Seruan Kelompok Marginal ke Peserta Pilkada Sulsel: Keadilan Sosial!

- Kelompok masyarakat marginal di Sulsel menyuarakan aspirasi pada Pilgub mendatang.
- Perempuan nelayan, petani, dan buruh migran berharap pemimpin daerah dapat mengatasi ketimpangan sosial yang mereka rasakan.
- Aspirasi disuarakan melalui konferensi pers Organisasi Perempuan Sulsel di Makassar.
Makassar, IDN Times - Kelompok masyarakat marginal di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menyuarakan aspirasi dan harapan mereka menjelang hari pencoblosan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), khususnya Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel mendatang.
Mereka berharap para calon pemimpin daerah dapat mengatasi ketimpangan sosial yang dirasakan oleh perempuan nelayan, petani, buruh migran, dan kelompok rentan lainnya. Selama ini, mereka kerap terpinggirkan akibat pembangunan dan kebijakan pemerintah.
Aspirasi ini disuarakan melalui konferensi pers Organisasi Perempuan Sulsel yang berlangsung di Nol Tiga Cafe, Makassar, Senin (4/11/2024). Tiga orang perempuan dari kelompok marginal menyampaikan aspirasinya untuk para calon pemimpin yang sedang bertarung di kontestasi Pilkada.
1. Nelayan dan pembangunan pesisir

Zainab, seorang perempuan nelayan di pesisir Makassar, menyampaikan kekhawatiran atas dampak pembangunan Makassar New Port terhadap mata pencaharian masyarakat pesisir. Selama ini, dia dan warga lainnya telah berjuang menyuarakan hal itu namun tidak direspon oleh pemerintah.
"Kami berharap calon pemimpin bisa melihat persoalan kami di pesisir. Kami menganggap ini ketidakadilan," kata Zainab.
Dia menyoroti bahwa pembangunan infrastruktur di kawasan pesisir membuat mereka semakin sulit menjalani profesi sebagai nelayan. Selama ini, tidak ada dialog dari pemerintah setempat mengenai solusi yang berpihak pada masyarakat kecil.
"Harapan kami di Pilgub dan Pilwalkot, mudah-mudahan mereka mendengar, memikirkan dan mengeksekusi persolan ini. Kami ingin mendapatkan keadilan," kata Zainab.
2. Petani dan masalah kepemilikan tanah

Hasriani, seorang petani dari Kabupaten Takalar, mengungkapkan kesulitan yang mereka hadapi terkait perampasan lahan. Hal ini tentu mengancam keberlanjutan pangan di daerah tersebut.
"Kami sebagai petani ingin agar kesinambungan pangan Indonesia supaya lebih terarah kembali," katanya.
Hasriani menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, petani kerap menghadapi sengketa lahan yang melibatkan konglomerat dan pihak-pihak berpengaruh. Mereka merampas tanah rakyat dan sering kali melalui praktik intimidasi.
"Yang berperan di sini adalah konglomerat semua, oligarki. Kami ingin calon pemimpin di Pilkada supaya bisa mendorong mengembalikan tanah rakyat. Harapan kami, tidak ada lagi intimidasi," kata Hasriani.
3. Buruh migran yang pulang tanpa perlindungan

Yulinar, seorang buruh migran yang kembali ke tanah air, mengungkapkan sulitnya mengurus dokumen identitas dan mencari pekerjaan. Setelah pulang ke Tanah Air, dia harus menyambung hidup dengan berjualan kerupuk.
"Setelah pulang, kami kesulitan mencari lapangan pekerjaan, mengurus identitas, KK (Kartu Keluarga) dan akta kelahiran," kata Yulinar.
Dia juga berharap agar anak-anak mereka dapat mengakses pendidikan yang layak melalui program bantuan dari pemerintah.
"Kami berharap calon pemimpin memberikan kami bantuan pemerintah, rumah sementara, PKH dan KIP anak sekolah," katanya.