AJI Makassar: Narasumber Project Multatuli Dikriminalisasi

Polisi harusnya mengarahkan laporan ke Dewan Pers

Makassar, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar menilai tindakan S, terduga pelaku perkosaan tiga anak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang melaporkan narasumber Projects Multatuli ke polisi sebagai bentuk kriminalisasi. 

Menurut Ketua AJI Makassar, Nurdin Amir, efek kriminalisasi tersebut berdampak terhadap hak masyarakat mendapatkan informasi. Hal itu akan membuat narasumber menjadi takut berbicara di media dan kemudian informasi publik menjadi terabaikan.
 
“Pelaporan narasumber Project Multatuli tidak tepat, dan menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers. Ketika narasumber dipidana, artinya membunuh pers itu sendiri. Pelaporan ini adalah serangan terhadap kebebasan pers dan demokrasi,” kata Nurdin dalam siaran persnya, Minggu (17/10/2021).

Sebagai informasi, terduga pelaku pemerkosaan terhadap tiga anak di Luwu Timur, berinisial S melaporkan balik ibu korban, yang tidak lain adalah mantan istrinya. S melaporkan Lydia (bukan nama sebenarnya) ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Sabtu, 16 Oktober 2021, atas dugaan pencemaran nama baik melalui UU ITE.

Dalam pelaporan tersebut, S mengaku keberatan dengan pernyataan Lydia di laporan investigasi Project Multatuli dengan judul berita “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan.” 

1. Membuat takut narasumber dan menghambat kinerja wartawan

AJI Makassar: Narasumber Project Multatuli DikriminalisasiIlustrasi penghentian proses penyelidikan oleh polisi dalam kasus kekerasan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (Project M/Muhammad Nauval Firdaus - di bawah lisensi Creative Commons BY-NC-ND 2.0)

Nurdin menjelaskan UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers dihadirkan untuk melindungi kebebasan pers. Hal itu dikarenakan kebebasan pers merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang diatur dalam Undang-undang Dasar pasal 28E.
 
“Payung hukum pers yang dipakai untuk melindungi narasumber merupakan poin penting. Pasalnya, narasumber dan pers merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Kriminalisasi terhadap narasumber adalah serangan kepada pers, serangan terhadap kebebasan berpendapat,” kata Nurdin.
 
Nurdin mengatakan jika narasumber Project Multatuli berlanjut di ranah kepolisian dan tidak dijadikan sebagai sengketa pers maka akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia. Karena itu, AJI Makassar mendesak pihak penyidik kepolisian Dit Reskrimsus Polda Sulsel untuk tidak menerima laporan sengketa pemberitaan yang menjadi ranah Dewan Pers.

"Kasus ini tidak bisa dibiarkan, karena akan berdampak kepada narasumber lain untuk hati-hati atau membatasi bicara kepada media. Jika narasumber tidak mau diwawancara akan mengancam kerja-kerja jurnalisme,” tegasnya.

2. LBH sebut pelaporan salah alamat

AJI Makassar: Narasumber Project Multatuli DikriminalisasiAJI Makassar berunjukrasa memperingati Hari Kebebasan Pers se- Dunia. IDN Times/Sahrul Ramadan

Senada dengan itu, Advokat Publik YLBHI-LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Makassar, Abdul Azis Dumpa juga menilai pelaporan narasumber Projects Multatuli ke polisi itu salah alamat. Pasalnya, pihak yang dilaporkan adalah produk jurnalistik yang dilindungi UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Azis menjelaskan, jika pihak yang bersangkutan keberatan terhadap produk jurnalistik, maka seharusnya dia menempuh langkah-langkah melalui permintaan hak jawab atau hak koreksi, atau penyelesaian lewat mekanisme di Dewan Pers. 
 
“Pelaporan narasumber dan penyelesaian sengketa pers harus ke Dewan Pers, bukan ke pidana,” kata Azis Dumpa.

Baca Juga: Korban Dugaan Perkosaan di Lutim Rasakan Intimidasi Didatangi Polisi

3. Pihak kepolisian harusnya mengarahkan ke Dewan Pers

AJI Makassar: Narasumber Project Multatuli DikriminalisasiIlustrasi Pers (IDN Times/Mardya Shakti)

Azis menyinggung soal Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 02/DP/MoU/II/2017 Tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. 

"Dalam nota kesepahaman antara pihak Kepolisian Republik Indonesia dan Dewan Pers di pasal 4 menegaskan pihak kepolisian harus mengarahkan kasus yang dilaporkan ke polisi agar diselesaikan melalui Dewan Pers terlebih dahulu,” kata Azis.

Azis mengatakan dalam undang-undang pers narasumber justru harus dilindungi. Hal tersebut terlihat pada keberadaan hak tolak di media.
 
"Indonesia berada dalam situasi darurat kekerasan seksual. Kriminalisasi terhadap korban atau keluarga korban kekerasan seksual, akan membuat kasus ini sulit terungkap ke publik. Institusi kepolisian seharusnya melindungi korban maupun keluarganya," katanya.

Baca Juga: Hari Kebebasan Pers se-Dunia, AJI Makassar Desak Jokowi Cabut UU ITE

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya