1.431 Kasus HIV AIDS di Sulsel: Tertinggi Makassar, Gowa, Palopo

- Kasus HIV di Sulsel didominasi laki-laki, terutama pada usia produktif
- Perlu kajian mengenai penyebab kasus HIV, termasuk faktor sosial dan lingkungan
- Perkuat pencegahan HIV dengan layanan gratis ARV dan upaya sosialisasi pada kelompok usia muda
Makassar, IDN Times - Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan mencatat 1.431 kasus baru HIV sepanjang Januari-Agustus 2025. Kota Makassar menjadi daerah dengan temuan tertinggi, yakni 563 kasus, diikuti Kabupaten Gowa 119 kasus, dan Kota Palopo 79 kasus.
Kabupaten dengan kasus rendah antara lain Enrekang (7), Luwu Utara (8), serta Pangkep (9). Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar, menjelaskan tingginya kasus di Makassar berhubungan langsung dengan jumlah penduduk.
"Rumusnya penyakit, di mana populasi tinggi, maka penyebaran penyakit juga akan tinggi. Karena namanya penyakit menular. Di Makassar tinggi karena populasinya tinggi," kata Ishaq, Jumat (19/9/2025).
1. Kasus HIV di Sulsel didominasi laki-laki

Berdasarkan jenis kelamin, 74 persen kasus terjadi pada laki-laki dan 26 persen pada perempuan. Dari sisi usia, 51 persen berasal dari kelompok usia produktif 25-49 tahun, 37 persen dari rentang usia 15-24 tahun, sisanya anak di bawah 15 tahun (7 persen) serta di atas 50 tahun (5 persen).
Faktor risiko paling besar berasal dari Lelaki Seks Lelaki (LSL) dengan 572 kasus. Disusul pasien dengan penyakit tuberkulosis (162), pelanggan pekerja seks (59), ibu hamil (54), pasangan orang dengan HIV (52), waria (42), dan pekerja seks perempuan (22).
2. Perlu kajian mengenai penyebab kasus HIV

Ishaq menjelaskan pihaknya saat ini berfokus pada pencegahan dan pengendalian HIV. Menurutnya, kajian lebih mendalam mengenai penyebab tingginya kasus bisa dilaksanakan melalui penelitian lanjutan di kemudian hari.
Dia menilai penyebaran HIV tidak hanya dipengaruhi faktor medis, tetapi juga perilaku sosial di masyarakat. Dia menyebut aktivitas di lingkungan tertentu, seperti tempat gym, bisa ikut berperan dalam meningkatkan risiko penularan.
"Apakah sudah menjadi life style atau tradisi di lingkungan mereka. Faktor sosial dalam lingkungan aktivitas itu juga perlu dipertimbangkan. Contoh di tempat gym dan seterusnya," katanya.
3. Perkuat pencegahan HIV dengan layanan gratis ARV

Meski begitu, upaya pencegahan terus digalakkan, di antaranya sosialisasi pada kelompok usia muda, distribusi kondom dan pelicin, skrining serta pengobatan infeksi menular seksual, penyediaan alat suntik steril, hingga terapi rumatan metadon. Selain itu, profilaksis pra dan pasca pajanan, pencegahan penularan dari ibu ke anak, serta peningkatan fasilitas layanan kesehatan di 24 kabupaten/kota juga diperkuat.
Pendampingan bagi orang dengan HIV (ODHIV) turut melibatkan sejumlah LSM dan komunitas, seperti Ism YPKDS, YGC, PKBI, IPPI, PKNM, dan YMH. Sementara itu, pengobatan HIV melalui obat Antiretroviral (ARV) diberikan secara gratis.