Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Diskusi Publik Draf Penulisan Sejarah Dikritik: Lebih Mirip Sosialisasi

Mujahidin Musa menyampaikan kritik dalam Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025).
Mujahidin Musa menyampaikan kritik dalam Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)
Intinya sih...
  • Waktu diskusi terbatas, draf yang dibahas tanpa isi
  • Kritik konsep official history atau sejarah resmi
  • Editor jilid tegaskan pendekatan History from Below diakomodasi dalam penulisan buku sejarah

Makassar, IDN Times - Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia yang digelar di Ruang Teater Lantai 2 Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025), berlangsung dinamis dengan sejumlah pertanyaan, masukan dan kritik dari peserta. Diskusi dimulai pukul 09.00 WITA hingga 14.00 WITA.

Sejumlah peserta mempertanyakan format diskusi, termasuk keterbatasan waktu dan belum dibukanya isi draf secara utuh. Mujahidin Musa, guru sejarah dari MAN 1 Polewali Mandar yang juga alumni Pendidikan Sejarah FIS UNM angkatan 2009, secara terbuka menyampaikan kritiknya.

Dia menggambarkan bagaimana proses diskusi di ruang kelas berlangsung secara mendalam dan memakan waktu panjang. Menurutnya, ketika siswa-siswi mempresentasikan hasil bacaan, bukan hasil tulisan, proses itu bisa berlangsung selama berminggu-minggu dan membutuhkan banyak jam diskusi.

"Apa yang membuat nama-nama besar yang bikin kami gemetar di depan ini, yang namanya hanya kami tahu dari diktat, baru ketemu ini hari, hanya bisa bicara 7 menit? Padahal siswa kami saja untuk satu bahasan hasil bacaan, itu butuh berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan," kata Mujahidin saat mendapat giliran berbicara.

1. Waktu diskusi terbatas, draf yang dibahas tanpa isi

Diskusi publik draf buku Sejarah Indonesia 2025 dalam diskusi publik yang digelar di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025).
Diskusi publik draf buku Sejarah Indonesia 2025 dalam diskusi publik yang digelar di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Menurut Mujahidin, kegiatan ini belum mencerminkan diskusi publik yang sebenarnya. Ditambah lagi, rencana penyusunan buku sejarah Indonesia ini terkesan terlalu terburu-buru.

"Apa yang membuat negara ini, begitu menjadi Valentino Rossi? Dibalap semua apa-apa. Dikritik? Gas terus. Jadi, saya rasa ini bukan dialog publik. Ini sosialisasi," katanya yang disambut tepuk tangan hadirin.

Dia juga menyoroti keterbatasan bahan yang bisa dijadikan pegangan peserta selama diskusi berlangsung. Menurutnya, yang disampaikan para pembicara hanyalah bentuk rancangan awal atau draf, tanpa isi yang bisa dibedah lebih lanjut.

"Itu juga yang menyebabkan ada tadi teman-teman yang tidak bisa nyambung karena yang dibacakan oleh pembicara yang di atas itu draf. Tidak ada isinya. Apa yang mau didiskusikan? Kami tidak tahu apa isinya ini? Bab dibahas. Bagaimana caranya ditahu? Bukan ki sanro (kami bukan dukun)," tegasnya disambut tepuk tangan peserta.

2. Kritik konsep official history atau sejarah resmi

Salah satu editor memaparkan isi draf buku Sejarah Indonesia di hadapan peserta diskusi publik buku Sejarah Indonesia 2025 di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025).
Salah satu editor memaparkan isi draf buku Sejarah Indonesia di hadapan peserta diskusi publik buku Sejarah Indonesia 2025 di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Lebih jauh, Mujahidin mengkritisi konsep official history atau sejarah resmi yang dianggap kontradiktif dengan klaim narasi sejarah dari bawah (history from below). Dia menyebut dalam praktik pendidikan, narasi nasional selalu mendominasi ujian dan buku pelajaran, sementara sejarah lokal sering terpinggirkan.

"Misal, guru sejarah menulis tentang sejarah di daerahnya. Berbekal penerbit kecil. Ketika ujian nasional, kira-kira akan muncul hasil tulisan dari guru di Sulawesi Barat? Dari daerah? Yang muncul pasti adalah narasi nasional," katanya.

