Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Fakta Forsten's Tortoise, Reptil Eksotis Endemik Pulau Sulawesi

Ilustrasi forsten's tortoise (commons.m.wikimedia.org/Bernard DUPONT)

Kura-kura merupakan salah satu reptil yang menghuni perairan maupun daratan dengan daerah yang lembab. Begitu pun dengan pulau yang ada di Indonesia, menjadi habitat berbagai macam spesies kura-kura. Salah satunya kura-kura penghuni pulau Sulawesi, forsten's tortoise (Indotestudo forstenii). Reptil ini adalah endemik di Sulawesi. 

Layaknya kura-kura pada umumnya, mereka juga memiliki tempurung. Namun, tempurungnya yang berwarna kuning gading dan pola yang berwarna hitam menjadi ciri khasnya. Bagaimana perilaku hingga status keberadaannya di alam? Simak ulasan faktanya sebagai berikut. 

1. Mendiami daratan yang lembab

Ilustrasi forsten's tortoise yang menghuni daratan lembab (commons.m.wikimedia.org/Bernard DUPONT)

Sulawesi merupakan tempat yang menjadi habitat ditemukannya forsten's tortoise. Dijelaskan dalam Animalia, mereka berada di pulau-pulau Sulawesi bagian tengah dan utara. Juga di pulau terdekatnya seperti pulau Halmahera.

Di Sulawesi Utara ada di gunung Boliahutu dan sekitar Buol. Sedangkan pada Sulawesi Tengah ada di Santigi, Lembah Palu, Lembah Kulawi, Cagar Alam Morowali dan Desa Bora di dekat Gimpu serta sepanjang perbatasan barat Taman Nasional Lore Lindu. 

Mereka merupakan spesies penghuni hutan hujan kering yang dalam atau hutan yang lebat. Seperti hutan yang ada di Sulawesi dengan medan yang gelap, tebal dan lembab. Meskipun terdapat padang rumput disana, namun mereka tidak menyukainya. 

2. Punya pola pada tempurung

Ilustrasi forsten's tortoise dengan pola hitam pada tempurung (commons.m.wikimedia.org/Rejoice Gassah)

Pada kura-kura jantan dan betina memiliki ukuran yang hampir sama. Dan pada betina tubuhnya lebih lebar daripada jantan yang lebih memanjang. Dilansir laman Nauti-Lass Ponds & Critters Inc, ciri lainnya pada kaki depan terdapat sisik yang menutupi anterior kaki, namun pada kaki belakang tidak demikian. Ekor pada jantan lebih panjang dan besar dari betina. Panjangnya sekitar 11-13 inci dengan berat sekitar 5-6 pon. 

Jantan memiliki plastron (bagian ventral cangkang atau perut) lebih cekung daripada betina yang terlihat datar. Sedangkan warna dasar pada cangkangnya karamel hingga cokelat kuning tua. Lalu terdapat pola bercak hitam pada cangkang tersebut. Kepalanya berwarna kuning kecoklatan dan kulitnya berwarna abu-abu hingga kuning. Pada mata dan sekitar lubang hidungnya berwarna merah muda pada jantan dan betina. Mata tersebut cukup besar dan baik dalam melihat dengan tingkat cahaya rendah. 

3. Ada tiga spesies dalam genus Indotestudo

Ilustrasi Indotestudo elongata satu genus dengan forsten's tortoise (commons.m.wikimedia.org/Superbass)

Forsten's tortoise merupakan spesies kura-kura yang berada dalam genus Indotestudo. Yang mana, ada dua spesies lain berada dalam genus tersebut. Dilansir Animalia, yaitu spesies elongated tortoise atau kura-kura memanjang (Indotestudo elongata) dan the travancore tortoise (Indotestudo travancorica).

Selain itu, nama spesifik pada kura-kura "forstenii" diberikan dengan tujuan untuk menghormati ahli botani dari Belanda yaitu Eltio Alegondas Forsten. 

4. Aktif di malam hari

Ilustrasi forsten's tortoise yang aktif di malam hari (commons.m.wikimedia.org/Superbass)

Spesies kura-kura ini juga menyukai kolam yang dangkal dan area rawa. Dan mereka aktif saat malam hari terutama dalam mencari makan. Dikutip dari Reptile Magazine, mereka adalah reptil yang tidak menyukai pencahayaan yang terang dan cenderung sembunyi saat tengah hari. Termasuk hewan omnivora dan makanannya seperti serangga maupun cacing tanah dan ulat bambu. Selain itu juga memakan tumbuhan maupun buah-buahan.

Mereka menjadi lebih agresif saat musim kawin tiba. Bahkan jantan akan lebih agresif seperti menggigit kepala, leher maupun kaki betina hingga menabrak-nabrakkan diri ke betina. Selain itu, jantan akan mengeluarkan suara saat musim kawin. 

Betina akan lebih gelisah saat akan bersarang untuk melepaskan telurnya. Betina melakukan pencarian tempat sarang dengan mengendus hingga mendapatkan tempat yang cocok. Sarang yang digunakan adalah tempat lembab dan bebas dari vegetasi. Yang mana, dibuat dengan cara digali menggunakan kaki belakangnya. Betina bisa bertelur satu hingga empat butir dan telur tersebut disembunyikan di sarang dengan baik. Masa inkubasi sekitar 130 sampai 165 hari sebelum akhirnya menetas. 

5. Spesies yang terancam punah

Ilustrasi anak forsten's tortoise (commons.m.wikimedia.org/Riou108)

Status dari forsten's tortoise disebut terancam punah karena populasinya di alam menurun. Beberapa ancaman yang bisa menyebabkan penurunan populasi seperti degradasi dan rusaknya habitat. Adanya penangkapan untuk perdagangan sebagai hewan peliharaan juga menjadi penyebabnya. Selain itu, spesies ini belum terdaftar sebagai spesies reptil yang dilindungi di Indonesia. Sedangkan dalam IUCN (Internasional Union for Conservation of Nature) terdaftar sebagai spesies Sangat Terancam Punah. 

Namun, meskipun terancam punah adanya penangkaran dan pemantauan secara langsung dapat mempertahankan keberadaannya. Menjadi satwa yang unik bukan berati harus diburu hingga mengancam populasi. Maka, masyarakat harus lebih memperhatikan hal tersebut, supaya tidak terjadi penurunan hingga hilangnya spesies forsten's tortoise di alam. Meminimalkan kerusakan habitat juga perlu diperhatikan. Semoga bermanfaat!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us