Perusakan Hutan Lindung, Kepala Desa di Bone Terancam Penjara 5 Tahun

Makassar, IDN Times - Kasus perusakan kawasan hutan lindung yang menjerat seorang kepala desa di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, memasuki babak baru. Kasus yang ditangani Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Balai Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi itu telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bone.
Dalam kasus, ini, Gakkum KLHK menetapkan dua tersangka, yaitu A (32), seorang kepala desa, dan K (51), yang berperan sebagai penanggung jawab lapangan. Mereka diduga bekerja sama dalam perusakan dan pembuatan jalan sepanjang 1,5 kilometer di kawasan Hutan Lindung Tellu Limpoe di Kabupaten Bone.
"Saat ini telah memasuki tahap persidangan setelah dilimpahkannya berkas perkara, tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bone, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan," kata Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Aswin Bangun dalam siaran pers, Senin (17/6/2024).
1. Gakkum KLHK berkomitmen mengawal kasus hingga tuntas

Aswin mengatakan, perkembangan kasus ini menandai langkah penting dan komitmen Gakkum KLHK untuk terus mengawalnya hingga tuntas. Diharapkan para pelaku mendapat hukuman yang setimpal guna memberikan efek jera. Penegakan hukum yang kuat merupakan bagian dari upaya melindungi Sumber Daya Alam (SDA) dan menjaga keseimbangan ekosistem.
“Dengan pelimpahan kasus ini ke Kejaksaan, kami berharap proses hukum dapat berjalan lancar dan adil, serta menjadi peringatan bagi pihak-pihak lain untuk tidak melakukan perbuatan serupa. Kami akan terus bekerja keras untuk memastikan aktor intelektual sebagai penerima manfaat utama (beneficial ownership) dapat ditangkap dan mempertanggung jawabkan perbuatannya," ucapnya.
Aswin menyebutkan, sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk menghentikan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, Gakkum KLHK sampai saat ini telah melakukan 2.133 Operasi Pengamanan Hutan, Pembalakan liar dan TSL serta 1.554 diantaranya telah diseret ke meja hijau.
2. Petugas sita barang bukti ekskavator dan chainsaw

Gakkum KLHK menerangkan, kasus ini bermula dari adanya laporan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cenrana, Kabupaten Bone. Laporan tentang adanya kegiatan perusakan dan pembukaan lahan berupa pembuatan jalan di dalam kawasan Hutan Lindung Tellu Limpoe Kabupaten Bone dengan menggunakan alat berat ekskavator. KPH Cenrana sudah memberikan peringatan kepada pelaku untuk menghentikan aktivitasnya, namun tidak diindahkan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sulawesi Selatan, meneruskan laporan tersebut kepada Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi. Selanjutnya Balai Gakkum KLHK bersama dengan KPH Cenrana, membentuk Tim operasi yang terdiri dari Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Anoa, Seksi Wilayah I Makassar, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi bersama pihak UPTD KPH Cenrana Kabupaten Bone.
Tim Operasi kemudian mengamankan operator alat berat dengan barang bukti satu ekskavator dan dua unit gergaji mesin atau chainsaw. Selanjutnya tim operasi mengamankan operator dan barang bukti ke Kantor UPTD KPH Cenrana.
3. Diduga perusakan hutan lindung untuk akses pertambangan emas tanpa izin

Setelah pemeriksaan dan pengembangan oleh Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, ditemukan adanya keterlibatan oknum Kepala Desa Polewali Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Bone berinisial A (32) sebagai pemberi perintah dan modal serta seseorang berinisial K (51) sebagai penanggung jawab lapangan. Perusakan dan pembukaan lahan berupa pembuatan jalan tersebut diduga akan digunakan untuk kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
Selanjutnya Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi mengamankan A (32) dan K (51) serta menetapkan keduanya sebagai tersangka. Saat ini kedua tersangka dilakukan penitipan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Sulawesi Selatan.
Atas perbuatan perusakan dan pembukaan lahan berupa pembuatan jalan sepanjang ± 1.553 Km di dalam kawasan Hutan Lindung Tellu Limpoe tersebut, kedua tersangka A (32) dan K (51), dijerat dengan Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf ”a” Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada Pasal 36 angka 17 dan angka 19 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp7,5 miliar.