Seluruh Kampus di Sulawesi Utara Dukung Penuh Permendikbud PPKS

Permendikbudristek PPKS jadi acuan dan payung hukum

Makassar, IDN Times - Seluruh kampus se-Sulawesi Utara (Sulut) mendukung Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Kampus di Sulut yang mendukung Permendikbud tersebut yaitu, Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, Universitas Sam Ratulangi Manado, Universitas Negeri Manado (UNIMA), Politeknik Negeri Manado, dan Universitas Katolik De La Salle Manado.

Kemudian, Universitas Satiputra Indonesia Tomohon, Universitas Kristen Indonesia Tomohon Yayasan AZR Wenas, dan Universitas Kristen Indonesia Tomohon YPTK.

Selain perguruan tinggi, pernyataan dukungan juga dikemukakan sejumlah organsasi di Sulut. Beberapa di antaranya seperti Gerakan Perempuan Sulawesi Utara (GPS) yang berkolaborasi dengan Asosiasi Pusat Studi Wanita dan Anak Indonesia (ASWGI). Pernyataan dukungan disampaikan dalam webinar "Respon Perguruan Tinggi di Sulut Terhadap Permendikbudristek", Kamis (25/11/2021).

1. Permendikbudristek PPKS jadi dasar pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di kampus

Seluruh Kampus di Sulawesi Utara Dukung Penuh Permendikbud PPKSWebinar Respon Perguruan Tinggi di Sulut Terhadap Permendikbudristek PPKS. IDN Times/Sahrul Ramadan

Rektor IAKN Manado Jeane Marie Tulung berpendapat, Permendikbudristek ini merupakan langkah cepat dan tepat dalam upaya memberantas tindakan kejahatan seksual di kampus. "Ini menjadi dasar untuk melakukan pencegahan (kejahatan) seksual secara sistematis," kata Jeane.

Permen ini juga dianggap bisa menjadi dasar sekaligus payung hukum perlindungan terhadap sivitas akademika dalam konteks kekerasan seksual. "Dan merupakan bagian dari moderasi beragama dan aktualisasi beragama," ucap Jeane mengutip pendapat Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Menurut Jeane, kencenderungan untuk membisukan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, dikhawatirkan akan lebih marak terjadi bila Permendikbudristek tentang PPKS ini tidak ada. "Makanya ini (aturan) layak untuk mendapatkan apresiasi," ujarnya.

2. Masifkan sosialisasi agar tidak ada lagi korban

Seluruh Kampus di Sulawesi Utara Dukung Penuh Permendikbud PPKSIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Hal senada juga diungkapkan Rektor IAIN Manado, Delmus Puneri Salim. "Kenapa kita sangat mendukung Permen ini, karena kita harus melindungi korban dan Permen ini juga memberikan kekuatan bagi pimpinan perguruan tinggi untuk bisa menindaklanjuti, mengurangi dan meminimalisir korban pelecehan seksual dengan sanksi," ucap Delmus.

Delmus menuturkan, tanpa aturan, kasus yang sebelumnya terjadi akan membuat korban semakin tertekan. Korban juga dianggap takut malapor karena khawatir akan menjadi bahan cercaan. "Jangan sampai situasi relasi kuasa antara korban dan pelaku yang tak seimbang bisa membuat korban tidak terlindungi," jelasnya.

Permendikbud ini, lanjut Delmus, menjadi kekuatan sekaligus wadah yang bisa melundungi korban kekerasan seksual di internal kampus. Delmus menambahkan, yang mesti dilakukan saat ini adalah memasifkan sosialisasi. "Sosialisasinya harus berbarengan dengan kode etik mahasiswa. Tidak bisa sosialisasi Permen ini jalan sendiri," imbuhnya.

Baca Juga: DPR Sebut RUU TPKS Berbeda dengan Permendikbud, Tak Ada Sexual Consent

3. Permendikbudristek PPKS jadi pelindung bagi korban

Seluruh Kampus di Sulawesi Utara Dukung Penuh Permendikbud PPKSIlustrasi pelecehan seksual (IDN Times/Doni Hermawan)

Dua pandangan dari pejabat utama kampus itu senada dikemukakan pimpinan perguruan tinggi lain di Sulut yang mendukung Permendikbudristek PPKS ini. Mereka dengan tegas menyatakan akan mengawal dan merealisasikan seluruh poin yang termaktub dalam aturan. Khususnya, perspektif tentang perlindungan korban.

Ketua Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Kristen Satya Wacana sekaligus Sekretaris ASWGI, Irianti Ina menambahkan, berdasarkan hasil observasi, terungkap bahwa praktik kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi umumnya karena ketimpangan relasi kuasa. "Misalnya antara mahasiswa dan dosen pembimbing," ucapnya mencontohkan.

Relasi kuasa itu kemudian membuat korban merasa takut untuk melapor bahkan bercerita. Kampus yang seharusnya bisa menjadi wadah aman bagi korban justru dianggap sebagai tempat yang menyeramkan. Menurut Irianti, kehadiran aturan ini akan menjadi pelindung bagi korban.

"Permen ini mesti kita sambut secara positif karena ini adalah yang pertama dan belum ada yang lain. Kemudian dia ada untuk menjamin hak-hak pendidikan oleh siapapun, dan juga menjami rasa aman, rasa nyaman," imbuh Irianti.

Baca Juga: Rektor UNM: Permendikbud 30/2021 Perlu Disempurnakan

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya