Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kisah Nurhadia Penyintas Kanker Payudara: Pentingnya Dukungan Keluarga

ilustrasi kanker payudara (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kanker payudara (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Nurhadia mengidap kanker payudara pada 2006 setelah menemukan benjolan di payudaranya dan menjalani kemoterapi sebanyak 6 kali
  • Faktor pola makan tidak sehat, kurangnya konsumsi serat, serta kesibukan bekerja sebagai pemilik toko menjadi penyebab terjadinya kanker payudara
  • Dukungan keluarga sangat penting dalam perjuangan Nurhadia, baik dari segi dukungan moril maupun materil dalam biaya pengobatan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Makassar, IDN Times - Nurhadia tak pernah menyangka bakal mengidap penyakit mematikan. Perempuan berusia 52 tahun ini divonis mengidap kanker payudara pada 2006 silam. Sejak saat itu, hidupnya berubah. Rasa khawatir dan takut tentu saja ada. Namun itu tak membuat tekadnya surut untuk bisa kembali berada dalam kondisi terbaik.

Kepastian soal kanker itu diketahui setelah Nurhadia menjalani pemeriksaan di RS Awal Bros (kini bernama RS Primaya), Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dia dirujuk ke rumah sakit tersebut setelah lebih dulu memeriksakan diri di faskes lantaran merasakan ada benjolan di payudaranya.

Dia sebenarnya sadar dengan kemunculan benjolan di payudaranya. Namun dia sempat mengabaikannya karena tidak merasakan sakit.

"Waktu pertama kali kena ada memang benjolan. Tidak ada luka tapi saya biarkan saja karena pikirnya tidak menggangu karena tidak sakit. Karena saya biarkan, lama-lama sakit. Pas diperiksa, ternyata sudah ganas dan langsung diminta untuk kemo," kata Nurhadia saat berbincang dengan IDN Times di kediamannya, Jumat (11/10/2024).

Meski tidak merasakan sakit, namun Nurhadia merasa benjolan itu terus bertumbuh. Awalnya hanya benjolan kecil sebesar biji jagung. Karena dibiarkan, akhirnya membesar seperti kelereng, lama-lama membesar lagi seperti bakso hingga akhirnya menjadi sebesar mangga.

"Sebenarnya yang seperti itu tidak boleh dibiarkan. Pokoknya kalau ada benjolan begitu, harus segera diperiksakan," ucapnya mengingatkan.

1. Sibuk bekerja hingga lupa menerapkan pola hidup sehat

ilustrasi kanker payudara (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kanker payudara (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia juga menuturkan bahwa sebelum divonis mengidap kanker payudara, dia memang tidak menerapkan pola hidup sehat. Faktor kesibukan bekerja sebagai pemilik toko membuatnya sering mengonsumsi makanan instan dan cepat saji. 

"Memang pola makan saya tidak sehat karena kan saya sibuk menjual. Jadi itu cari yang makanan langsung jadi. Saya sukanya bakso dan hampir setiap hari. Kata dokter tidak bisa begitu. Harus selalu makan serat," katanya.

Sementara dalam kesehariannya, dia tidak begitu suka mengonsumsi makanan kaya serat. Dia pun jarang mengonsumsinya dan baru menyadari setelah mengidap kanker payudara.

"Masalahnya saya tidak suka makan serat seperti sayur dan buah, ternyata nanti sakit baru saya rajin makan begitu. Sebelum-sebelumnya saya tidak pernah suka makan begitu," kata ibu tiga anak ini.

2. Sempat dinyatakan sembuh tapi tumbuh lagi tumor di paru-paru

ilustrasi kanker payudara (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kanker payudara (IDN Times/Aditya Pratama)

Saat divonis kanker, Nurhadia berusia 44 tahun. Kini, sudah 8 tahun berlalu sejak pertama kali dia divonis. Dia sebenarnya telah dinyatakan sembuh oleh dokter namun penyakit baru malah muncul. Dia yang tiba-tiba merasakan sesak napas kemudian memeriksakan diri. Setelah diperiksa dengan foto X-ray atau rontgen, ditemukan banyak cairan dalam paru-parunya.

"Ternyata hasilnya ada tumbuh lagi tumor di paru-paru. Metastasis (saat kanker menyebar melampaui tempat awalnya ke area lain di tubuh). Payudara sudah sembuh. Cuma metastasis lagi ke paru-paru. Makanya dikemo kembali," kata Nurhadia. 

Saat menderita kanker payudara, dia menjalani kemoterapi sebanyak 6 kali. Tak ada jalan lain, dia pun harus pasrah saat dokter memintanya kembali menjalani kemoterapi beberapa kali.

"Dokter tanya 'mau dikemo lagi', saya bilang 'iya tidak apa-apa kalau itu jalannya'. Daripada nanggung, pengobatan saya tidak tuntas," kata Nurhadia.

