Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Apakah Kamu Hobi Self Sabotage? Ini Tanda dan Solusinya

ilustrasi meremehkan diri sendiri usai meraih pencapaian besar (pexels.com/RDNE Stock project)

Pernah merasa seperti kamu adalah satu-satunya penghalang terbesar dalam hidupmu sendiri? Misalnya, kamu ingin sukses, tapi malah menunda-nunda tugas penting, atau justru menarik diri saat peluang besar datang. Kalau iya, bisa jadi kamu sedang melakukan self sabotage alias sabotase diri sendiri.

Fenomena ini kerap terjadi tanpa disadari, lho. Bisa terjadi karena trauma masa lalu, kurangnya rasa percaya diri, atau pola pikir negatif yang tertanam sejak lama. Apa saja tanda-tandanya? Bagaimana cara menghentikan kebiasaan ini? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

1. Kamu sering menunda hal penting meski sadar itu merugikan

ilustrasi menunda pekerjaan (pexels.com/Mikhail Nilov)

Salah satu tanda paling jelas dari self sabotage adalah menunda pekerjaan atau keputusan penting, meski kamu tahu itu akan berdampak buruk. Misalnya, kamu tahu harus menyelesaikan tugas kuliah atau laporan kerja, tapi justru membuka media sosial selama berjam-jam. Padahal, semakin ditunda, semakin besar beban mental yang kamu rasakan.

Perilaku ini bukan semata-mata karena malas, tapi bisa karena takut gagal atau merasa tidak cukup mampu. Otakmu mencari pelarian dari ketidaknyamanan, dan sayangnya, kamu menuruti dorongan itu. Akhirnya, kamu justru semakin jauh dari tujuan yang sebenarnya ingin kamu capai.

2. Kamu meremehkan pencapaianmu sendiri dan merasa tak pernah cukup

ilustrasi meremehkan diri sendiri usai meraih pencapaian besar (pexels.com/RDNE Stock project)

Pernah gak, setelah menyelesaikan sesuatu dengan baik, kamu langsung berpikir, “Ah, ini cuma kebetulan,” atau “Orang lain pasti bisa lebih baik dari aku”? Kalau sering, ini bisa jadi sinyal self sabotage. Meremehkan pencapaian diri sendiri bisa membuatmu terus merasa tidak pantas dan ragu melangkah lebih jauh.

Akibatnya, kamu jadi enggan mengambil kesempatan baru karena takut “ketahuan” bahwa kamu sebenarnya tidak sehebat itu. Padahal, itu hanya ilusi pikiranmu sendiri. Kamu perlu belajar memberi penghargaan pada dirimu dan mengakui bahwa setiap keberhasilan layak diapresiasi.

3. Kamu cenderung menghindari tantangan karena takut gagal

ilustrasi menghindari tantangan karena dihantui rasa takut gagal (pexels.com/cottonbro studio)

Alih-alih mencoba, kamu justru mundur sebelum sempat melangkah. Kamu takut gagal, malu, atau dikritik, sehingga memilih zona nyaman meski hatimu tahu kamu ingin lebih. Ini adalah bentuk sabotase diri yang sangat halus tapi berdampak besar dalam jangka panjang.

Dengan terus menghindari tantangan, kamu jadi kehilangan banyak peluang emas. Ketakutan akan kegagalan membuatmu lebih sibuk membayangkan kemungkinan terburuk daripada menyiapkan diri untuk sukses. Padahal, gagal bukan akhir dari segalanya—justru bisa jadi batu loncatan penting dalam hidupmu.

4. Kamu menjalin hubungan yang toxic secara berulang

ilustrasi menjalin hubungan toxic dan merasa terus disakiti (pexels.com/Alena Darmel)

Sadar atau tidak, self sabotage juga bisa muncul dalam hubungan pribadi. Misalnya, kamu terus menerus menjalin hubungan dengan orang yang tidak menghargaimu, atau malah menjauh saat ada seseorang yang tulus hadir. Ini bisa jadi cerminan dari keyakinan bahwa kamu tidak layak dicintai atau bahagia.

Pola ini sering kali terbentuk dari luka emosional yang belum sembuh. Agar tidak terus berputar dalam lingkaran yang sama, penting untuk mengenali pola tersebut dan mulai menyembuhkan diri. Hubungan yang sehat dimulai dari rasa cinta dan penerimaan pada diri sendiri.

5. Kamu terlalu perfeksionis hingga malah tidak bergerak

ilustrasi merancang segalanya sempurna tapi tak kunjung eksekusi (pexels.com/Startup Stock Photos)

Perfeksionisme sering kali disamarkan sebagai keinginan untuk melakukan yang terbaik. Tapi ketika kamu terlalu takut salah atau merasa semuanya harus sempurna, kamu jadi tidak bergerak sama sekali. Kamu terus mengulang, menunda, atau bahkan batal mencoba karena merasa belum siap.

Perfeksionisme ini adalah jebakan pikiran yang membuatmu stuck. Padahal, kadang langkah kecil jauh lebih baik daripada rencana sempurna yang tidak pernah dijalankan. Jangan tunggu sampai segalanya ideal, karena kesempurnaan itu ilusi. Yang penting adalah kamu terus bergerak dan belajar.

6. Kenali pola, ubah narasi, dan beri ruang untuk gagal sebagai solusinya

ilustrasi mengenali pola pikir dan belajar menerima kegagalan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Langkah pertama untuk keluar dari kebiasaan self sabotage adalah menyadari bahwa kamu sedang melakukannya. Perhatikan pola yang sering muncul, seperti menunda, meragukan diri, atau takut mencoba. Setelah itu, ubah narasi dalam kepalamu—dari “aku gak bisa” menjadi “aku sedang belajar.”

Berilah dirimu izin untuk gagal dan keliru. Kegagalan adalah bagian dari proses tumbuh. Jangan lupa untuk menciptakan sistem pendukung, seperti lingkungan yang positif atau bantuan profesional bila perlu. Yang paling penting, bersikaplah lebih lembut pada dirimu sendiri.

Menyabotase diri sendiri memang sering terjadi tanpa disadari, tapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan mengenali tanda-tandanya dan mulai mengubah cara berpikir, kamu bisa jadi sahabat terbaik untuk dirimu sendiri. Ingat, perjalanan menuju versi terbaikmu dimulai dari keberanian untuk berubah.

Referensi

  • https://www.phoenix-society.org/resources/what-is-self-sabotage-and-how-do-i-stop-it
  • https://thriveworks.com/help-with/self-improvement/goals-self-sabotage/
  • https://www.healthline.com/health/mental-health/self-destructive-behavior
  • https://psychcentral.com/blog/overcome-self-sabotage
  • https://www.calm.com/blog/self-sabotaging
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us