Kuasa Hukum Andi Matutu Sebut Kritik Rudianto Lallo Cenderung Konyol

- Hendra Karianga menegaskan bahwa eksekusi lahan di AP Pettarani dilakukan sesuai prosedur dengan pengamanan 1.500 personel gabungan dari kepolisian dan TNI.
- Pengamanan dianggap kurang jika melihat potensi ancaman berdasarkan hasil rakor LSM, namun pelaksanaannya berjalan lancar tanpa korban jiwa.
- Tuduhan terkait mafia tanah ditolak karena sertifikat yang dinyatakan palsu oleh pengadilan, serta keputusan pengadilan bersifat final dan tidak bisa diintervensi.
Makassar, IDN Times - Hendra Karianga, penasihat hukum (PH) Andi Baso Matutu dari Law Office Hendra Karianga & Associate, menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi lahan di Jalan AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, pada Kamis (13/2/2025) telah dilakukan sesuai prosedur.
Menanggapi kritik keras Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo terkait pengerahan 1.500 personel gabungan dari kepolisian dan TNI, Hendra menyebut jumlah tersebut justru masih kurang jika melihat potensi ancaman di lapangan berdasarkan hasil rakor ada 24 LSM dengan massa 2500 orang.
"Itu pernyataan yang konyol. Aparat dalam mengamankan situasi di lapangan harus berdasarkan perkiraan kekuatan. 1.500 itu sebenarnya masih terlalu sedikit. Karena yang dilawan ini 2.500 orang berdasarkan informasi intelijen, dengan mempergunakan panah dan sarana-sarana lain untuk merusak dan sebagainya," ujar Hendra kepada awak media, Jumat (28/2/2025).
1. Pengamanan merupakan wewenang kepolisian

Ia menambahkan bahwa pengamanan yang dilakukan sepenuhnya adalah kewenangan kepolisian, dan pelaksanaannya berjalan lancar tanpa korban jiwa.
"Syukurlah hanya 1.500 personel. Kalau mereka turunkan 2.000 pun itu kewenangan mereka. Sekali lagi, pernyataan Rudianto Lallo itu pernyataan yang konyol dan tidak bertanggung jawab. Apa dia mau ada kerusakan di mana-mana? Kan tidak ada korban jiwa, situasi berjalan baik, tertib, dan lancar," tambahnya.
2. Tuduhan mafia tanah dinilai tidak berdasar

Hendra juga menanggapi isu yang beredar di media sosial serta pernyataan Rudianto Lallo yang menyebut tanah yang dieksekusi merupakan hasil permainan mafia tanah. Ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan tidak bertanggung jawab.
"Klien kami, Andi Baso Matutu, adalah pemilik tanah yang sah berdasarkan hak rincik. Sengketa ini telah diperiksa di Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung, bahkan sampai pada pemeriksaan Peninjauan Kembali (PK) kedua. Hasilnya, pengadilan menyatakan tanah tersebut adalah milik Andi Baso Matutu," jelas Hendra.
Ia menegaskan bahwa mafia tanah adalah pihak yang menguasai tanah tanpa hak dengan cara-cara manipulatif. Dalam kasus ini, sertifikat Hak Milik (SHM) 629 yang sempat diterbitkan di atas tanah sengketa telah dinyatakan palsu oleh pengadilan.
"Orang yang memalsukan itu sudah dihukum, dan sertifikat 629 serta turunannya hingga generasi ketiga dinyatakan tidak sah. Mereka itulah mafia tanah," tegasnya.
3. Keputusan pengadilan tidak bisa diintervensi

Lebih lanjut, Hendra mengingatkan bahwa keputusan pengadilan bersifat final dan tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun, termasuk anggota DPR.
"Ada pernyataan dari orang yang terlalu konyol, namanya Rudianto Lallo. Dia itu anggota DPR RI, harusnya tahu tutur katanya dan makna ucapannya. Lembaga yudikatif adalah kekuatan yang merdeka dan berdaulat. Keputusan pengadilan tidak bisa diintervensi, termasuk oleh Rudianto Lallo," ujarnya.
Menurut Hendra, pihak yang menolak eksekusi telah melakukan perlawanan hukum ke pengadilan, tetapi ditolak karena dasar hukum mereka berasal dari SHM palsu.
"Mereka yang berkoar-koar di luar mengklaim punya SHM dan ruko sudah melakukan perlawanan hukum, tetapi pengadilan menolaknya karena sertifikat mereka berasal dari dokumen yang telah dinyatakan palsu," tutupnya.
4. Rudianto Lallo pertanyakan persolen

Sebelumnya diberitakan, Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mengkritik keras pelibatan 1.500 personel gabungan dari kepolisian dan TNI dalam eksekusi lahan di Jalan AP Pettarani, Makassar, pada Kamis (13/2/2025).
Ia mempertanyakan alasan pengamanan yang begitu besar dan menilai ada kejanggalan dalam proses eksekusi tersebut.
Rudianto Lallo menyoroti jumlah aparat yang dikerahkan dalam eksekusi lahan tersebut. Menurutnya, kehadiran 1.500 personel pengamanan menimbulkan tanda tanya besar dan tidak lazim dibandingkan dengan eksekusi lain yang biasanya tidak melibatkan personel sebanyak itu.
"Saya hanya mengkritisi, ini catatan kritis saya, pelaksanaan eksekusi yang banyak melibatkan anggota Polri. Kok bisa eksekusi sampai menghadirkan 1.500 personel? Seperti negara dalam keadaan darurat saja. Ini ada apa?" ujarnya kepada awak media di Rumah Aspirasi di Jl AP Pettarani Makassar, Senin (24/2/2025).