Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus HIV di Sulsel Terdeteksi Sangat Tinggi Karena Hasil Skrining Masif

Ilustrasi HIV/AIDS (pexels.com/Photo by Anna Shvets)
Ilustrasi HIV/AIDS (pexels.com/Photo by Anna Shvets)
Intinya sih...
  • Kasus terdeteksi lebih awal berkat skrining masif
  • Makassar tempati posisi tertinggi karena kepadatan populasi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Makassar, IDN Times - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terus memperkuat upaya deteksi dan penanganan HIV melalui jaringan puskesmas, rumah sakit, serta tenaga kesehatan yang telah dilatih. Langkah ini diharapkan meningkatkan akurasi penemuan kasus sekaligus memperluas akses pengobatan bagi orang dengan HIV (ODHIV).

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sulsel, Muhammad Yusri Yunus, mengatakan data kasus HIV provinsi bersumber dari Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) yang tingkat akurasinya cukup tinggi. Dari Januari hingga Agustus 2025, penemuan kasus baru mencapai sekitar 1.100 orang.

"Nah ini angka kita di tahun 2025 saya kira pergerakannya mendekati di tahun 2024. Karena tahun ini kita sudah pada posisi di bulan Agustus. Dari Januari, data yang masuk di kami itu cukup signifikan angka penemuan kasusnya," kata Yusri, Selasa (23/9/2025).

1. Kasus terdeteksi lebih awal berkat skrining masif

ilustrasi HIV AIDS (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi HIV AIDS (IDN Times/Aditya Pratama)

Salah satu upaya yang dijalankan adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia di puskesmas, rumah sakit, sektor swasta, maupun instansi pemerintah. Hingga saat ini, hampir seluruh tenaga kesehatan yang telah dilatih mengenai screening HIV telah memahami prosedur dan tata laksananya dengan baik.

Menurut Yusri, pergerakan tenaga kesehatan membuktikan efektivitas program skrining HIV yang diterapkan. Tingginya jumlah penemuan kasus menjadi indikator bahwa proses deteksi berjalan dengan baik.

"Ini merupakan apresiasi kami dari pemerintah provinsi melintas kesehatan terhadap nakes, karena penguatan terhadap layanan kita mulai dari screening, penemuan kasus sampai kepada proses pengobatan itu sendiri berjalan dengan baik," kata Yusri.

2. Makassar tempati posisi tertinggi karena kepadatan populasi

Ilustrasi HIV/AIDS, IDN Times/ istimewa
Ilustrasi HIV/AIDS, IDN Times/ istimewa

Data Dinkes Sulsel dari Januari hingga Agustus 2025, tercatat 1.431 kasus HIV. Kota Makassar menempati posisi tertinggi dengan 563 kasus, disusul Kabupaten Gowa (119), Kota Palopo (79), Kabupaten Bone (46), dan Kabupaten Toraja Utara (42). Hampir seluruh kabupaten/kota di Sulsel melaporkan kasus HIV, meski jumlahnya lebih rendah.

Selain kelima daerah tersebut, Kota Parepare melaporkan 41 kasus, Kabupaten Pinrang 33, Kabupaten Sidrap 32, Kabupaten Bulukumba dan Jeneponto masing-masing 30, Kabupaten Takalar 25, Kabupaten Luwu dan Tana Toraja masing-masing 22, Kabupaten Luwu Timur 19, dan Kabupaten Wajo 16 kasus.

Kemudian, Kabupaten Bantaeng dan Sinjai masing-masing 13 kasus, Kabupaten Soppeng dan Maros 12 kasus, Kabupaten Barru 10, Kabupaten Kepulauan Selayar 11, Kabupaten Pangkep 9, Kabupaten Luwu Utara 8, serta Kabupaten Enrekang 7 kasus.

"Angka penemuan tertinggi terjadi karena HIV adalah penyakit menular. Semakin tinggi populasi, semakin tinggi potensi penularannya. Dari Januari hingga Agustus 2025, Kota Makassar mencatat jumlah kasus tertinggi karena populasi penduduk yang tinggi," katanya.

3. Kesulitan mendeteksi faktor risiko dominan

Faktor risiko tinggi HIV/AIDS (IDN Times/M Shakti)
Faktor risiko tinggi HIV/AIDS (IDN Times/M Shakti)

Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki (74 persen), sementara perempuan tercatat 26 persen. Kelompok usia produktif 25-49 tahun mendominasi (51 persen), diikuti remaja 15-24 tahun (37 persen). Anak di bawah 15 tahun dan kelompok usia di atas 50 tahun masing-masing mencatat 7 persen dan 5 persen dari total kasus.

Faktor risiko tertinggi tetap pada kategori Lelaki Seks Lelaki (LSL) dengan 572 kasus. Penyakit TBC menjadi penyerta yang cukup tinggi, tercatat pada 162 kasus. Faktor risiko lain meliputi waria (42), pekerja seks perempuan (22), ibu hamil (54), pelanggan pekerja seks (59), pasangan ODHIV (52), serta populasi umum/lain-lain (200).

Yusri menekankan deteksi kelompok LSL menjadi tantangan karena tidak dapat dijalankan secara verbal sehingga memerlukan advokasi dan pendekatan edukatif yang kuat. Pendekatan moral, sosial, dan teknologi informasi dianggap kunci untuk meningkatkan kesadaran individu agar mau memeriksakan diri dan menjalani pengobatan.

"Jadi, kami cukup kewalahan dan memerlukan advokasi yang kuat, baik secara individu, keluarga, maupun kelompok. Tantangan terbesar adalah bagaimana masyarakat bisa menyadari keberadaan penyakit HIV ini," kata Yusri.

4. Upaya pencegahan dan penanganan

Gejala-gejala orang dengan HIV/AIDS (IDN Times/M Shakti)
Gejala-gejala orang dengan HIV/AIDS (IDN Times/M Shakti)

Selain penguatan screening, pemerintah provinsi memperkuat layanan ARV gratis bagi ODHIV, bekerja sama dengan komunitas dan LSM yang bergerak di populasi kunci. Layanan kesehatan di 24 kabupaten/kota difasilitasi agar dapat melakukan testing, treatment, dan pendampingan.

Yusri mengatakan penyelesaian HIV dari hulu ke hilir memerlukan integrasi seluruh lintas sektor, mulai dari pemerintah hingga komunitas. Media dan organisasi masyarakat juga dilibatkan, karena penanganan HIV tidak bisa hanya mengandalkan sektor kesehatan saja. 

"Ini kami mohon bantuan untuk sosialisasi karena layanan kita sudah cukup bagus dan hampir seluruh puskesmas kita dorong untuk memberikan layanan ini, walaupun secara kapasitas layanannya kita masih melakukan pendampingan secara lebih spesifik," kata Yusri.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us

Latest News Sulawesi Selatan

See More

Warga Makassar yang Diduga Dipukul Pemain PSM Victor Luiz Melapor Polisi

24 Sep 2025, 02:32 WIBNews