3. Dapat dukungan finansial dari keluarga dan jalin komunikasi dengan sesama penyintas

ilustrasi pasien kanker (IDN Times/Novaya Siantita)
ilustrasi pasien kanker (IDN Times/Novaya Siantita)

Beruntung bagi Nurhadia, keluarga sangat mendukung perjuangannya, baik dari segi dukungan moril maupun materil. Dia menyadari tak bisa berbuat banyak tanpa keluarganya.

"Keluarga yang saling dukung memberikan biaya pengobatan karena uang saya sudah habis semua untuk pengobatan. Ganti-gantian kasih dana supaya bisa survive untuk berobat," kata Nurhadia.

Biaya pengobatan memang ditanggung BPJS Kesehatan. Namun di luar itu, ada biaya-biaya lain yang tak sedikit sehingga dia memang perlu dukungan finansial dari keluarga. 

"Biaya pengobatan ditanggung BPJS, tapi kan ada biaya operasional. Misalnya kalau pergi berobat pasti naik transportasi. Mau beli obat-obatan lain di luar seperti madu, vitamin, semuanya kan itu biaya sendiri. Kalau rawat inap juga kan butuh makanan," ucap Nurhadia.

Saat ini, dia juga menjalin interaksi dengan para penyintas kanker payudara secara langsung maupun virtual. Dia tergabung dalam grup khusus penyintas yaitu grup Survive Kanker Indonesia. Tak sedikit juga para penyintas yang dikenalnya di rumah sakit. 

Jika ada dari para penyintas yang survive beberapa tahun, mereka akan berbagi tenang pola hidup yang diterapkan. Pasalnya, memang tidak mudah bertahan hidup dari kanker.

"Ada yang bilang selalu olahraga, perbanyak makan sayur dan buah. Harus selalu bahagia," tuturnya.

4. Dihantui ketakutan kemoterapi dan operasi pengangkatan payudara

ilustrasi simbol kanker payudara (unsplash.com/The Halal Design Studio)
ilustrasi simbol kanker payudara (unsplash.com/The Halal Design Studio)

Nurhadia mengaku sempat ada rasa takut ketika pertama kali divonis kanker ganas. Bayangan tentang kemoterapi dan operasi pengangkatan payudara sudah lebih dulu menghantuinya.  

"Itu waktu saya sudah divonis kanker ganas, saya sempat kabur karena takut dikemo. Ternyata 1,5  tahun kemudian saya baru berobat tumbuh lagi itu kanker. Tanda-tandanya tumbuh kanker itu mens terus tidak mau berhenti," katanya.

Menstruasi yang tidak kunjung berhenti membuatnya memeriksakan diri ke rumah sakit. Saat itulah dokter menyatakan bahwa kanker payudara yang diidapnya terus tumbuh.

Karena terlalu takut, dia memutuskan pindah berobat ke RS Pelamonia. Namun pada akhirnya, RS Pelamonia tetap merujuknya ke RS Awal Bros karena kondisinya yang harus menjalani kemoterapi. Dia pun menjalani dua kali kemoterapi sebelum operasi pengangkatan payudara dan berlanjut lagi empat kali kemoterapi.

"Pas dioperasi, banyak lagi yang tumbuh ada 2 kilo karena lama sekali jaraknya 1,5 tahun barulah saya pergi melapor lagi sama dokter," katanya. 

Dia pun bercerita bahwa dokter yang menanganinya sempat menegur dan menanyakan alasannya sempat menghilang. Namun setelah menjelaskan alasanya, dokter menyatakan bahwa Nurhadia bukan satu-satunya pasien kanker yang menghilang.

"Kata dokter 'kenapa baru datang?'. Saya bilang baru berani. Katanya 'pasti kamu sudah capek berobat kampung'. Saya tanya kok tahu, dokter bilang 'karena banyak pasiennya begitu. Kalau divonis mau kemo, lari duluan tapi kalau capek berobat kampung baru dia datang lagi tapi kankernya sudah ganas'. Ujung-ujungnya tetap kemo," katanya.

Dia pun berpesan kepada seluruh perempuan yang menemukan adanya benjolan di payudara sekecil apapun agar segera memeriksakan diri. Tak perlu takut apalagi sampai berobat kampung yang pengobatannya hanya bermodalkan air mineral.

"Kalau berobat jangan takut karena sekarang kedokteran sudah canggih. Jangan biasakan berobat di dukun karena kalau dukun itu paling cuma kasih air mineral. Jangan takut berhadapan sama dokter. Apalagi kalau sudah berakar, tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Harus diangkat," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
Ashrawi Muin
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us

Latest News Sulawesi Selatan

See More

BPN Ungkap Dua Kasus Tumpang Tindih di Lahan Tanjung Bunga

07 Nov 2025, 18:41 WIBNews