Dianggap Lalai, Polda Sulsel Digugat Rp800 Miliar Terkait Pembakaran DPRD

- Gugatan Rp800 Miliar Didaftarkan di PN Makassar
- Kuasa Hukum Sebut Polisi Lalai Amankan Aksi hingga Tiga Orang Tewas
- Penggugat Tantang Kapolda di Pengadilan
Makassar, IDN Times - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel) digugat secara perdata oleh seorang warga Makassar bernama Muhammad Sulhadrianto Agus (29) akibat kericuhan dan pembakaran dua gedung DPRD di Makassar. Sulhadrianto juga meminta Polda Sulsel menanggung ganti rugi sebesar Rp800 miliar.
Ganti rugi meliputi kerugian materil berupa kerusakan harta benda dan aset, sebesar Rp500 miliar dan kerugian immateriil berupa trauma, hilangnya rasa aman, ketidakpastian sosial-ekonomi, serta penderitaan psikis, Rp300 miliar.
1. Gugatan Rp800 Miliar Resmi Didaftarkan di PN Makassar

Sulhadrianto melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Paranusa Law Firm Muallim Bahar mengatakan gugatan ini telah resmi di daftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar, melalui E-Court.
"Jadi hari ini kami dari kuasa hukum penggugat secara resmi mendaftarkan gugatan kami di Pengadilan Negeri Makassar terkait perbuatan melawan hukum Polda Sulawesi Selatan, persoalan penanganan, aksi unjuk rasa yang mengakibatkan terbakarnya dua kantor DPRD Sulsel dan Makassar," ucap Muallim kepada awak media di salah satu kafe di bilangan Jl AP Pettarani, Senin (8/9/2025).
Menurutnya, pihak Polda Sulsel lalai dalam menjalankan tugasnya melakukan pengamanan massa aksi, sehingga terjadi kericuhan dan pembakaran gedung DPRD Makassar dan Sulsel, sehingga mengakibatkan tiga orang meninggal dunia.
"Perspektif kami yang kami tuangkan dalam gugatan kami menjelaskan bahwa di sini ada ruang, kepolisian tidak melakukan langkah reaktif, melakukan langkah pencegahan yang secara detail, saat kejadian kita tidak melihat polisi, tidak ada penanganan," jelasnya.
2. Kuasa Hukum Sebut Polisi Lalai Amankan Aksi hingga Tiga Orang Tewas

Muallim juga mempertanyakan, prosedur penanganan aksi pada Jumat (29/8/2025) lalu. Apakah sudah sesuai dengan peraturan Polri tentang penanganan aksi unjuk rasa.
"Maka dalam proses gugatan kami, kami menguraikan, meminta kerugian material terhadap kejadian ini, mengugat Kapolda (Sulsel) sebesar Rp800 miliar. Hitungan ini jelas. Rp800 miliar angkanya ini jelas dan kami akan buktikan di pengadilan," tegasnya.
Akibat kericuhan ini, Muallim menyebut kerugian warga Makassar sangat besar, mencapai Rp223 miliar. Tak hanya gedung DPRD, tapi juga menelan korban jiwa.
"Polisi di mana waktu itu, tidur?. Jangan tiba-tiba datang menjadi pahlawan bahwa sudah ada tersangka sekian puluh orang," bebernya.
Ia juga mengaku mendukung langkah kepolisian mengungkap pelaku pembakaran, namun ia menyesalkan kelalaian institusi Polri sehingga terjadi kericuhan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
"Tetapi sebab-musabab kenapa bisa terjadi pembakaran ini yang mesti dipertanyakan karena ini kewenangan institusi kepolisian dalam hal ini menjaga keamanan dan ketertiban Kota Makassar," pungkasnya.
3. Penggugat Tantang Kapolda di Pengadilan

Muallim bahkan mengkritik pernyataan Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana yang mengatakan, saat kejadian pihaknya kalah jumlah dan jadi target massa aksi, sehingga tidak melakukan pencegahan.
"Adanya dimana? Nanti kita buktikan sama-sama di pengadilan saja. Semoga Kapolrestabes Makassar dan Kapolda Sulsel bisa mempertanggungjawabkan ucapannya," tegas Muallim.
Bahkan, ia menilai polisi sama sekali bukan target massa saat itu, karena menurutnya jika pihak kepolisian jadi target maka massa aksi akan menyerang kantor polisi, Polrestabes atau Polda Sulsel.
"Inikan nyatanya bukan, yang dikejar ini adalah sesuai tuntutan yang menjadi isu nasional. Yaitu bubarkan DPR, maka titik aksi unjuk rasa waktu itu adalah kantor DPRD Makassar dan DPRD Sulsel," jelasnya.
Olehnya itu, Muallim memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Makassar dapat memutuskan dan memenangkan perkara gugatan perdata tersebut.
"Secara prinsip, mudah-mudahan pengadilan negeri berani memutus dan memenangkan perkara kami, maka uang sebesar Rp 800 miliar ini akan kami gunakan untuk melakukan pembangunan kembali kantor DPRD Kota Makassar maupun kantor DPRD Provinsi Sulsel, soalnya kepolisian ini kan dibayar oleh kami masyarakat," tandasnya.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menepis isu yang menyebut polisi sengaja menghilang saat massa mulai ricuh pada Jumat, 29 Agustus 2025 malam. Ia menegaskan bahwa polisi tetap berada di lapangan saat insiden berlangsung.
"Polisi ada, kami ada di tempat di pos lantas (Flyover) yang dibakar, yang dilempari bom molotov. Kami ada di situ. Di DPRD pun sebenarnya ada anggota POM. Hanya saja, karena jumlah massa yang cukup banyak dan peralatan kami terbatas, kami memutuskan untuk memantau dari jauh," kata Arya, Senin (1/9/2025).