APINDO Sulsel Ungkap Dampak Kenaikan UMP Tinggi terhadap Perusahaan

Makassar, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkap potensi dampak dari kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang signifikan. Kenaikan signifikan dinilai bisa memengaruhi operasional perusahaan.
Ketua APINDO Sulsel, Suhardi, menyatakan kenaikan UMP yang tinggi membuat perusahaan harus memperhitungkan langkah efisiensi. Hal ini bisa berujung pada pengurangan karyawan atau pembatasan penerimaan tenaga kerja baru.
"Ketika kenaikan itu misalkan melonjak tinggi, juga harus diperhitungkan. Mereka juga akan melakukan efisiensi. Ketika efisiensi itu jalan, dampaknya akhirnya akan mengurangi keterbukaan peluang kerja. Karena perusahaan juga melakukan efisiensi," kata Suhardi, Sabtu (1/11/2025).
1. Bisa berdampak pada tekanan biaya dan efisiensi tenaga kerja

Suhardi menekankan bahwa kenaikan UMP biasanya dilihat dari sisi tenaga kerja. Namun, pihak pemberi kerja dan pelaku usaha juga ikut memperhitungkan dampaknya terhadap operasional perusahaan.
"Katakan tiga pekerjaan bisa dilakukan satu orang atau terakhir jalannya mungkin juga akan dilakukan pemutusan hubungan kerja. Karena dampak dari efisiensi, dampak dari kenaikan UMP yang tinggi," kata Suhardi.
Kenaikan UMP mungkin berdampak lebih ringan bagi beberapa sektor tertentu. Namun, sektor lain justru bisa berada dalam posisi yang lebih berat akibat tekanan biaya. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi efisiensi
"Katakan dampak dari efisiensi pemerintah awal-awal tahun lalu, sektor perhotelan menjerit. Sektor MICE juga kesulitan. Dampaknya gitu. Apalagi ketika perusahaan itu dalam posisi yang kinerjanya masih berat, kenaikan tahun depan lagi, 2026, akan tinggi," katanya.
2. Kenaikan UMP harus seimbang antara pekerja dan perusahaan

Selain kinerja dan kondisi finansial, perusahaan juga harus diperhitungkan agar kebijakan tetap seimbang. Suhardi menekankan pentingnya memperhatikan kebutuhan hidup pekerja dalam penentuan UMP.
"Jadi kenaikan ini juga memang kita sama-sama harus melihat posisi yang sama antara kebutuhan hidup layak dari pekerja, tapi juga bagaimana kita berharap kinerja dari perusahaan juga harus naik, keuntungan harus besar," kata Suhardi.
Beberapa pihak berpendapat bahwa perusahaan selama ini sudah memperoleh keuntungan yang stabil. Memang, kata Suhardi, sebagian perusahaan berada dalam kondisi tersebut, meski tidak semua sama.
"Tapi ada juga yang dampak COVID, dampak efisiensi, dampak dari ekonomi yang belum stabil. Mereka juga sebagian perusahaan juga mengalami satu kondisi yang tidak bisa diterapkan UMP itu. Itu yang kita juga harus melihat dari posisi itu," katanya.
3. Kenaikan UMP ideal disesuaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah

Menurut APINDO, angka kenaikan UMP ideal sebaiknya dihitung berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak. Selain itu, faktor indeks tertentu dan produktivitas kerja juga menjadi acuan perhitungan.
"Itu ada hitungan-hitungannya di PP 51 tahun 2023 itu lebih jelas sebenarnya. Tapi tahun lalu tidak dipakai," kata Suhardi.
Jika dihitung berdasarkan indikator tersebut, setiap daerah akan memiliki angka kenaikan UMP yang berbeda, menyesuaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi lokal. Tahun lalu, seluruh daerah ditetapkan secara seragam se-Indonesia sebesar 6,5 persen, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi ekonomi.
"Itu kalau menurut APINDO kurang fair karena ada yang memang pertumbuhan ekonominya juga melambat di beberapa daerah. Kalau Sulsel sendiri kan triwulan ketiga kita belum tahu tapi masih berkisar di 4-5 persen," kata Suhardi.

