Dia juga menyinggung bagaimana penafsiran atas peristiwa Madiun Affair berkaitan erat dengan siapa yang memenangkan pertarungan ideologis saat itu. Menurutnya, fase tersebut belum bisa disebut sebagai pemberontakan, namun ditafsir demikian karena yang unggul adalah pihak Soekarno-Hatta.

"Kenapa Madiun Affair dianggap sebagai pemberontakan? Karena yang menang adalah Soekanto Hatta. Coba Musso yang menang, Soekaro-Hatta yang pemberontak. Itulah kenapa negara tidak boleh menulis sejarahnya. Sejarah, harus ditulis oleh rakyatnya sendiri dan difasilitasi oleh negara," ucapnya.

3. Editor jilid tegaskan pendekatan History from Below diakomodasi dalam penulisan buku sejarah

Editor jilid 10, Prof Linda Sunarti, memaparkan isi draf buku Sejarah Indonesia di hadapan peserta diskusi publik buku Sejarah Indonesia 2025 di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025).
Editor jilid 10, Prof Linda Sunarti, memaparkan isi draf buku Sejarah Indonesia di hadapan peserta diskusi publik buku Sejarah Indonesia 2025 di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Menanggapi kritik itu, Prof. Linda Sunarti, editor Jilid 10, menyatakan bahwa pendekatan history from below tetap dijalankan dalam penulisan. Dia mencontohkan sejumlah bab dalam jilid tersebut yang membahas kehidupan sehari-hari masyarakat hingga pengalaman para tahanan politik perempuan pasca-1965 yang selama ini luput dari perhatian.

"Jadi, dalam jilid 10 ini, nanti di bab 7 dan bab 8 itu dijelaskan tentang benar-benar bagaimana everyday life. Everyday life itu kan dinamika kehidupan sosial masyarakat ya dari mulai dampak budaya, dampak ekonomi, bagaimana masyarakat merespon. Ini kan cerita tentang orang kecil," jelas Linda.

Dia pun menekankan pentingnya memahami bagaimana masyarakat merespons peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari penulisan sejarah. Sambil menutup paparannya, dia menyampaikan apresiasi atas berbagai masukan yang diberikan dan menyarankan agar detailnya ditunggu dalam versi akhir naskah.

"Kita bicara hal-hal yang bagaimana masyarakat kita merespon hal-hal yang kita alami sehari-hari. Nanti mungkin detilnya kita tunggu saja. Kami terima masukan-masukan. Tapi terima kasih banyak masukannya," katanya.

4. Lebih baik ditunda daripada terburu-buru

1001041773.jpg
Editor jilid 10, Prof Linda Sunarti, memaparkan isi draf buku Sejarah Indonesia di hadapan peserta diskusi publik buku Sejarah Indonesia 2025 di Universitas Negeri Makassar, Senin (4/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Dalam wawancara lanjutan dengan IDN Times, Mujahidin kembali menyuarakan keraguannya terhadap proses penyusunan buku sejarah tersebut. Dia menilai langkah yang diambil terlalu cepat dan belum memberi ruang cukup bagi publik untuk terlibat secara mendalam.

"Tidak ada pemaparan dari isi sub bab, yang tadi itu cuma penggambaran-penggambaran masing-masing bab. Bab ini seperti ini, bab ini akan seperti ini. Jadi, makanya tadi ketika diskusi, sudah tidak sinkron antara pemateri dengan audiens karena apa mau dibahas," tuturnya.

Dia pun menilai proses penulisan buku tersebut seharusnya ditunda atau bahkan ditiadakan sama sekali. Menurutnya, jika tetap dilanjutkan, pilihan terbaik adalah memperpanjang waktu penyusunannya agar lebih matang dan terbuka terhadap partisipasi publik.

"Ini kan sisa berapa hari menuju 17 Agustus dan dikebut. Jadi harusnya membutuhkan waktu yang panjang. Apalagi ini bicara soal sejarah 'resmi' dan itu implikasinya ke kami juga sebagai guru. Itu pasti akan dibawa ke sekolah-sekolah," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us