Mengamati "Kenakalan" Irama Jazz Era 50-an Sisitipsi Dari Jarak Dekat

Satu lagi warna baru dalam khazanah musik jazz-swing

Makassar, IDN Times - Untuk ukuran sebuah band yang berusia muda, laju Sisitipsi dalam orbit musik Indonesia kian kencang setiap harinya. Musik kreasi Fauzan Lubis (Vokal), Rian Rahman (Gitar), Eka Wiji Astanto (Contrabass), Hendar Dimas Anggara (Keyboard), Amoroso Romadian (Trombone) dan Aditya Rahman (Drum) tawarkan sebuah kesegaran.

Tampil sebagai pengisi rangkaian tur Soundsations kota Makassar yang berlangsung di Lapangan Hasanuddin, Sabtu (17/11/2018) lalu, grup musik jebolan Jurusan Musik IKJ ini membawa serta semangat khas jazz-swing era 1950-an ke atas panggung utama. Senjata utama mereka ada dua; penampilan enerjik dan lagu-lagu pengikis duka lara.

1. Grup musik jebolan kampus IKJ ini andalkan penampilan enerjik dan irama ceria

Mengamati Kenakalan Irama Jazz Era 50-an Sisitipsi Dari Jarak DekatIDN Times Sulsel/Achmad Hidayat Alsair

Singkirkan jauh-jauh segala citraan jika genre yang "mahal" itu hanya beredar pada tempat-tempat berisi orang-orang dalam balutan jas dan gaun mahal. Sisitipsi membelokkan kemudinya, menawarkan solusi para pemuda tanggung dan mahasiswa semester akhir atas pencarian lagu-lagu yang cocok dengan gelegak darah mereka sekarang.

Contohnya "Lantai Dansa" perihal pengalaman cinta satu malam. Di gelas ketiga kau mulai merayu mengajakku berdansa / Tanpa rasa ragu kuterima ajakannya / Tapi sampaiku di lantai dansa / Kumasih tak mengenalnya / Ah, biarlah liar malam ini esok lusa mungkin lupa. Irama swing kental materi dari album anyar ML (Minta Lagi) ini benar-benar mengajak para penonton berdansa.

Baca Juga: Beragam Genre Musik, Ini 10 Potret Keriuhan Soundsations di Makassar

2. Suara sang vokalis Fauzan Lubis melebur sempurna dengan musik pengiring dansa

Mengamati Kenakalan Irama Jazz Era 50-an Sisitipsi Dari Jarak DekatIDN Times Sulsel/Achmad Hidayat Alsair

Berturut-turut, kuping disuguhkan tembang yang siratkan aura nakal. Seperti "Masih Kurang", "Bersulang" hingga "Aroma Dia". Namun, mereka tak melulu bicara tentang kebadungan. Lirik-lirik perihal lawan jenis terselip sebagai usaha menjaga ciri romantika khas swing-bossa nova.

Salah satunya "Paling Bisa", yang mengangkat perihal cinta. Wahai bunga yang layu / Masihkah engkau di sini / Menanti yang tak kunjung berlabuh / Di hatimu / Dari pada begitu, baiknya kau sama aku / Silahkan dicoba dulu. Mengalun pelan dengan piano klasik plus gitar akustik, suara Ojan (Sapaan akrab Fauzan Lubis) cocok iringi resahnya penantian

3. Siapa bilang nakal musti berujung onar?

Mengamati Kenakalan Irama Jazz Era 50-an Sisitipsi Dari Jarak DekatIDN Times Sulsel/Achmad Hidayat Alsair

Bertindak sebagai penutup adalah dua nomor yang sudah lebih dulu kondang dari album 73% (2016). "Alkohol", yang berasal dari pengalaman ngumpul-ngumpul para personil, jadi lagu yang paling ditunggu lantaran mewakili sifat nyeleneh menjurus komedi yang tertuang dalam bait demi bait. Salah satu petikannya: Alkohol / Kamu jahat tapi enak / Alkohol / Juga bisa buat luka ringan.

Sementara itu "Joni Santai" bercerita salah satu senior di kampus mereka yang bernasib malang lantaran Drop Out ditambah jadi pelaku perbuatan asusila. Sebagai refleksi sekaligus klimaks dari penampilan selama hampir sejam, Ojan mengakhiri lagu dengan seruan singkat penuh makna di hadapan kerumunan hampir 600-an orang yang menyemut di depan panggung: "Nakal boleh, jahat jangan".

Nah, siapa bilang nakal harus berujung pada keonaran?

Baca Juga: 7 Band Indie Indonesia Ini Mengajak Kita Menikmati Sastra dalam Musik

Topik:

  • M Gunawan Mashar

Berita Terkini Lainnya