli produk tertentu.

"Internet dengan sosial media jangan hanya dianggap sebagai ruang berekspresi," katanya. 

Tidak hanya itu, dia juga menilai media sosial  berfungsi sebagai industri yang bertujuan mencari keuntungan dari pangsa pasar. Dia menyebut anak-anak Indonesia di bawah 18 tahun yang jumlahnya mencapai 81 juta menjadi pasar yang sangat menggiurkan.

"Ini memang sebuah industri kenapa sekarang CEO dari perusahaan adalah orang terkaya di dunia, karena ini industri. Industri terbesar di dunia saat ini," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us