Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Potensi Banjir Impor, Tarif Nol Persen Barang AS Ancam Industri Lokal

Ilustrasi impor - (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi impor - (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Harga barang Amerika akan lebih murah
  • Ekspor naik tapi berpotensi defisit
  • UMKM dan industri jadi sektor paling rentan

Makassar, IDN Times -  Penurunan tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dari 32 persen menjadi 19 persen memang terlihat menguntungkan di atas kertas. Namun, kebijakan ini justru diprediksi memicu gelombang barang impor Amerika yang masuk tanpa hambatan bea masuk.

Kesepakatan dagang terbaru yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ini dianggap membuka keran lebar bagi produk-produk Amerika membanjiri pasar domestik. Sementara itu, pelaku usaha dalam negeri harus menghadapi persaingan harga yang semakin berat.

Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (UNHAS), Anas Iswanto Anwar, menilai angka tarif yang tampak menurun ini hanya terlihat menguntungkan di permukaan. Di balik penurunan itu, dia melihat posisi Indonesia justru berisiko menanggung kerugian jangka panjang.

"Kalau dilihat dari angkanya bagus, turun, tetapi menurut saya ini negosiasi yang tidak win-win solution. Tentu kan Trump kasih turun tapi luar biasa dia punya syarat. Salah satu syaratnya adalah dia mau barang-barang yang masuk di negara kita 0 persen," kata Anas saat dihubungi IDN Times via telepon, Jumat (18/7/2025).

1. Harga barang Amerika akan lebih murah

Ilustrasi impor (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi impor (IDN Times/Arief Rahmat)

Kesepakatan ini diumumkan Trump lewat platform media sosialnya, Truth Social. Dalam pernyataannya, Trump menegaskan produk ekspor Amerika akan bebas bea masuk di Indonesia. Sebagai tambahan, Indonesia juga diwajibkan membeli energi dari Amerika senilai US$15 miliar, produk pertanian senilai US$4,5 miliar, serta 50 unit pesawat Boeing.

Anas menyebut, dengan syarat tersebut, posisi tawar Indonesia justru semakin lemah di hadapan Amerika. Dia melihat pasar dalam negeri berpotensi dibanjiri barang-barang impor, mulai dari elektronik, produk farmasi, suku cadang, pesawat, hingga energi fosil.

Menurut Anas, masuknya produk Amerika tanpa tarif akan membuat harga barang-barang tersebut semakin murah di pasar Indonesia. Situasi ini memukul produsen dalam negeri, khususnya industri kecil dan menengah yang selama ini masih membutuhkan perlindungan tarif untuk bisa bersaing. Terlebih, barang Amerika punya persepsi kualitas lebih tinggi di mata konsumen Indonesia.

"Nama barang impor saja itu sudah menaikkan kualitasnya dari sisi persepsi. Apalagi kalau harganya murah dibanding produksi-produksi barang lokal. Maka pasti akan menghantam UMKM dan industri nasional kita," kata Anas.

Dia juga mengatakan konsumen Indonesia cenderung memilih barang impor dengan persepsi mutu yang lebih baik. Ketika harganya kompetitif atau bahkan lebih murah dari produk lokal, maka pelaku industri domestik hanya akan menjadi penonton di pasar sendiri.

2. Ekspor naik tapi berpotensi defisit

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Di atas kertas, penurunan tarif ekspor memang membuka peluang bagi komoditas unggulan Indonesia seperti sawit, karet, dan tekstil untuk memperbesar pasar di Amerika. Namun Anas mengingatkan, potensi peningkatan ekspor itu bisa tertutup oleh besarnya volume impor yang masuk.

"Ekspor kita terutama pakaian, minyak kelapa sawit, itu pasti akan membengkak pendapatan kita dari situ karena tarifnya turun. Berarti di Amerika bisa menjadi lebih murah. Maka kemungkinan juga permintaan terhadap barang-barang itu meningkat," katanya.

Menurut Anas, di sisi lain timbal balik dari kesepakatan ini tidak berdiri seimbang. Produk-produk Amerika yang masuk ke Indonesia akan jauh lebih murah karena bebas tarif sebagai konsekuensi dari perjanjian tersebut.

"Jangan sampai kita defisit. Selama ini kan defisit, artinya impor kita lebih besar dari ekspor. Kalau kondisi begini maka saya khawatir kita akan tetap defisit. Karena kita akan dibanjiri oleh barang-barang impor dari Amerika akibat harganya murah," katanya.

Anas pun menyoroti kewajiban pembelian energi, produk pertanian, dan pesawat Boeing sebagai bagian dari kesepakatan. Menurutnya, kewajiban ini justru membuktikan bahwa Amerika tidak pernah merancang kesepakatan dagang yang merugikan mereka sendiri.

"Karena Amerika ini kan benar-benar tidak mau rugi. Dia juga berhitung. Caranya berpikir adalah bagaimana mereka untuk mengurangi barang-barang ekspor yang masuk atau barang impor dan mereka berpikir bagaimana barang-barang ekspornya meningkat," katanya.

3. UMKM dan industri jadi sektor paling rentan

Ilustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Anas menekankan sektor yang paling rentan terdampak adalah pelaku UMKM yang memproduksi barang substitusi impor. Dengan akses barang impor Amerika yang lebih murah, banyak usaha kecil terancam kehilangan pangsa pasar.

"Yang paling dirugikan tentu saja adalah UMKM, industri nasional kita karena tidak mungkin bisa bersaing dengan barang-barang Amerika dan pasti harganya murah kan karena tidak dikenai tarif," kata Anas.

Menurutnya, kalau tidak diantisipasi, ketergantungan pada barang impor hanya akan memperlemah upaya pemerintah membangun kemandirian industri. Indonesia bisa terjebak sebagai pasar barang jadi sementara industri dalam negeri jalan di tempat.

"Nah tentu saja pertanyaan berikutnya bagaimana dengan industri kita. Bagaimana dengan UMKM kita yang harusnya juga kita protect. Bagaimana kita bisa mem-protect mereka kalau bersaing dengan barang impor," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
Aan Pranata
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us